Menu Close
Fungsi laboratorium kesehatan kesehatan yang terintegrasi sangat penting untuk mencegah dan mengendalikan penyakit. Pexels/Chokniti Khongchum

Ancaman wabah di depan mata: pemerintah harus segera terbitkan regulasi Laboratorium Kesehatan Masyarakat yang komprehensif!

Indonesia kini memiliki penduduk sekitar 273 juta yang tersebar di pulau-pulau berpenghuni di antara 17 ribu pulau.

Indonesia memiliki 129 pintu masuk (point of entries) yang menghubungkan dengan negara lain, yaitu melalui bandar udara, pelabuhan, dan daratan. Pandemi COVID-19 telah mengajarkan bahwa pintu masuk negara juga pintu masuk penyakit menular.

Dari sudut pandang kesehatan, tingginya biodiversitas dan interaksi antara manusia, hewan, dan lingkungan menjadikan Indonesia sangat riskan akan bahaya penyakit yang muncul dan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan di masyarakat. Hal itu juga berpotensi besar mengancam ketahanan kesehatan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), untuk mencegah dan mengendalikan penyakit, suatu negara membutuhkan laboratorium kesehatan masyarakat (Labkesmas) yang komprehensif. Lab ini merupakan salah satu sistem yang mensinergikan dan mengkoordinasi semua laboratorium dari tingkat komunitas, kabupaten atau kota, provinsi, sampai nasional. Segala operasional lab, termasuk biaya dibebankan kepada negara.

Menurut data Kementerian Kesehatan , sampai saat ini ada 1.535 unit laboratorium kesehatan di seluruh Indonesia pada 2020. Rinciannya, 1.275 unit milik swasta, 228 unit milik pemerintah kabupaten dan kota, 28 unit milik pemerintah provinsi, dan 4 unit miliki Kementerian Kesehatan.

Masalahnya adalah dari begitu banyak laboratorium kesehatan belum ada peraturan yang mengatur tentang lab tersebut secara komprehensif dalam bentuk Labkesmas. Maksudnya, peraturan yang mencakup fungsi, kelembagaan, tanggung jawab, dan kedudukan di setiap tingkatan pemerintahan sesuai dengan bentuk Labkesmas rujukan WHO.

Saat ini istilah Labkesmas di Indonesia baru ada di Keputusan Menteri Kesehatan 364 Tahun 2003, belum ada pengaturan yang rinci. Laboratorium kesehatan yang ada hanya mencerminkan beberapa fungsi dari 13 fungsi Labkesmas sesuai standar WHO dan belum terorganisasi dengan baik.

Peran jejaring lab penting, malah dibubarkan

Dalam konteks Indonesia, banyak hal yang dapat mendekatkan manusia pada risiko ancaman kesehatan. Mulai dari perilaku manusia menggunakan pestisida dan anti mikroba secara berlebihan yang berdampak resistensi antibiotika.

Ada pula penyakit yang bersumber binatang (zoonosis) dan berpotensi menular kepada manusia. Penyakit yang merebak di suatu negara dan berpotensi menulari negara sekitarnya. Bahkan hingga masalah kesehatan lainnya yang dapat ditimbulkan akibat perubahan iklim, bencana alam, serta dampak penggunaan bahan kimia.

Selama ini laboratorium yang menangani kasus penyakit potensi wabah penyakit menular hanya menjalankan beberapa fungsi Labkesmas, yang diatur dalam Peratuan Menteri Kesehatan No. 658 Tahun 2009 tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi Emerging dan Re-Emerging (PINERE).

Dalam peraturan ini, jelas disebutkan jejaring laboratorium pemerintah mulai dari level nasional sampai daerah. Sayangnya, Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan sebagai koordinator jejaring lab dibubarkan setelah terbit Peraturan Presiden No 78 Tahun 2021 tentang Pembentukan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) pada Agustus 2021. Sampai kini pemerintah belum menerbitkan baru terkait koordinasi jejaring lab.

Keputusan tersebut sangat berpengaruh terhadap tugas pokok, fungsi, dan peran jejaring laboratorium tersebut dalam upaya penanganan penyakit dan potensi wabah di Indonesia. Jika ingin mencegah dan mengendalikan penyakit menular, pemerintah perlu menata kembali jejaring laboratorium tersebut.

Jejaring laboratorium tersebut pernah dan masih menangani pemeriksaan penyakit infeksi yang sedang mewabah (emerging) dan kembali mewabah (re-emerging), di antaranya, penyakit flu burung, Ebola, penyakit polio, Mers-Cov, Influenza A baru (H1N1), chikunganya, rabies, campak, demam berdarah, hepatitis, kolera, difteri, pertusis, antraks, dan leptospira.

