Menu Close
Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan (tengah) menyampaikan paparan dalam acara diskusi Desak Anies di Semarang, Jawa Tengah, Senin (5/2/2024). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/foc.

Cek Fakta: Anies sebut kebijakan pendidikan antara sekolah negeri dan swasta tidak setara. Benarkah demikian?

“…Kita selama ini menyaksikan ada kebijakan yang tidak setara antara negeri dan swasta, antara umum dan agama, dan ini salah satu yang ingin kita koreksi, supaya pendidikan swasta sama majunya dengan pendidikan yang difasilitasi negara.”

– Anies Rasyid Baswedan, calon presiden nomor urut 1, menjawab pertanyaan seorang guru pesantren di acara dialog Desak Anies di Purwokerto, Jawa Tengah, Rabu 24 Januari 2024.

Untuk memverifikasi pernyataan tersebut, The Conversation Indonesia menghubungi Muhammad Naufal Waliyuddin, peneliti kajian kepemudaan dan keagamaan sekaligus kandidat doktor di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Analisis: tidak setara dalam berbagai aspek

Pernyataan Anies benar.

Kajian Center for Indonesian Policy Studies tahun 2018, misalnya, menunjukkan bahwa pendanaan publik untuk sekolah swasta berbiaya rendah.

Struktur pendanaan ini mencakup empat kategori besar, yaitu: investasi langsung, subsidi, bantuan siswa miskin, dan dana hibah (Bantuan Operasional Sekolah/BOS). Sekolah negeri memiliki akses kepada dana pemerintah berdasarkan kategori kedua, ketiga dan keempat. Sementara untuk sekolah swasta, termasuk Madrasah dan Pesantren, hanya bisa mengakses kategori keempat (BOS) saja.

Dana BOS ini pada mulanya memang bertujuan untuk menurunkan pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan dasar di Indonesia. Hanya saja, kebijakan ini cenderung memberi keuntungan bagi sekolah negeri dan posisi swasta kurang menguntungkan karena keterbatasan akses, kendati sama-sama memiliki peserta didik kurang mampu.

Makalah diskusi Pendanaan Publik untuk Sekolah Swasta Berbiaya Rendah. CIPS.

Riset yang sama juga menunjukkan bahwa pada level kabupaten dan provinsi, sering kali pendanaan hanya terbatas bagi sekolah negeri, sementara madrasah dan pesantren kurang memperoleh dukungan dana dari pemerintah daerah secara rutin.

Kendati begitu, Kementerian Agama (Kemenag) selaku institusi yang memayungi madrasah dan pesantren telah memulai persiapan penyaluran dana BOS pada pesantren tahun 2023 sebesar Rp340 Miliar.

Jika mengacu ke data terbaru Kemenag, ada 4,9 juta santri yang tersebar di 39.551 pesantren di Indonesia. Meski demikian, data ustad/pengajar pesantren yang terdata dan tersertifikasi masih terbilang sangat sedikit.

Di Jawa Timur, contohnya, lembaga pesantren yang terdaftar di Sistem Informasi Ketenagaan Pesantren (SIKAP) Kemenag berjumlah 19.266 unit, dengan jumlah ustad tersertifikasi hanya 909 orang, sementara yang belum sebanyak 72.928 orang.

Dari segi kebijakan pendidikan, ada banyak keluhan dari pihak tenaga pendidik maupun pengurus sekolah swasta. Di antaranya hawa kompetitif yang mengakibatkan sekolah swasta kekurangan siswa, favoritisme antara sekolah negeri atas swasta, persepsi masyarakat, dan kebijakan pendidikan, seperti zonasi misalnya, yang dianggap belum adil dan tidak menyelesaikan persoalan.

Selain itu, perbedaan kejelasan status dan kesejahteraan sosial membuat banyak guru swasta mendaftar Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sehingga pengelola sekolah swasta merasa dirugikan karena kehilangan tenaga pendidik yang berkualitas.

Dari ketegangan tersebut, muncul efek samping lain yaitu ratusan peserta PPPK mengundurkan diri di tahun 2022. Alasannya cukup beragam, mencakup pertimbangan gaji dan dana pensiun, lokasi penempatan, hingga kehilangan motivasi atau dukungan kerabat dekat.

Jangan lupakan swasta

Sekolah swasta berkontribusi besar pada dunia pendidikan nasional. Laporan statistik BPS mencatat jumlah sekolah di Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023 sebanyak 399.376 unit.

Dari jumlah tersebut, mayoritas tingkat TK (94,67%) dikelola swasta, sementara untuk MI sebanyak 93,54% dari 26.503 unit dikelola oleh swasta. Adapun jenjang MTs, ada 92,03% dikelola swasta. Kemudian sebesar 50,92% dari total SMA adalah sekolah swasta. Untuk tingkat SMK, ada 74,11% milik swasta dan MA sebanyak 91,75%.

Hal ini menunjukkan jumlah sekolah swasta yang cukup signifikan sehingga peran sekolah swasta dalam pendidikan Indonesia tidak bisa diabaikan.

Dengan kata lain, perlu adanya pertimbangan serius dan peninjauan ulang kebijakan pendidikan di Indonesia. Salah satunya melalui dialog antara pihak pemangku kebijakan (legislatif dan eksekutif) dengan semua pelaku pendidikan, termasuk dari kalangan swasta.


Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now