Menu Close
Sel punca dipakai untuk terapi jaringan sel yang rusak atau aus di tubuh. Kjpargeter/Freepik

Terapi sel punca: dari mana asalnya, mengapa begitu menjanjikan untuk pengobatan penyakit?

Bintang sepak bola dunia asal Portugal, Cristiano Ronaldo, pada 2016 menjalani terapi sel punca setelah insiden cedera otot di bagian paha. Kurang dari sebulan setelah terapi, dia sudah dinyatakan fit dan mampu kembali ke liga pertandingan.

Beberapa atlet dunia memang melakukan terapi sel punca untuk mengembalikan fungsi jaringan tubuh yang rusak akibat cedera dalam pertandingan.

Selain itu, aktris Hollywood, Selma Blair, juga menjalani terapi sel punca pada 2019 untuk mengatasi penyakit multiple sclerosis yang dideritanya. Terapi tersebut telah mengubah hidupnya menjadi lebih baik.

Bagaimana sebenarnya proses kerja sel punca, dan dari mana asalnya sehingga mampu “mereparasi” jaringan tubuh yang rusak dalam waktu yang relatif singkat?

Sebenarnya, fakta biologis menunjukkan manfaat sel punca bukan sekadar agen anti-penuaan kulit. Sel punca dapat berperan jauh lebih dari itu dalam aplikasi medis, atau fungsi naturalnya dalam perkembangan tubuh kita.

Dalam penelitian saya di Osaka University dari 2016 sampai 2020, grup riset kami fokus mengarahkan diferensiasi (pembentukan khusus) sel punca mesenkimal menjadi sel otot jantung. Tujuan jangka panjangnya untuk menghasilkan patch (tambalan) jantung untuk mengatasi kegagalan kerja jantung yang kini menjadi salah satu penyebab kematian paling tinggi di dunia.

Abstrak grafis penelitian diferensiasi sel punca mesenkimal (hMSCs) menjadi sel jantung (cardiomyocyte) untuk dimanfaatkan dalam rekayasa organ jantung. Author provided

Sel punca kini juga digunakan untuk terapi pasien COVID-19. Selain itu, aplikasi medis sel punca paling berkembang lainnya seperti untuk mengatasi penyakit kanker.

Sel “bakal” untuk seluruh sel

Sel merupakan unit terkecil yang membangun tubuh suatu organisme.

Ada lebih dari 200 tipe sel yang berbeda yang membangun tubuh manusia. Mulai dari sel epidermis di bagian terluar kulit kita, beraneka macam sel otot yang membangun organ-organ penting dalam tubuh, hingga sel-sel syaraf yang bekerja tanpa henti mengantarkan impuls dan respons.

Berbeda dengan sel-sel tersebut, sel punca berperan sebagai ‘bakal’ dari seluruh sel dalam tubuh.

Dalam buku Essentials of Stem Cell Biology, sel punca didefinisikan sebagai sel yang memiliki kapasitas untuk memperbaharui diri serta memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi sel-sel yang terspesialisasi di dalam tubuh.

Dari mana asalnya?

Berdasarkan sejarah perkembangannya, sejak awal 1960-an, jenis sel punca yang pertama kali ditemukan adalah sel punca embrionik (embryonic stem cells – ESCs).

Pemikiran tentang konsep sel punca berawal dari konsep peleburan sel telur dan sel sperma (fertilisasi) menghasilkan satu sel yang menjadi cikal bakal suatu organisme. Satu sel hasil fertilisasi yang kemudian terus membelah, lalu mengalami perkembangan tahap demi tahap menjadi embrio.

Dalam setiap tahapan perkembangan embrio, populasi sel yang berasal dari satu sel awal tersebut kemudian berkembang menjadi sel spesifik, jaringan, hingga organ.

Embrio beserta organ-organ yang telah berkembang kemudian menjadi fetus atau janin. Setelah melalui proses kelahiran, organisme masih terus mengalami perkembangan organ hingga dewasa.

Terdapat sel-sel yang mati di seluruh bagian tubuh dalam setiap kurun waktu. Untuk menjaga kesetimbangan alamiahnya, sel-sel baru diproduksi untuk menggantikan sel-sel yang mati. Di sanalah peran dari sel punca. Sel ini tak hanya berperan pada masa pembentukan organ embrio, tapi juga terus menjaga kesetimbangan populasi sel dalam tubuh organisme hingga dewasa.

Sel punca tidak hanya berasal dari embrio. Ada beberapa jenis sel punca lainnya. Namun, sel punca embrionik menduduki puncak klasemen karena bisa berubah bentuk menjadi sel apapun. Hal ini dikenal dengan istilah pluripotensi.

