Menu Close
Puluhan rumah di atas air.
Pemukiman suku Bajo, Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, yang berada di atas laut mulai dikunjungi wisatawan setelah sepi akibat pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/aww.

75 tahun merdeka, Indonesia masih punya banyak potensi kembangkan sektor kelautan dan perikanan

Artikel ini bagian dari rangkaian tulisan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia.


Diapit oleh Samudra India dan Pasifik, Indonesia memiliki potensi ekonomi kelautan yang luar biasa.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020 memperkirakan potensi ini bisa mencapai US$ 1338 miliar atau Rp19,6 triliun per tahun.

Selain itu, Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 16.000 pulau dan terkenal akan kekayaan keanekaragaman hayati laut (8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 spesies biota terumbu karang).

Seorang pemandu wisata memperagakan atraksi gerakan salto dengan 'flyboard' di kawasan pantai wisata bahari Tanjung Benoa, Bali.
Kawasan Wisata Bahari di Tanjung Benoa menjadi tujuan wisata utama bagi wisatawan di Bali yang ingin merasakan berbagai atraksi di laut seperti ski air, jet ski, flyboard, sea walker dan para sailing. ANTARA FOTO/Zarqoni Maksum/ama/17

Permasalahannya adalah bahwa potensi luar biasa ini belum bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia secara optimal.

Publikasi PDB Maritim Indonesia 2010-2016 yang dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa kontribusi sektor kelautan di Indonesia terhadap ekonomi bangsa masih jauh dari harapan, yaitu hanya sekitar 6% dari Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2018.

Namun secara perlahan, hampir seluruh provinsi di Indonesia memiliki rencana pengelolaan kawasan laut mereka (tata ruang laut) atau nama resminya, Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3) sejak tahun 2014.

Dokumen ini digunakan untuk memetakan pemanfaatan sumber daya kelautan secara berkelanjutan setidaknya selama 20 tahun mendatang.


Read more: Mengubah anjungan minyak menjadi wisata terumbu karang, mungkinkah?


Bukan tidak mungkin, sektor kelautan memiliki kesempatan untuk menjadi salah satu penopang ekonomi negeri ini di masa depan.

Berikut beberapa potensi kelautan Indonesia yang dapat dikembangkan secara ekonomi:

Kawasan konservasi perairan

Indonesia sudah menetapkan lebih dari 20 juta hektare kawasan konservasi perairan (Marine Protected Areas) pada tahun 2020.

Awalnya, proses penetapan kawasan konservasi laut di Indonesia dianggap hanya mengeluarkan biaya tanpa ada pemasukan. Namun, pengelolaan kawasan konservasi laut ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Grafik kawasan konservasi perairan tahun 2019.
Capaian Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2019. Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut.

Nilai ekonomi ini berasal dari kegiatan pemanfaatan riset yang menggali potensi kelautan dan perikanan bagi manusia.

Selain itu, konservasi laut juga memberikan nilai ekonomi dalam bentuk kelebihan (spill over) sumber daya ikan yang dapat dimanfaatkan nelayan di luar kawasan konservasi.

Pemanfaatan ekowisata di kawasan konservasi perairan juga akan mendatangkan keuntungan ekonomi dalam bentuk pemasukan daerah melalui kunjungan turis lokal maupun mancanegara.

Ditambah lagi, konsep ekosistem yang menjaga keseimbangan ekosistem akan membantu upaya perlindungan alam.

Lalu, kekayaan keanekaragaman hayati yang bermanfaat untuk bahan baku obat-obatan, kosmetika, hingga pangan juga memiliki nilai ekonomi.

Laut juga menyimpan sumber daya energi terbarukan yang bisa diberdayakan seperti panas air laut, gelombang laut, hingga arus laut.

Laut juga menyimpan sumber daya energi tidak terbarukan di dasar laut, seperti minyak dan gas bumi.

Sayangnya, potensi ini sampai sekarang masih belum dapat dimanfaatkan, karena belum adanya kemauan politik yang kuat, baik pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya, terkait pengembangan sumber daya energi ini.