Penyakit yang terakhir ditangani adalah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, disusul penyakit hepatitis misterius dan cacar monyet.

Mandat peraturan internasional

Salah satu dampak dari kekosongan hukum terkait keberadaan jejaring laboratorium dalam bentuk Labkesmas adalah dapat menyebabkan ketidakpastian dalam penanganan penyakit potensi wabah di masyarakat. Tidak ada koordinasi siapa melakukan apa, bagaimana sistem jejaring rujukan laboratorium, dan bagaimana perannya.

Bukan hanya WHO yang menyarankan setiap negara seharusnya memiliki jejaring lab yang terkoordinasi. Konvensi internasional yang diratifikasi Indonesia juga memandatkan hal itu.

Pertama, dalam International Health Regulations (IHR 2005), disebutkan tujuan IHR adalah untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara internasional. Juga untuk merespons atas masalah kesehatan masyarakat sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat. Pemerintah Indonesia mengklaim telah berhasil mengimplementasikan IHR 2005 secara penuh pada 2014, tapi perlu peningkatan.

Ada 8 kapasitas inti dalam IHR 2005 diharapkan setiap negara memiliki kemampuan deteksi dini, mencegah, dan respons yang adekuat terhadap setiap ancaman kesehatan masyarakat yang berpotensi menyebar antarnegara.

Kemampuan ini didasarkan pada sistem surveilans nasional dan peraturan perundangan yang telah ada di masing-masing negara. Salah satu dari 8 kapasitas inti adalah kapasitas laboratorium yang komponennya adalah

  1. Regulasi dan koordinasi laboratorium pelayanan

  2. Diagnostik dan konfirmasi pemeriksaan yakni laboratorium pelayanan yang memprioritaskan pengujian penyakit yang mengancam kesehatan dan adanya surveilan influenza

  3. Pengumpulan, pengepakan dan pengiriman spesimen

  4. Biosafety dan Biosecurity laboratorium (keselamatan dan keamanan di laboratorium)

  5. Surveilans berbasis laboratorium dengan adanya sistem pelaporan data.

Kedua, adanya forum kerja sama antarnegara yang bersifat terbuka dan sukarela. Tujuannya untuk memperkuat kapasitas nasional dalam penanganan ancaman penyakit menular dan kesehatan global yang disebut Global Health Security Agenda (GHSA). Agenda ini diluncurkan pada Februari 2014 dengan salah satu aksinya (dari 11 aksi) adalah penguatan sistem laboratorium nasional.

Ketiga, konsep One Health merupakan suatu konsep yang melihat bidang kesehatan baik kesehatan manusia, hewan, maupun kesehatan lingkungan saling bersinergi untuk mencapai kesehatan global.

Tujuan dari One Health adalah mengurangi risiko dampak tinggi penyakit pada antarmuka ekosistem hewan-manusia atau kesiapsiagaan terhadap pandemik melalui deteksi laboratorium.

Dengan demikian, Indonesia sangat membutuhkan laboratorium kesehatan masyarakat yang bekerja secara sinergi lintas Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Penguatan sistem lab nasional sangat mendesak

Dalam upaya pendekatan One Health, kita perlu regulasi setingkat peraturan pemerintah atau peraturan presiden. Sebab, implementasi pendekatan ini membutuhkan kerja sama lintas kementerian dan instansi: Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Pemerintah Indonesia perlu segera membuat regulasi untuk mengatur laboratorium kesehatan dalam bentuk Sistem Jejaring Labkesmas mulai tingkat nasional sampai daerah yang terintergrasi.

Regulasi ini sifatnya urgen dan bisa dilakukan setingkat Kementerian Kesehatan berupa keputusan menteri atau peraturan menteri kesehatan, atau bila memungkinkan dalam bentuk peraturan presiden.

Jika peraturan itu terbit, pemerintah sebaiknya membuat sistem laboratorium kesehatan masyarakat yang mengacu pada saran WHO. Secara teknis, tugas dan peran ini bisa diarahkan dalam program dalam Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan perlu menyusun pedoman Labkesmas secara detail, termasuk alat, sumber daya manusia, standar lab, dan jenis pemeriksaan.

Kekosongan hukum terkait jejaring lab kesehatan masyarakat tidak bisa dibiarkan terlalu lama karena penyakit menular sedang mengancam di depan mata setiap saat. Taruhannya adalah kesehatan dan nyawa penduduk!

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now