Menu Close
Alat peraga kampanye di DKI Jakarta. Jhogy Nabhasa Siahaan/Antara Foto

Riset tunjukkan sikap partai politik terhadap isu iklim, transformasi digital, dan pembangunan IKN

Besok, 14 Februari 2024, tidak kurang dari 200 juta penduduk Indonesia akan berkesempatan memberikan suaranya untuk memilih presiden dan wakil presiden serta jajaran wakil rakyat yang akan menjabat selama lima tahun ke depan.

Dengan masa kampanye yang cukup singkat, kurang lebih dua bulan, para kandidat telah memanfaatkan ruang digital, terutama media sosial, sedemikian rupa, sebagai saluran untuk menggaet suara pemilih.

Mengingat hampir 60% dari total 204 juta daftar pemilih tetap (DPT) adalah pemilih muda, partai-partai politik kemudian membangun strategi agar diminati pemilih.

Center for Digital Society (CfDS) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), Universitas Gadjah Mada, melakukan kajian analisis Big Data selama satu tahun terakhir untuk melihat narasi yang hendak dibawa oleh partai politik peserta Pemilu 2024. Secara khusus, kajian ini melihat narasi mereka di media sosial terkait tiga isu yang cukup hangat diperbincangkan dalam beberapa tahun terakhir, yaitu perubahan iklim, transformasi digital, dan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).

Kajian analisis Big Data ini fokus pada media sosial X (dulunya Twitter) dan fokus pada lima partai politik pemenang Pemilu 2019, yaitu PDI-Perjuangan (PDIP), Gerindra, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasdem. Ini karena sejumlah lembaga survei memprediksi bahwa lima partai politik yang kemungkinan besar akan mendapatkan suara terbanyak pada Pemilu 2024 tidak akan jauh berbeda dari partai politik pemenang Pemilu 2019 lalu.

Isu perubahan iklim

Komitmen global, utamanya Paris Agreement pada tahun 2015, telah membentuk nilai bersama bahwa pengurangan emisi gas karbon merupakan agenda utama. Dasar ini yang seharusnya mendorong pemimpin di Indonesia untuk turut menjadikan perubahan iklim sebagai agenda penting, dan secara sadar telah masuk dalam kesadaran publik.

Namun, kajian analisis kami menunjukkan bahwa tidak semua partai politik fokus membahas isu perubahan iklim dalam ruang digital.

Dari lima partai pemenang Pemilu 2019, hanya PDIP dan Golkar yang fokus terhadap isu perubahan iklim, itu pun perbincangannya masih sangat minim. PDIP hanya memperbincangkan 11 kali di X sepanjang 2023, sedangkan Golkar hanya 18 kali.

Isu transformasi digital

Dorongan transformasi digital bukanlah hal yang baru. Terbukti sejak tahun 2014, Presiden Joko “Jokowi” Widodo beserta jajarannya berupaya memberikan keadilan teknologi bagi seluruh wilayah di Indonesia.

PDIP menjadi partai yang mendominasi perbincangan tentang isu ini. Isu ini bahkan telah menjadi isu prioritas bagi calon presiden (capres) yang diusung PDIP, yaitu Ganjar Pranowo.

Di sisi lain, Golkar dan Nasdem sangat minim memperbincangkan tentang transformasi digital. Unggahan mereka terkait isu tersebut hanya kurang dari 8 cuitan di X. Sedangkan Gerindra dan PKB terpantau tidak pernah memperbincangkan isu transformasi digital di sosial media mereka masing-masing, setidaknya sampai memasuki tahapan kampanye Pemilu pada bulan November 2023.

Isu IKN

Gagasan pemindahan ibu kota melalui proyek pembangunan IKN di Kalimantan Timur telah menjadi agenda prioritas selama periode kedua kepemimpinan Jokowi. Serangkaian persiapan telah dilakukan baik dari aspek regulasi maupun kesiapan pendanaan.

Dari aspek regulasi, ada Undang-undang (UU) No. 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 63 Tahun 2022 tentang Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. Sedangkan dari segi kesiapan pendanaan, telah banyak investasi yang masuk dari perusahaan dalam maupun luar negeri.

Terkait isu IKN, seluruh partai politik pemenang Pemilu 2019 memiliki kesamaan visi, yakni bahwa IKN merupakan proyek isu strategis.

Secara berurutan, PDIP menjadi partai yang paling sering memperbincangkan tentang IKN, sebanyak 62 cuitan. Ini dapat dipahami karena PDIP merupakan partai tempat bernaungnya Jokowi, presiden yang menginisiasi dimulainya pembangunan IKN.

Sementara Nasdem menjadi partai yang paling sedikit memperbincangkan tentang IKN, hanya 11 cuitan. Nasdem saat ini bisa disebut berada di kubu yang berseberangan dengan pemerintah. Partai ini mengusung kandidat capres Anies Baswedan beserta pasangannya, Muhaimin Iskandar.

Paslon ini kerap mengkritik ambisi pembangunan IKN dengan alasan bahwa masalah di Jakarta tidak akan selesai hanya dengan memindahkan ibu kota.

Sementara itu, Golkar membicarakan isu ini sebanyak 23 cuitan, sedangkan Gerindra PKB masing-masing 22 dan 15 cuitan. Ini menujukkan bahwa partai politik menganggap IKN sebagai isu prioritas dalam Pemilu 2024, bahkan tampaknya skala prioritasnya di atas isu perubahan iklim apalagi transformasi digital.

Telaah lebih detail atas cuitan yang disampaikan oleh masing-masing partai politik menemukan adanya kecenderungan unggahan di media sosial.

Kecenderungan tersebut adalah baik PDIP, PKB, Gerindra, Golkar dan Nasdem kerap mengunggah cuitan berupa foto sosok tokoh yang disertai kutipan. Artinya, dimensi ‘ketokohan’ tersirat. Tujuannya untuk membangun nuansa bahwa tokoh tersebut mendukung, atau tidak mendukung, semisal berkaitan dengan program food estate ataupun pembangunan IKN.

Sebenarnya secara tidak langsung, partai-partai tersebut memiliki motif melakukan endorsement pada kader-kadernya ataupun calon yang diusungnya, hanya saja dengan menitikberatkan pada isu-isu yang relevan guna menegaskan sikap mereka masing-masing terhadap isu tersebut.

Temuan-temuan riset ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi peningkatan pengetahuan pemilih muda terkait posisi partai politik dalam tiga isu hangat yang tengah diperbincangkan publik.

Harapannya, pemilih muda dapat terhindar dari bibit-bibit kampanye negatif yang muncul pada masa kampanye di ruang digital dan lebih mengedepankan dimensi substantif tentang partai politik manakah yang mengusung isu pemilih muda.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now