Menu Close
Siswa sekolah menengah atas kecanduan game online. POP-THAILAND/Shutterstock

WHO tetapkan kecanduan game sebagai gangguan mental, bagaimana “gamer” Indonesia bisa sembuh?

Di berbagai negara sudah muncul berbagai masalah serius terkait bermain game. Banyak kasus orang muda tewas karena kelelahan bermain game. Di Amerika Serikat, ayah tiga anak berusia 35 tahun tewas setelah main game 22 jam non-stop. Pria 20 tahun di Republik Rakyat Cina tewas setelah main game King of Glory sembilan jam setiap hari selama lima bulan. Kasus serupa juga terjadi pada remaja di Indonesia. Mereka tewas karena kecanduan, sebuah perilaku buruk yang sebenarnya bisa dihentikan.

Kecanduan game juga memicu tindakan kriminal. Pernah dilaporkan ada kasus tujuh remaja yang mencuri uang, rokok, dan tabung gas di toko untuk membayar sewa alat game online dan dua remaja merampok penjual nasi goreng untuk mendapatkan uang yang dipakai main game online.

Tindakan kriminal ini tidak hanya dilakukan oleh remaja, tapi juga oleh orang dewasa di Indonesia. Perilaku seperti ini mirip dengan perilaku pecandu narkoba yang seringkali mencuri uang keluarganya untuk membiayai kebiasaannya menggunakan narkoba.

Karena itu, dapat dipahami bahwa Badan Kesehatan Dunia (World Health Organisation (WHO) memasukkan kecanduan game ke dalam daftar penyakit dalam laporan International Classification of Diseases edisi 11 (ICD-11). Dengan demikian, kecanduan game resmi masuk sebagai gangguan kesehatan jiwa.

Pada 18 Juni 2018, WHO menerbitkan dokumen ICD-11, yang merupakan revisi dari dokumen sebelumnya, ICD-10 terbitan pada 1990. Dokumen ini digunakan oleh para tenaga kesehatan untuk mengkategorisasi berbagai penyakit dan kondisi kesehatan, dari melahirkan seorang bayi (JB20 Single spontaneous delivery), sakit flu (1E32 Influenza, virus not identified), hingga kecanduan game online (6C51 Gaming disorder).

Berapa prevalensi kecanduan game di Indonesia?

Kami telah meneliti prevalensi kecanduan game dengan mengambil sampel di sekolah-sekolah di Manado, Medan, Pontianak, dan Yogyakarta pada 2012. Kami menemukan bahwa ada 45,3% dari 3.264 siswa sekolah yang bermain game online selama sebulan terakhir dan tidak berniat untuk berhenti.

Saat itu belum ada kesepakatan mengenai kriteria kecanduan game, sehingga kami membuat kriteria sendiri untuk Indonesia berdasarkan teori kecanduan game dan kriteria diagnosis dari kecanduan judi. Kami juga menggelar focus group discussion dengan tiga psikolog klinis terlisensi dan kami menyimpulkan bahwa orang yang bermain game selama 4-5 hari per minggu dan setiap harinya bermain lebih dari 4 jam maka mungkin terindikasi adiksi.

Dengan kriteria tersebut, kami menemukan 150 siswa (10,2%) dari 1477 siswa yang mungkin mengalami adiksi. Lalu, dengan analisis statistik, kami dapatkan 89 (59,3%) dari 150 siswa yang mungkin mengalami adiksi tersebut dapat dikategorikan mengalami adiksi parah, dan sisanya mungkin dapat masuk kategori adiksi ringan. Maka, dapat diperkirakan prevalensi orang yang mengalami kecanduan game di antara pemain game adalah sekitar 6,1% di Indonesia.

Data jumlah gamer di Indonesia yang tersedia hanya dikeluarkan oleh lembaga bisnis. Data terbaru, pada 2017, menurut lembaga riset pemasaran asal Amsterdam, Newzoo, ada 43,7 juta gamer (56% di antaranya laki-laki) di negeri ini, yang membelanjakan total US$ 880 juta. Jumlah pemain game Indonesia terbanyak di Asia Tenggara, yang bermain game di telepon pintar, personal computer dan laptop, serta konsul.

Dengan prakiraan prevalensi 6,1% pemain game mengalami kecanduan, maka dapat diperkirakan bahwa saat ini terdapat 2,7 juta pemain game yang mungkin kecanduan.

