Menu Close

Apakah alien telah mengunjungi kita?

vchal/Shutterstock

Suatu malam, saat kembali ke gua yang berfungsi sebagai tempat berlindung bagi anggota sukunya, monyet humanoid Pengamat Bulan menemukan struktur kristal yang aneh, semacam monolit besar yang dengan cepat menarik perhatiannya, tetapi segera dilupakannya saat menyadari bahwa itu tidak bisa dimakan. Tak lama kemudian, fungsi sebenarnya dari monolit tersebut terungkap, yang tak lain adalah untuk menembus pikiran nenek moyang kita dan memberikan kemampuan baru yang pada akhirnya akan mengarah pada pengembangan kecerdasan yang mampu menciptakan teknologi.

Banyak pembaca yang akan mengenali alur cerita novel 2001. A Space Odyssey, karya Arthur C. Clarke, dan film dengan judul yang sama, yang disutradarai oleh Stanley C. Kubrick. Pada titik ini, kita tidak perlu mengomentari bahwa monolit yang kita bicarakan adalah hasil karya peradaban luar angkasa yang mengamati kehidupan planet-planet lain dan “bereksperimen” dengan mereka untuk mendorong pengembangan kecerdasan di sebanyak mungkin tempat di jagat raya.

Mencari jawaban sederhana untuk pertanyaan yang kompleks

Memahami bagaimana spesies kita menjadi cerdas adalah salah satu teka-teki evolusi yang masih belum terpecahkan. Produksi mutasi dengan efek kecil, diikuti dengan pemilihan mutasi yang paling menguntungkan, tampaknya merupakan proses yang terlalu lambat untuk struktur yang kompleks seperti sistem saraf dan otak untuk muncul. Kompleksitas inilah yang memungkinkan jutaan neuron berkomunikasi satu sama lain, menghasilkan kualitas seperti kemampuan untuk merespons rangsangan lingkungan secara sukarela atau mengajukan pertanyaan tentang sifat dasar manusia dan alam semesta.

Saat ini kita tahu bahwa ada mekanisme evolusi yang melibatkan lompatan besar dalam kompleksitas, tetapi ini tidak menghalangi kita untuk menggunakan kekuatan non-manusia - baik dewa, makhluk luar angkasa, maupun bentuk-bentuk energi - untuk menjelaskan sesuatu yang sulit dipahami.

Hal ini selalu terjadi dalam semua budaya. Contoh klasiknya adalah menghubungkan fenomena atmosfer yang umum terjadi - seperti guntur, petir, atau banjir - dengan kemurkaan Tuhan. Jika itu yang terjadi ketika kita belum meninggalkan bumi, tidak mengherankan jika kita beralih ke makhluk luar angkasa untuk menjelaskan fenomena lain yang hanya dapat diamati ketika bepergian di ketinggian menjadi bagian dari normalitas kita.

Iming-iming misteri

Kemungkinan bahwa kita telah dikunjungi oleh makhluk dari dunia lain selalu membuat kita terpesona. Terlebih lagi jika ditambah dengan unsur misteri.

Kami menemukan fenomena apa pun lebih menarik ketika fenomena itu tampaknya tersembunyi untuk beberapa alasan yang tidak jelas. Ketertarikan pada konspirasi memberi makan ide-ide tanpa dasar ilmiah, seperti ide bahwa Bumi itu datar, bahwa manusia belum mencapai bulan atau bahwa vaksin dapat memanipulasi perilaku kita.

Bahkan jika ide-ide ini berulang kali terbukti sebagai kebohongan, penyebarannya yang cepat melalui media sosial, dengan menggunakan bahasa yang sederhana yang menarik bagi perasaan kita, membuat mereka menjadi senjata yang sangat kuat.

Dugaan “bukti” untuk kunjungan makhluk luar angkasa sama berbedanya dengan ayat-ayat tertentu dalam Alkitab, atau representasi yang ada di beberapa petroglif - gambar yang dibuat dengan membuang bagian permukaan batu dengan mengukir- makhluk atau objek dengan penampilan yang mungkin menunjukkan makhluk luar angkasa atau pesawat ruang angkasa. Yang terakhir ini biasanya dalam bentuk piring terbang.

