Menu Close
Merapi salah satu gunung berapi yang dipantau oleh para ilmuwan dunia tahun ini. Shutterstock

Gunung api Indonesia ada di daftar yang dipantau ilmuwan dunia 2018

Erupsi Gunung Agung di Pulau Bali mengundang perhatian media sedunia, walaupun letusan-letusan vulkanik bukan hal baru di Indonesia sebetulnya. Dari 139 gunung api “aktif” di negeri ini, ada 18 yang dinaikkan tingkat siaganya saat ini, menandakan aktivitas seismik yang lebih tinggi dari normal, deformasi tanah dan emisi gas. Dalam skala global, pada setiap pekan pada tahun 2017, setidak-tidaknya ada antara 14 dan 27 gunung api meletus.

Sebagian besar aktivitas vulkanik yang diawasi berlangsung di sepanjang Cincin Api Pasifik, sebuah kawasan di sekeliling Samudra Pasifik di mana beberapa lempeng tektonik bertemu, menyebabkan gempa bumi dan serangkaian apa yang disebut para geolog sebagai gunung api zona subduksi.

Erupsi-erupsi lain terjadi pada gunung api-gunung api di bagian pedalaman benua seperti Ol Doinyo Lengai di Tanzania, atau di pulau-pulau oseanik seperti Hawaii. Banyak juga yang berlangsung di tempat yang tersembunyi dari pandangan di dasar laut, dengan beberapa gunung api bawah air paling aktif yang terletak di busur kepulauan Tonga-Kermadec di Pasifik barat daya.

Mengenali cincin api. Global Volcanism Program, Smithsonian Institution

Erupsi-erupsi di daratan saat ini merentang dari efusi lava cair hingga ledakan ukuran menengah dan itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan erupsi terbesar dalam sejarah Bumi. Bahkan erupsi tahun 1815 Gunung Tambora, juga di Indonesia, boleh jadi adalah erupsi terbesar dalam catatan sejarah mutakhir, hanyalah kurcaci dibandingkan erupsi-erupsi super dahsyat di masa lalu geologis seperti erupsi gunung api Toba di Sumatra sekitar 74.000 tahun lampau. Toba memuntahkan kurang lebih 70 kali lebih banyak magma daripada Tambora, turut menyebabkan bumi memasuki zaman es lagi dan mungkin bahkan menciptakan sebuah leher botol genetik dalam evolusi manusia.

Sesungguhnya, Toba adalah erupsi terbesar dalam 25 juta tahun terakhir, sehingga tidak banyak kemungkinan terjadinya bencana serupa dalam waktu dekat. Kendati demikian, erupsi-erupsi berukuran kecil hingga menengah yang sering terjadi itulah yang menyodorkan ancaman vulkanik konstan. Di seluruh dunia saat ini, sekitar 800 juta orang hidup dalam radius 100km, 29km, dan 10km dari gunung api aktif.

“Ancaman vulkanik”, sebuah ukuran yang memadukan tingkat bahaya dan jumlah orang yang berpotensi terkena bahaya itu, yang paling tinggi sejauh ini adalah di Indonesia, disusul oleh Filipina, Jepang, Meksiko, dan Ethiopia. Bersama-sama, kelima negara ini merupakan lebih dari 90% total ancaman vulkanik global. Meski begitu, berkenaan dengan proporsi populasi, ancaman vulkanik paling tinggi berada di pulau-pulau kecil seperti Montserrat, yang sepenuhnya vulkanik.

Gunung api mana yang perlu diawasi pada tahun 2018? Sebagian gunung api yang saat ini menunjukkan tanda-tanda gejolak mungkin akan tenang begitu saja tanpa erupsi, sementara sebagian lainnya mungkin memasuki sebuah fase erupsi dalam beberapa bulan ke depan dan perlu diawasi serta dipantau secara cermat.