Pariwisata

Pariwisata bahari adalah raksasa tidur yang harus segera dibangunkan karena sektor ini menjadi salah satu ekspor utama negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sektor ini berpotensi menjadi sumber devisa yang sangat signifikan setelah minyak bumi. Selain itu, wisata bahari juga menjadi sumber pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja.

Publikasi PDB Maritim Indonesia 2010-2016. menyebutkan bahwa pencapaian tertinggi wisata bahari menyumbang 4.88% pada tahun 2015.

Pemerintah Indonesia sendiri berambisi untuk meningkatkan angka ini hingga 2 kali lipat atau setara dengan kedatangan 20 juta wisatawan mulai tahun 2019.

Seekor Komodo (Varanus komodoensis) berjalan di pinggir pantai Pulau Komodo, di Komplek Taman Nasional Komodo, NTT
Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu dari 10 wisata prioritas Indonesia. FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf/ss/nz/10

Pariwisata bahari merupakan kegiatan yang melibatkan pengetahuan interdisiplin seperti pariwisata, ilmu kelautan, geografi, ilmu sosial, psikologi, ilmu lingkungan, ekonomi, pemasaran dengan berbagai isu manajemen laut.

Sehingga, untuk mengembangkan pariwisata bahari memerlukan perencanaan dan pengembangan yang terintegrasi, antarsektor, antarwilayah, dan antardisiplin ilmu.

Tahun 2015, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengumumkan 10 destinasi wisata prioritas, yang diproyeksikan menjadi “Bali Baru”. Setidaknya 6 dari 10 lokasi tersebut merupakan wisata bahari.

Belum ada data keseluruhan, namun pandemi ini berpotensi menyebabkan Indonesia kehilangan US$4 miliar atau Rp58,8 triliun dari kunjungan wisatawan asing dari Cina saja.

Meskipun demikian, sektor ini tetap akan menjanjikan dalam jangka panjang sehingga pemerintah harus terus-menerus mengembangkannya.

Kekayaan arkeologi

Potensi laut yang selama ini luput dari perhatian adalah kekayaan arkeologi atau harta karun di wilayah laut Indonesia.

Harta karun atau potensi arkeologi ini berasal dari kapal karam di masa lalu yang membawa berbagai barang berharga seperti koin mas, dan barang-barang antik.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2000 menyebutkan ada 463 lokasi kapal tenggelam (shipwrecks) yang tersebar di perairan Indonesia.

Dari sisi ekonomi, lokasi kapal tenggelam ternyata memiliki potensi ekonomi antara antara US$80,000 (Rp1,1 miliar) hingga US$18 juta (Rp264 miliar).

Selain nilai ekonominya, harta karun tersebut juga bisa menjadi tujuan pariwisata yang bisa menghasilkan antara US$800 (Rp11,7 juta) hingga US$126 ribu (Rp1,8 miliar) per bulan per lokasi.

Contohnya, wisata menyelam di desa Tulamben, kabupaten Karangasem, Bali, untuk melihat kerangka kapal USAT Liberty, sebuah kapal kargo milik Amerika Serikat yang tenggelam saat Perang Dunia II, tahun 1942.

Menyelam di USAT Liberty Wreck Tulamben, kabupaten Karangasem, Bali. Sumber video: Samudra Visions.

Kebijakan pendukung

Untuk mengoptimalkan potensi dan kesempatan sektor kelautan di atas, pemerintah perlu membangun infastruktur laut dan mengeluarkan kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan tanpa lupa menjamin perlindungan terhadap keanekaragaman hayati kelautan.

1) Infrastruktur laut

Indonesia sudah mulai membangun tol laut sejak tahun 2015.

Tol laut merupakan sistem transportasi antar pulau menggunakan kapal-kapal besar untuk distribusi logistik. Sistem ini penting bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

Hingga tahun 2020, sudah ada 99 pelabuhan yang terkoneksi dengan tol pelabuhan. Angka ini berkembang pesat dari 31 pelabuhan pada tahun 2016.

