Menu Close

Usulan usia minimal capres-cawapres jadi 35 tahun: ada dampak positif terhadap demokrasi Indonesia?

Usulan usia minimal capres-cawapres jadi 35 tahun: ada dampak positif terhadap demokrasi Indonesia?

Wacana perubahan batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi perbincangan hangat beberapa hari terakhir ini. Usulan ini diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan sejumlah orang kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Usulan ini sebenarnya telah dibahas dalam persidangan yang digelar oleh MK pada tanggal 3 April 2023 yang lalu dalam pengujian pasal 169 ayat Q Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 yang diusulkan oleh pemohon untuk diubah.

Saat ini, batas minimal usia capres-cawapres yang diatur dalam UU Pemilu adalah 40 tahun.

Apakah usulan perubahan usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden ini akan berdampak positif terhadap demokrasi di Indonesia?

Dalam SuarAkademia episode terbaru, kami berbincang dengan Titi Anggraini, dosen hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Titi berpendapat pengujian batas usia minimal capres-cawapres ini harus dilihat dari beberapa aspek, mulai dari alasan mengapa banyak orang menguji UU Pemilu, substansi dari pengajuan masalah batas usia minimal, hingga aspek konstitusional.

Meskipun memang usulan tampak seperti kepentingan politik kelompok tertentu, Titi mengatakan substansi usulan ini adalah memberikan kesempatan pada orang berusia muda untuk bisa berpartisipasi dalam dunia politik.

Secara substansi, dengan adanya usulan perubahan batas minimal usia capres dan cawapres, akan memberikan kesempatan bagi kaum muda untuk maju ke kontestasi politik dan membuat demokrasi Indonesia menjadi lebih baik.

Simak obrolan selengkapnya di SuarAkademia–ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now