Di samping Gunung Agung, berikut adalah sebagian dari gunung api-gunung api yang kami pilih untuk dicermati:

Kirishima, Jepang

Salah satu gunung api yang tidak begitu dikenal tetapi paling aktif di Jepang, Kirishima, adalah sekelompok kerucut vulkanik dengan erupsi-erupsi yang tercatat secara sporadis sejak tahun 742. Sebuah erupsi pada salah satu kerucut itu, Shinmoedake, pada tahun 2011 adalah yang terbesar di Kirishima selama lebih dari 50 tahun. Shinmoedake meletus untuk pertama kalinya dalam enam tahun pada Oktober, gumpalan asap membumbung sampai 200 meter di atas kaldera. Saat ini, tingkat siaganya tetap tinggi.

Merapi, Indonesia

Merapi adalah salah satu gunung api paling berbahaya di Indonesia karena frekuensi erupsi dan lereng berpenduduk padatnya. Menelan korban hampir 400 jiwa, erupsinya pada tahun 2010 sejauh ini adalah yang paling mematikan pada abad ke-21. Mungkin ada yang berpendapat bahwa erupsi Merapi berikutnya mestinya sudah terjadi, walaupun tidak ada tanda-tanda awal peningkatan aktivitas atau gejolak vulkanik.

Öræfajökull, Islandia

Gunung api yang diselimuti es ini sudah meletus dua kali sejak pemukiman awal Islandia, termasuk erupsi eksplosif terbesar di negara itu pada tahun 1362 dan erupsi berikutnya pada tahun 1727-28. Dalam kedua kasus itu erupsi disusul oleh banjir bandang yang mematikan, ketika air lelehan dari danau subglasial di gunung itu mendadak tumpah. Öræfajökull tampaknya sedang menggeliat. Getaran-getaran seismik kecil dalam gunung api itu sudah direkam sejak Agustus 2017 dan, pada November, sebuah depresi pada permukaan es dalam kaldera utama terlihat—sebuah fenomena yang biasanya disebabkan oleh melelehnya es di bawah permukaan ketika panas meningkat.

Öræfajökull pada 10 November. Bagian kabur di tengah menunjukkan es yang meleleh. Antti Lipponen/Sentinel–2B, CC BY-SA

Popocatépetl, Meksiko

“Gunung Berasap” Meksiko terletak 70km di sebelah tenggara Kota Meksiko dan merupakan gunung api paling aktif di negara itu. Gunung api ini sedang mengalami erupsi—yang sebentar-sebentar terjadi sejak tahun 2005—dengan kubah lava yang membesar, ledakan, gumpalan-gumpalan abu membumbung sampai beberapa kilometer dan hujan abu menimpa kawasan sekitarnya.

‘Gunung Berasap’ di Meksiko. Shutterstock

Villarrica, Chile

Gunung api Villarrica yang tertutup es adalah salah satu dari sedikit gunung api di dunia yang memiliki danau lava aktif. Peningkatan bertahap aktivitas seismik dan danau lava, menghasilkan air mancur lava yang tingginya sampai 150 meter, sudah didokumentasikan sejak pertengahan November 2017.

Ketika Villarrica meletus pada tahun 2015 gunung api itu memuntahkan abu dan lava sejauh 1.000 meter ke udara. Warehouse of Images / shutterstock

Kilauea, Amerika Serikat

Gunung api Kilauea di Pulau Besar di Hawaii memuntahkan lava basalt nyaris terus-menerus selama 35 tahun dan tidak ada alasan untuk memperkirakan erupsi ini akan berakhir dalam waktu dekat. Gunung api ini terus meletus di puncaknya dan dari ventilasi Puʻu ʻOʻo di Zona Retakan Timur, menghasilkan aliran lava yang kadang-kadang masuk ke lautan.

Ravioli kalengan vs lava Puʻu ʻOʻo.

Itulah sebagian gunung api yang perlu dipantau dengan cermat selama beberapa pekan dan bulan ke depan. Tapi gejolak vulkanik bisa juga dimulai mendadak di gunung api-gunung api yang tidur seperti Hekla di Islandia yang, berdasarkan rekaman beberapa dekade lampau, mengalami erupsi besar mendadak setelah periode tidak aktif. Ia mungkin bangun lagi tanpa banyak peringatan.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now