Menu Close

Agar tidak mati akibat kelamaan duduk

Terlalu lama duduk meningkatkan risiko berbagai penyakit termasuk stroke. Shutterstock

Duduk boleh jadi membunuh Anda perlahan-lahan—entah Anda berolahraga berat setiap hari atau tidak. Duduk disebut-sebut sebagai merokok baru. Sebuah studi mutakhir menunjukkan bahwa risiko kematian mulai meningkat jika lamanya duduk berlangsung lebih dari 10 menit sekali tempo.

Bagaimana kita membalik kecenderungan evolusioner menuju kemalasan ini? Pertanyaan ini mengusik saya, sebagai kardiolog dan ilmuwan senior di Toronto Rehabilitation Institute dan University Health Network. Dalam praktik klinis saya, saya memastikan agar para pasien mendapatkan terapi medis yang sesuai untuk meningkatkan kualitas hidup dan umur panjang mereka. Tetapi aktivitas fisik adalah salah satu yang tidak bisa saya resepkan sebagai sesuatu yang efektif.

Salah satu solusinya adalah memandang aktivitas fisik sebagai “pil”. Sama seperti resep medis yang lain, “pil” ini memerlukan persiapan, kuantitas dan kekuatan.

Untuk mengetahui berapa banyak yang harus dilakukan, kita harus memantau perilaku kita. Kita harus menghitung berapa menit setiap pekan kita melakukan aktivitas fisik moderat hingga berat. Kita harus menghitung berapa jam sehari kita tetap pasif dan menghitung berapa menit kita tetap duduk pada satu waktu tertentu.

Sebetulnya, apa salahnya dengan duduk?

Kita tahu bahwa ketidakaktifan membawa akibat buruk bagi kesehatan kita. Sebuah studi mutakhir yang meneliti lebih dari 130.000 pasien dari 17 negara lebih di seluruh dunia memperkirakan bahwa satu dari 12 kematian bisa dicegah jika seseorang berolahraga 30 menit per hari, lima hari sepekan dengan intensitas moderat.

Olahraga mencegah banyak penyakit kronis, termasuk serangan jantung, stroke, diabetes, dan kanker. Olahraga meningkatkan level kebugaran kardiopulmoner kita—ukuran untuk mengetahui seberapa efisien oksigen diambil dari darah kita dan disebar ke organ-organ dan jaringan di seluruh tubuh kita—dan terkait erat dengan keseluruhan kesehatan dan kelangsungan hidup kita.

Sekarang bukti menunjukkan bahwa waktu duduk kita dan perilaku sedentary (pasif) kita juga berdampak penting terhadap kesehatan, terlepas dari tingkat aktivitas fisik. Misalnya, sebuah tinjauan yang dilakukan tim kami mendapati bahwa waktu sedentary selama enam sampai sembilan jam atau lebih per hari berhubungan dengan risiko lebih tinggi kematian, kanker dan penyakit kardiovaskular. Risiko terbesar terkait dengan diabetes tipe II. Dalam studi ini, aktivitas fisik moderat hanya mengurangi sebagian, tetapi tidak melenyapkan, risiko.

Generasi baru arloji pintar memungkinkan orang menghitung langkah dan menghitung berapa menit aktivitas sedentary, di samping mengukur denyut jantung dan kualitas tidur. (Shutterstock)

Durasi kita duduk pada satu waktu bisa juga merugikan kesehatan kita. Para pasien yang duduk dalam waktu lama membakar lebih sedikit kalori dibanding mereka yang berdiri atau sering bergerak sepanjang hari. Pengeluaran kalori yang tidak memadai bisa menyebabkan lemak berlebihan, yang bisa jadi beracun bagi metabolisme kita. Toksisitas semacam itu bisa menimbulkan penyakit-penyakit kronis seperti obesitas, diabetes, kanker, penyakit jantung, dan kematian.

Pendek kata, jika aktivitas fisik moderat hingga berat bisa meningkatkan level kebugaran kita, perilaku sedentary bisa mengakumulasi kalori dan lemak. Masing-masing perilaku mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan hidup kita dengan cara-cara yang berbeda.


Baca juga: Perempuan juga kena serangan jantung, tapi gejalanya kerap disalahartikan


Kemalasan: Sebuah tren evolusioner baru?