Bahaya kecanduan game

Menurut ICD-11, kecanduan game adalah pola perilaku bermain game (online maupun offline, game digital maupun video game) dengan beberapa pertanda berikut:

  1. Tidak dapat mengendalikan keinginan bermain game.
  2. Lebih memprioritaskan bermain game dibandingkan minat terhadap kegiatan lainnya.
  3. Seseorang terus bermain game meski ada konsekuensi negatif yang jelas terlihat.

Seseorang bisa didiagnosis kecanduan game oleh psikolog atau psikiater bila ia memiliki pola bermain game yang cukup parah hingga berdampak buruk terhadap dirinya pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan, dan hal-hal penting lainnya. Psikolog atau psikiater biasanya baru dapat memberikan diagnosis setelah pola kecanduan game seseorang berlangsung selama setidaknya 12 bulan, walau syarat waktu ini bisa dipersingkat bila dampak buruk bermain game ke kehidupannya sehari-hari sangat terlihat nyata.

Dalam artikel lain saya menjelaskan bahwa banyak hal yang dianggap biasa, tapi masuk dalam kategori gangguan mental. Kalau menggunakan klasifikasi ICD-11, ada hal-hal yang dianggap biasa yang masuk sebagai kategori gangguan mental 6C48 seperti gangguan karena penggunaan kafein.

Fungsi diagnosis

Melihat alasan WHO, mereka memutuskan untuk memasukkan kecanduan game sebagai sebuah kategori di ICD-11 supaya mereka dapat mengukur berapa banyak yang terkena masalah ini. Dengan demikian, WHO nantinya dapat memperkirakan berapa dampak masalah kecanduan game ke kesehatan masyarakat.

Diagnosis memang pedang bermata dua. Di satu sisi, diagnosis dapat meningkatkan risiko stigma dan munculnya patologisasi sebuah perilaku normal. Di sisi lain, diagnosis seperti ini dapat digunakan oleh tenaga kesehatan untuk membuat rancangan terapi, memperkirakan lama waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan pasien, dan melakukan penelitian demi peningkatan pemahaman kita mengenai diagnosis tersebut.

Apa yang bisa kita lakukan?

Diagnosis kecanduan game dan penanganannya harus dilakukan oleh psikolog atau psikiater. Tapi orang tua dan guru dapat menggunakan ciri pertama dari diagnosis kecanduan game untuk mengetahui apakah seseorang di dekatnya mungkin memiliki kecanduan game atau tidak.

Ciri yang mudah dikenali adalah orang kehilangan kontrol terhadap perilaku bermain game. Misalnya, kita bisa bertanya kepada orang tersebut apakah dia mampu tidak main game sama sekali selama sehari? Apakah sulit untuk bertahan tidak main game sama sekali selama seharian penuh? Kalau jawabannya “tidak mampu” dan “sulit”, mungkin orang tersebut boleh diantar ke psikolog atau psikiater untuk diperiksa lebih lanjut.

Selain itu, kuesioner yang kami buat juga dapat dijadikan alat bantu skrining, dengan patokan skor di atas 22 masuk kategori kecanduan game. Bila orangnya tidak ingin pergi ke psikolog atau psikiater, tidak perlu dipaksakan. Bila orang tersebut tidak ingin berhenti bermain game, perlu berhati-hati karena orang yang kecanduan game akan marah dan dapat berperilaku agresif bila tiba-tiba tidak dapat bermain game lagi.

Bagaimana bila Anda sendiri merasa kecanduan game? Pertama, Anda perlu pelan-pelan menahan diri agar tidak selalu main game saat ingin main game, dan melakukan kegiatan yang membuat Anda tidak dapat main game.

Misalnya, saat di rumah Anda tiba-tiba ingin main game, maka Anda dapat segera keluar rumah dan pergi ke mal (sehingga Anda tidak bisa main game). Kalau Anda bermain game di telepon pintar, cobalah HP yang ada game itu tidak selalu berada di kantong Anda atau di dekat Anda.

Kedua, Anda perlu meminta bantuan dari orang terdekat agar menjadi sumber dukungan emosional saat keinginan bermain game muncul dan Anda perlu menahan diri agar tidak bermain game. Saat ini terjadi, Anda dapat menelepon atau berbicara dengan mereka agar atensi Anda teralihkan dari dorongan ingin main game.

Anda perlu yakin bahwa suatu tindakan yang dimulai pasti bisa diakhiri, begitu juga menghentikan kecanduan game.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now