Menu Close
Pesawat Batik Air yang mengevakuasi 243 warga Indonesia dari titik terpanas coronavirus, Wuhan Cina, tiba di Bandar Udara Hang Nadim Batam, 2 Februari 2020. EPA/YCF

Wabah COVID-19, mengapa penularan virus dari hewan ke manusia terus terjadi

Penyebaran penyakit coronavirus disease (COVID-19) yang berawal dari transmisi coronavirus dari hewan ke manusia kemudian antarmanusia meningkatkan kewaspadaan kita bahwa potensi penyakit tular hewan (zoonosis) masih terus mengancam kesehatan secara serius di level nasional dan global.

Di Indonesia kewaspadaan naik drastis setelah Senin lalu pemerintah mengumumkan dua orang dari Depok positif terinfeksi penyakit ini. Mereka tertular setelah bertemu di Jakarta dengan warga negara Jepang positif COVID-19 pertengahan Februari lalu.

Adanya infeksi yang berat pada manusia akibat dari kuman yang lazimnya mengenai hewan adalah bukan yang pertama kali terjadi. Dunia juga panik saat terjadi wabah penyakit dari virus yang satu keluarga dengan virus dari Wuhan yakni SARS-CoV (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus) pada 2003 dan MERS-CoV (Middle-East Respiratory Syndrome Coronavirus) pada 2012.

Sebelumnya juga kita telah terlebih dahulu mengenal penyebaran secara cepat virus pertama kalinya dari hewan dalam kasus Ebola, Chikungunya dan Zika.

Dari kasus-kasus itu jelas bahwa interaksi yang sering antara lingkungan tempat tinggal manusia dan hewan merupakan kondisi yang memungkinkan terjadinya penyebaran kuman penyebab penyakit bagi hewan saja atau bagi manusia saja. Dan akhirnya menyebar dari manusia ke manusia.

Dari hewan ke manusia

Orang yang sehari-hari berhubungan dengan hewan–seperti peternak, pedagang hewan, peneliti di laboratorium–memiliki risiko terinfeksi penyakit dari binatang.

Secara umum, penyebaran kuman misalnya bakteri atau virus bahkan jamur penyebab penyakit dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui berbagai cara seperti kontak langsung, air dan makanan yang tercemar, serta lingkungan yang kotor atau berada secara terus menerus di satu tempat yang sama, dikenal sebagai zoonosis. Tentu semuanya itu menyebabkan paparan yang bersamaan antara hewan dan manusia.

Dalam kasus virus yang sekarang disebut SARS-CoV-2 ini, awalnya dari pasar Wuhan yang menjual hewan yang biasa dimakan manusia.

Sangat mungkin bahwa hewan yang dijual tersebut kurang sehat, apalagi banyak hewan liar yang juga dijual. Pasien-pasien pertama yang sakit jelas memiliki riwayat kontak dengan pasar tersebut.

Dalam kasus yang lebih ringan, hewan peliharaan seperti anjing atau kucing yang bisa membawa berbagai macam penyakit infeksi seperti brucellosis, influenza, leptospirosis, dan rabies.

Perlu kebijakan lintas sektor

Sebenarnya dalam sepuluh tahun terakhir, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasasi Dunia untuk Kesehatan Hewan, Uni Eropa dan sejumlah kelompok kesehatan global mempromosikan konsep One Health dalam pendekatan kesehatan secara global.

Dalam konsep ini, keamanan kesehatan harus dipahami dalam skala global dan dari perspektif global dan lintas sektoral. Konsep ini juga mengintegrasikan kesehatan manusia, kesehatan hewan, kesehatan tanaman, kesehatan ekosistem, dan keanekaragaman hayati untuk mencegah risiko penularan penyakit yang mematikan.

Salah satu contoh yang sering kita lihat adalah adanya regulasi tidak boleh membawa hewan atau tanaman bahkan bahan makanan secara bebas dari satu negara ke negara lain.

Konsep ini diimplementasikan dengan baik di negara maju seperti di Australia, tapi masih kendor di negara berkembang. Di Indonesia misalnya, belanja untuk sektor kesehatan publik (termasuk mencegah penyakit infeksi dari hewan) masih kecil, hanya sekitar 3% terhadap Gross Domestic Product (GDP) dan perlindungan lingkungan hidup tidak sampai separuh dari itu.

Karena itu, negara-negara berkembang yang menyumbang binatang pangan bagi kebutuhan dunia perlu menciptakan regulasi yang mengikat dan mengalokasi dana yang memadai untuk mengimplementasikan kebijakan ini.

Dalam konsep One Health, harus ada peranan dan kerja sama yang terus menerus lintas sektor antara kedokteran hewan dan kesehatan publik dalam membuat kebijakan setara, antara kesehatan pada manusia dan kesehatan pada hewan.

Pendekatan ini menjadi semakin relevan pada saat ini karena penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus seperti SARS-CoV-2 dari hewan ke manusia, terjadi tanpa memandang batas negara.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now