Aktivitas bongkar muat di pelabuhan.
Kementerian Perhubungan mengoptimalkan peran tol laut untuk melayani pengiriman logistik ke 26 trayek menggunakan 26 kapal dengan 99 pelabuhan singgah di seluruh Indonesia saat pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/aww

Selain membangun tol laut, pemerintah juga perlu meningkatkan kapasitas armada penangkapan ikan Indonesia, terutama ukuran kapal di atas 10 gross tonnage (GT).

Hingga kini, kemampuan armada penangkapan ikan Indonesia masih didominasi oleh kapal ukuran kecil dan perikanan skala kecil yang lebih banyak beroperasi di perairan pesisir sampai dengan 12 mil.

Ini menyebabkan kondisi kekosongan armada di perairan kita, terutama di perairan ZEE (Kawasan Ekonomi Khusus), 200 mil dari pulau terluar.

Konsekuensinya, banyak kapal-kapal asing tidak berizin yang mencuri sumber daya ikan Indonesia atau illegal fishing.

2) Ekonomi kelautan berkelanjutan

Pengelolaan kawasan laut Indonesia pada dasarnya dapat dioptimalkan dengan menggunakan kerangka ekonomi biru (blue economy), sebuah konsep tata kelola laut secara berkelanjutan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi.

Konsep pembangunan blue economy atau ekonomi biru ini diadaptasi untuk ekonomi kelautan yang dikenal dengan semboyan “Blue Sky, Blue Ocean” di mana “ekonomi tumbuh, rakyat Sejahtera, namun langit dan laut tetap biru”.

Berbagai praktik pengelolaan ekonomi biru, seperti ekowisata, pembayaran jasa lingkungan, penghijauan pesisir dengan menanam mangrove, inovasi produk-produk kelautan skala kecil yang ramah lingkungan, sudah dilakukan di perairan Indonesia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menginisiasi pelaksanaan program ekonomi biru, seperti program pembangunan pedesaan di Nusa Tenggara Timur dengan mengembangkan 3 komoditas yaitu jagung, ternak dan rumput laut. Selain itu, ada program lahan gambut di Kalimantan yang merupakan kerja sama dengan Norwegian REDD+ dan memasukkan program budidaya perikanan.

Harapannya, kita akan dapat membangun ekonomi kelautan yang sehat, efisien, dan berkelanjutan.


Read more: Dilema penggunaan rumpon: kepentingan ekonomi versus konservasi tuna


Dari segi investasi, sektor kelautan perlu menerapkan sistem yang menguntungkan tanpa merusak lingkungan dengan memadukan modal swasta (filantropi atau hibah), publik, dan pemerintah (subsidi) untuk mendanai proyek pemulihan ekosistem pesisir laut secara berkelanjutan

Model investasi ini juga bisa diterapkan dalam membangun infrastuktur laut, seperti pelabuhan, sarana dan prasarana untuk energi laut terbarukan, hingga riset.

3) Berpihak pada industri kecil dan menjangkau daerah timur Indonesia

Indonesia juga perlu kebijakan yang berpihak kepada industri kecil dan menengah di sektor kelautan, terutama di Indonesia bagian timur yang memiliki sumber daya kelautan yang tinggi.

Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan terkait pembangunan infrastruktur pelabuhan, tempat pelelangan ikan (TPI), hingga unit pendingin di kawasan timur Indonesia.

Sejumlah pekerja membongkar muat ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta
Hasil perikanan Indonesia bisa menjadi penopang ekonomi, khususnya dari bagian timur. FOTO ANTARA/Ismar Patrizki/pd/11

Daerah timur Indonesia juga membutuhkan perhatian lebih karena menyumbang hampir 40% dari total hasil ikan laut di Indonesia, meskipun aktivitas ekonomi di sana hanya bernilai kurang dari 9% dari total aktivitas ekonomi nasional.


Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di sini.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now