Di tingkatan bawahnya, terdapat sel punca dengan kemampuan perubahan bentuk menjadi hanya beberapa sel sejenis. Sel punca semacam ini disebut sel punca dewasa (adult stem cells) yang terus berperan memperbarui sel di tubuh organisme sepanjang hidupnya. Contohnya, sel punca mesenkimal (mesenchymal stem cells) dan sel punca hematopoietic (hematopoietic stem cells).

Manfaatnya dalam medis

Ada peningkatan kesadaran publik untuk berusaha mengurangi konsumsi obat-obatan kimiawi. Meski begitu, gaya hidup yang tidak sehat (konsumsi makanan tinggi gula dan garam, lemak, dan kurang gerak) semakin mengkhawatirkan karena memicu tingginya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti kanker, diabetes, serta penyakit jantung dan pembuluh darah, yang berpotensi mematikan atau ausnya organ-organ dalam tubuh.

Modernisasi medis dan perkembangan bioteknologi kemudian menawarkan titik terang melalui terapi regeneratif, yaitu proses penggantian, rekayasa, atau regenerasi sel, jaringan, dan organ pada pasien untuk mengembalikan fungsi normalnya.

Dalam terapi ini, sel punca paling potensial untuk menanggulangi penyakit-penyakit degeneratif, seperti diabetes, osteoarthritis, multiple sclerosis, hingga penyakit neurodegeneratif seperti alzhaimer dan parkinson.

Melalui terapi sel punca, seperti kasus Cristiano Ronaldo dan Selma Blair, kerusakan jaringan dan organ dapat diperbaiki melalui kemampuan regenerasi dan diferensiasi sel punca.

Selain itu, sel punca yang belum terdiferensiasi tadi sangat potensial untuk digunakan dalam teknologi rekayasa jaringan. Pada akhirnya rekayasa ini berguna untuk penggantian organ tubuh yang rusak dan tidak dapat diperbaiki kembali.

Terapi sel punca lebih potensial dibandingkan metode transplantasi organ atau jaringan yang umumnya masih menggunakan organ dari donor. Metode tersebut sangat mungkin menghasilkan respons penolakan dari tubuh penerima.

Sementara dengan berkembangnya teknologi rekayasa jaringan dan terapi regeneratif sel punca, penggantian jaringan atau organ yang rusak tersebut dapat mengurangi respons penolakan dari tubuh penerima.

Dalam konteks aplikasi sel punca untuk perawatan kulit dan anti-penuaan, tarifnya fantastis. Di Malaysia, yang regulasi terapi sel puncanya sudah cukup baik, tarif terapinya berkisar antara 50.000-100.000 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 150-350 juta. Di Indonesia, tarifnya belum diatur sehingga ongkosnya bervariasi antarklinik.

Problem etika

Meski perubahan bentuknya lebih terbatas, sel punca dewasa masih dapat berperan besar dalam terapi regeneratif (peremajaan). Selain itu, dalam pengembangan penelitian dan aplikasi medisnya, penggunaan sel punca dewasa tidak terhalang etik seperti pada sel punca embrionik yang asal muasalnya perlu diperoleh dari embrio.

Sel punca dewasa diisolasi dari jaringan beberapa jaringan tubuh dewasa seperti di sumsum tulang, tali pusar, dan bahan jaringan lemak. Dalam jaringan-jaringan tubuh tersebut, terdapat sel punca yang belum mengalami diferensiasi.

Meski begitu, para peneliti kadang merasa tidak puas atas potensi diferensiasi sel punca dewasa yang cukup terbatas.

Masalah etik juga membatasi pengembangan riset menggunakan sel punca embrionik. Misalnya, pada 2006, seorang peneliti sekaligus dokter dari Jepang Shinya Yamanaka yang sebelumnya giat mengeksplorasi potensi sel punca embrionik mengalami pergolakan etik atas penelitiannya.

“Ketika saya melihat embrio itu, saya tiba-tiba tersadar bahwa sedikit sekali perbedaan antara embrio-embrio itu dan anak saya. Saya pikir, kita tidak bisa terus menghancurkan embrio-embrio itu untuk riset kita. Pasti ada jalan lain,” kata Shinya.

Pemikiran tersebut menjadi titik balik Yamanaka untuk mencoba mengembangkan alternatif sel punca embrionik dengan potensi yang sama.

Setahun berkutat dengan riset tersebut, pada 2007 Yamanaka berhasil menginduksi sel kulit manusia menjadi sel punca dengan potensi serupa sel punca embrionik, yang dinamai Induced Pluripotent Stem Cells (iPSCs).

Penemuan ini menggebrak dunia sains, terutama di ranah medis. Atas kerja kerasnya, Yamanaka dianugerahi Hadiah Nobel bidang fisiologi atau kedokteran pada 2012.

Sel punca memiliki peran yang besar dan signifikan dalam pengembangan aplikasi medis saat ini dan masa depan. Kita berharap publik makin tahu betul segala potensi sekaligus konsekuensi dalam pengembangan sel punca.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now