Menu Close

Coronavirus mingguan: dari mana negara-negara akan menemukan uang untuk memitigasi bencana ekonomi?

Christine Roy/Unsplash

Penanganan pandemi COVID-19 telah menghasilkan upaya-upaya kebijakan publik yang tegas di seluruh dunia, termasuk lockdown yang ditujukan untuk mengurangi interaksi manusia seminimal mungkin. Upaya-upaya ini telah membuat mayoritas aktivitas ekonomi terhenti dan mengakibatkan dampak yang mengerikan, memaksa perusahaan-perusahaan untuk memecat jutaan pekerja di seluruh dunia.

Untuk memitigasi dampak sosial dan ekonomi, pemerintah-pemerintah telah secara dalam merogoh keuangan mereka yang beberapa di antaranya sudah ketat. Semua ini di luar dan di atas sumber daya yang pemerintah-pemerintah harus suntikkan ke sistem kesehatan mereka ketika memerangi pandemi ini. Pengeluaran tambahan ini datang pada waktu berhentinya aktivitas ekonomi telah mengurangi penerimaan pajak, membuat kantong pemerintah mendapatkan tekanan lebih lanjut.

The Conversation telah mengumpulkan analisis-analisis dari isu ini dari jaringan para ahli. Dalam ringkasan ini kami menyarikan beberapa artikel dari minggu sebelumnya. Artikel-artikel ini menyangkut anggaran negara pasa masa COVID-19, bagaimana bekerja secara jarak jauh memperburuk kesenjangan, dampak pandemi ini pada inflasi, bertambahnya pengangguran, dan kemungkinan bertambahnya beban utang untuk para generasi mendatang.


Ini adalah round-up mingguan kita berisi informasi para ahli tentang coronavirus.

The Conversation, sebuah grup nirlaba, bekerja dengan berbagai akademisi di seluruh jaringan globalnya. Bersama kami menghasilkan analisis berbasis bukti dan ilmu pengetahuan. Artikel-artikel ini gratis untuk dibaca–tidak ada biaya apapun–dan untuk diterbitkan kembali.

Tetap dapatkan penelitian terbaru dengan membaca newsletter kami.


Apa yang berbagai negara lakukan

Pemerintah memiliki dua opsi untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran tambahan: pajak yang lebih tinggi dan menambah utang.

  • Indonesia Telah memutuskan untuk mengeluarkan obligasi atau surat utang negara untuk mendanai sebuah paket stimulus demi meredam dampak COVID-19. Nurhastuty K. Wardhani menjelaskan bahwa utang dengan jangka waktu sangat panjang dan berdenominasi dalam dolar AS kemungkinan besar akan menjadi sebuah beban untuk generasi selanjutnya.

  • Argentina sedang mencari cari cara untuk menaikkan pajak sebagai jalan keluar krisis ekonomi akibat COVID-19. Alejandro Milcíades Peña dan Matt Barlow menjelaskan mengapa hal ini berisiko untuk sebuah negara yang sudah punya pajak yang tinggi.

  • Selandia Baru seharusnya mengeluarkan sebuah pengeluaran yang agresif namun terukur, ujar Ilan Noy. Tanpa pengeluaran itu, beban dari perkiraan ekonomi berbentuk kurva L akan lebih besar bagi generasi yang akan datang dibandingkan segala macam utang yang pemerintah kemungkinan akan ambil untuk membuat sebuah vaksin atau menjaga bisnis tetap berjalan dan orang-orang tetap bergaji. Norman Gemmell menjabarkan bagaimana seharusnya anggaran negara selanjutnya saat negara bersiap untuk mencabut lockdown untuk COVID-19.

  • Sejumlah negara di Afrika menghadapi keuangan publik yang menipis, beberapa telah kesusahan untuk membayar utangnya. Karena itu telah berkembang usulan-usulan untuk bantuan utang. Walaupun begitu, Rodrigo Olivares-Caminal berargumen bahwa semua ajuan moratorium harus melibatkan peminjam dan investor-investor untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan dan berakibat buruk bagi Afrika.

  • Kanada memperkirakan defisit anggaran akan bertambah sebesar 12 kali tahun ini, akibat dari penurunan tajam dari estimasi penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah yang luar biasa untuk mendukung ekonomi dan menangani pandemi. Walaupun begitu, menurut Patrick Lebland hal ini mungkin tidak akan berakibat meningkatnya pajak.

grafis ini menunjukkan rata-rata yield dari surat utang negara tiga sampai 5 tahun dari Kanada. Biaya berhutang untuk pemerintah federal telah turun semenjak pandemi coronavirus dimulai. (Bank of Canada)
  • Amerika Serikat mencatat angka pengangguran mengalami kenaikan dari 4,4% pada Maret ke 14,7% di April, walaupun begitu Jay L. Zagorsky beranggapan bahwa angka pengangguran tidak akan mencapai 25%, angka tertinggi yang terjadi ketika depresi tahun 1933. Menurut dia, krisis ini tidak akan berlangsung lama dan ekonomi AS akan mengalami tumbuh kembali ketika orang-orang kembali melanjutkan aktivitas ekonomi mereka.

  • Australia melalui bank sentralnya telah memperkirakan pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan yang terlalu optimistis (satu dari 13 orang di Australia akan kehilangan pekerjaannya) untuk dua tahun mendatang, menurut pendapat dari Peter Martin. Berkaca pada apa yang terjadi setelah krisis finansial global pada tahun 2008, ia melihat sebuah pemulihan dengan kurva yang lebih seperti perahu dengan dasar yang datar.

Sementara itu, Alan Shipman waspada akan bahaya-bahaya penurunan lebih jauh dari inflasi harga konsumen. Ketika konsumen merasakan bahwa harga-harga akan terus turun, mereka akan menghindari pengeluaran untuk pembelian yang tidak penting dan berharap untuk bisa membelinya nanti ketika harganya akan menjadi lebih murah lagi. Perilaku seperti ini akan berujung pada menurunnya belanja konsumen, salah satu penggerak dari aktivitas ekonomi.

Apa yang terjadi ketika kapital berhenti mengalir? (Kate Townsend/Unsplash)

Tempat kerja dan kesenjangan

  • Kantor akan berubah setelah pandemi. Dave Cook menjabarkan lima tren yang akan membentuk seperti apa kantor masa depan.

  • Kerja jarak jauh bisa menjadi sebuah sumber untuk kesenjangan secara sosial ekonomi, ujar Ugo Lachapelle dan Georges A. Tanguay. Walau dimaksudkan untuk memperlambat penyebaran pandemi, peneliti menganalisis data Canadian General Social Survey (GSS) tahun 2015 untuk menunjukkan bahwa bekerja dari rumah menambah pendapatan pribadi. Namun pekerjaan yang memiliki banyak pekerja berupah rendah akan memiliki lebih sedikit jumlah pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah dan tidak mendapat keuntungan.

Source: 2015 Canadian General Social Survey (GSS), weighted to represent the Canadian workforce.

Sign up to The Conversation

Dapatkan berita terbaru dan nasehat tentang COVID-19, langsung dari para ahli di mailbox Anda. Bergabunglah dengan ribuan yang mempercayai para ahli dengan berlangganan newsletter kita.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now