Sebagai manusia, kita dirancang untuk bergerak. Kita cuma perlu melihat bayi dan balita yang, begitu memperoleh keterampilan perkembangan motorik untuk merangkak dan berjalan, jarang-jarang diam. Untuk mengeksplorasi lingkungan, mereka perlu bergerak ke sana kemari.

Lalu, pada satu titik, seorang anak menjadi lebih sedentary. Mungkin karena kontak pertama mereka dengan TV, video game, atau pencarian internet pertama mereka, anak-anak menyadari bahwa upaya pencarian diri mereka tidak perlu melibatkan gerakan. Bibit-bibit penyakit yang dikenal dengan ketidakaktifan fisik pun ditanam, dengan dampak kesehatan fisik dan psikologis yang merusak. Orang tua mungkin hanya bisa memberikan perawatan ringan untuk anak-anak mereka, karena mereka juga terjangkit.

Tentu saja, tidak semua seperti itu. Dari sebuah perspektif evolusioner, dahulunya kita ini adalah pemburu dan peramu. Ini menghendaki jumlah aktivitas fisik yang banyak sepanjang hari sekadar untuk mendapatkan air dan makanan demi kelangsungan hidup. Diperkirakan bahwa antara sepertiga dan seperempat total energi yang dikonsumsi leluhur kita dibakar melalui aktivitas fisik.

Sebuah studi Kanada pada tahun 2012 mendapati bahwa anak-anak yang menonton TV satu jam saja per hari berpeluang 50 persen lebih besar mengalami kelebihan berat badan dibanding mereka yang lebih sedikit menonton TV. (Shutterstock)

Manusia kontemporer membakar jauh lebih sedikit komponen dari total energi mereka melalui aktivitas fisik. Bahkan jika dibandingkan dengan masyarakat yang sangat agraris, tingkat aktivitas fisik kebanyakan orang dewasa tidak ada apa-apanya. Misalnya, sebuah studi memperlihatkan bahwa rata-rata langkah yang diambil dalam populasi Amerika Serikat tidak sampai setengah yang dilakukan di kalangan komunitas Amish Ordo Lama.

Barangkali tidak mengejutkan, penurunan tingkat aktivitas fisik selama beberapa dekade terakhir disebabkan oleh aktivitas fisik non-rekreasional, yakni bekerja. Yang paling mencemaskan adalah penyusutan dramatis aktivitas fisik anak-anak muda dan remaja.

Jika tren evolusioner ini berlanjut, kita menatap masa depan suram.

Menghitung bisa membantu Anda bertahan hidup

Bagaimana membalik tren ini? Begini, dengan asumsi kesehatan optimal menghendaki pasien melakukan aktivitas fisik moderat sampai berat dan menghindari perilaku sedentary berlebihan, solusinya tampaknya lebih bersifat naluriah: banyak bergerak, dan sedikit duduk.

Untuk menghindari duduk sampai mati, Anda bisa mengikuti beberapa strategi sederhana berikut:

  1. Sering-sering mengambil jeda untuk berdiri atau berjalan.

  2. Batasi durasi duduk sampai di bawah 30 menit (terutama saat bekerja).

  3. Lakukan 10.000 langkah atau lebih setiap hari.

  4. Lakukan 150 menit aktivitas fisik moderat hingga berat setiap pekan.

  5. Lakukan latihan beban (kekuatan) dua hari sepekan.

Latihan kekuatan meningkatkan massa otot dan mengistirahatkan metabolisme, meminimalkan pertambahan berat badan dan membantu mencegah osteoporosis.

Walaupun manusia dirancang untuk bergerak, urbanisasi, teknologi dan norma-norma kemasyarakatan menyebabkan stagnasi fisik kita. Kita menjadi makhluk sedentary yang tidak aktif secara fisik. Dan solusinya mungkin sesederhana menghitung.

Saat saya duduk di sini, saya diingatkan oleh telepon seluler saya bahwa 30 menit saya duduk tanpa jeda harus berakhir. Artikel yang saya tulis ini harus disudahi. Saya menyuruh anak 9 tahun saya berhenti bermain video game dan ikut saya beberapa menit di luar. Walaupun dengan berat hati dia setuju dan mulai menyuruh Alexa (kendali via suara) mematikan TV untuknya.

Yah, paling tidak ini sebuah awal.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 180,400 academics and researchers from 4,911 institutions.

Register now