Namun kita tidak boleh lupa bahwa manusia selalu menciptakan makhluk-makhluk khayalan yang menyerupai dirinya dan yang ia kaitkan dengan sifat-sifat magis. Dia juga membayangkan dewa-dewanya, memberi mereka penampilan manusia dan, tidak mengherankan, hampir selalu menempatkan mereka di langit.

Kita melihat representasi ini dengan mata modern kita, dan ini membuat kita mengasosiasikannya dengan makhluk atau struktur luar angkasa, padahal sebenarnya mereka bisa merujuk pada hal lain.

Gambar petroglif yang ditemukan di Cub Creek (Utah, Amerika Serikat).

Ketika cerita yang tidak berdasar mengambil dimensi kolosal

Baru-baru ini, di Kongres Amerika Serikat, UFO (sekarang disebut UAP, singkatan dari “fenomena atmosfer tak dikenal”) kembali menjadi populer. Seorang mantan perwira intelijen Angkatan Udara mengklaim bahwa Pentagon memiliki puing-puing pesawat ruang angkasa asing dan “sisa-sisa biologis non-manusia”. Klaim tersebut diperkuat oleh kehadiran seorang pensiunan komandan Angkatan Laut dan mantan pilot Angkatan Laut.

Kenyataannya adalah semakin kita menjelajahi langit kita, semakin besar kemungkinan kita menemukan fenomena yang tidak dapat kita jelaskan. Namun, bukan berarti fenomena tersebut berasal dari luar bumi. Pengalaman menunjukkan bahwa dalam banyak kasus, fenomena tersebut berhubungan dengan efek optik, balon mata-mata atau cuaca, sampah antariksa, atau bahkan satelit yang dibuat oleh kita sendiri.

Di Spanyol juga ada banyak pembicaraan tentang pengalaman-pengalaman ini antara 1960-an dan 1980-an. Pada saat itu semua orang mengenal seseorang yang yakin bahwa mereka telah melihat UFO. Mereka bahkan menemukan sebuah exoplanet, Ummo, yang dihuni oleh peradaban yang lebih maju daripada kita dan yang menjalin kontak dengan karakter-karakter di bumi. Dalam surat-surat mereka, bangsa Ummo menjelaskan beberapa konsep seperti pewarisan genetik atau struktur sel.

Kenyataannya, saat ini, membaca beberapa surat ini hanya bisa membuat kita tersenyum. Kisah planet Ummo adalah sebuah penipuan kolosal, yang diakui oleh penciptanya sendiri.

Kebohongan tersebut menyebabkan terciptanya sebuah jaringan pedofil, sesuatu yang seharusnya membuat kita merenungkan konsekuensi mengerikan yang dapat ditimbulkan oleh penyebaran berita palsu.

Apakah kita menyangkal kemungkinan adanya peradaban cerdas di luar bumi?

Jawabannya, tentu saja tidak. Alam semesta sangat luas dan sangat mungkin proses yang mirip dengan proses yang menyebabkan munculnya kehidupan di Bumi juga terjadi di planet lain. Tapi, planet-planet itu masih jauh untuk dikunjungi oleh makhluk hidup.

Planet di luar tata surya berada jauh dan kita dibatasi oleh kecepatan cahaya, yang menurut hukum fisika yang ditetapkan Einstein, tidak bisa dilampaui. Perjalanan ke planet di luar tata surya yang “dekat” akan memakan waktu ribuan tahun. Mungkin peradaban yang lebih maju dapat mengurangi waktu tersebut, tetapi tidak sampai membuatnya mudah dan biasa.

Bagaimanapun, jika ada sisa-sisa pesawat ruang angkasa dan makhluk luar angkasa yang tersimpan di suatu tempat, mengapa tidak menunjukkannya? Para ilmuwan akan dengan senang hati menganalisis bahan organik tersebut untuk melihat bagaimana ia terorganisir, jenis metabolisme apa yang mendukungnya, atau molekul apa yang digunakannya untuk menyimpan informasi genetik.

Selama belum ada bukti, kita tidak berbicara tentang sains, kita berbicara tentang cerita. Dan cerita bisa sangat menghibur untuk menghabiskan waktu, tapi, setidaknya cerita semacam ini tidak membantu membangun pandangan yang lebih akurat tentang realitas.


Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Spanyol

This article was originally published in Spanish

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now