Menu Close
Calon presiden Prabowo Subianto. Erlangga Bregas Prakoso/Antara Foto

Antara Rusia dan Ukraina: Prabowo perlu cermat mengelola hubungan Indonesia dengan keduanya

Mengarahkan politik luar negeri Indonesia di tengah banyaknya tantangan lima tahun ke depan merupakan tugas penting bagi presiden terpilih yang kemungkinan besar akan dimandatkan kepada Prabowo Subianto.

Bersama calon wakil presidennya Gibran Rakabuming Raka, Prabowo telah memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 berdasarkan versi hitung cepat oleh lembaga survei. Sejumlah kepala negara dan pemerintahan sudah mengucapkan selamat kepada Prabowo, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

Saat ini, meskipun sedang menghadapi tantangan akibat perang di Ukraina, Rusia tetap merupakan aktor penting dalam tatanan geopolitik global. Selain menjadi salah satu pemegang hak veto di PBB, Rusia juga merupakan negara adidaya nuklir dan memiliki cadangan sumber daya alam yang besar. Oleh karenanya, hubungan Rusia dengan Indonesia, dan lebih luas lagi dengan Asia, merupakan hal krusial.

Apa yang perlu dicermati oleh pemerintahan Prabowo dalam mengelola hubungan baik Indonesia dengan Rusia dan Ukraina?

Hubungan baik dengan keduanya

Prabowo memiliki sejarah hubungan yang cukup baik dengan Rusia dalam kapasitasnya sebagai Menteri Pertahanan. Ia beberapa kali mengunjungi Moskow, Rusia, termasuk hadir dalam parade militer peringatan 75 tahun kemenangan Uni Soviet di Perang Dunia II pada Juni 2020.

Dialog strategis Indonesia-Rusia juga berjalan aktif, terutama melalui mekanisme ASEAN seperti ASEAN Defence Ministers Meeting Plus (ADMM+) dan ASEAN Regional Forum (ARF). Indonesia juga mengadakan beberapa latihan militer dengan Rusia, seperti latihan angkatan laut ASEAN-Rusia di Laut Jawa maupun latihan bilateral Indonesia-Rusia (Indorus).

Selain itu, dalam pidato gagasan politik luar negerinya di lembaga think-tank Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada November 2023, Prabowo menyebut Rusia sebagai negara sahabat dan kekuatan besar yang penting, sama pentingnya dengan Amerika Serikat (AS) dan Cina.

Ada beberapa proyek geoekonomi besar Indonesia bersama Rusia yang sudah mulai berjalan di era Presiden Joko “Jokowi” Widodo ini dan perlu dilanjutkan presiden berikutnya.

Presiden Joko Laily Rachev/Sekretariat Presiden

Pertama, ada proyek strategis nasional di Tuban, Jawa Timur, yang merupakan kerja sama Pertamina-Rosneft untuk pembangunan kilang minyak (GRR Tuban) senilai $US13,5 miliar (Rp211,4 triliun). Proyek ini masih mengalami tantangan dalam pembangunannya akibat sanksi Barat pada Rosneft, sehingga menghambat proses penanaman investasi dan pembayaran maupun pembebasan lahan. Penting bagi kabinet berikutnya untuk mendorong progresnya karena proyek ini penting bagi kemandirian energi Indonesia.

Kedua, Indonesia saat ini sedang menjalankan negosiasi perdagangan bebas dengan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) yang melibatkan Rusia dan beberapa negara eks-Uni Soviet lainnya. Hal ini akan berdampak positif bagi perdagangan Indonesia-Rusia, terutama mempermudah akses produk Indonesia ke pasar Rusia dan tetangga-tetangganya yang cukup besar.

Perdagangan kedua negara sendiri sudah menunjukkan tren positif dengan meningkatnya angka perdagangan kedua negara, dari $2,52 miliar (Rp39,4 triliun) pada 2017 menjadi $3,56 miliar (Rp55,7 triliun) pada 2022.

Ketiga, rencana Rusia berinvestasi di pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara. Tercatat sudah ada dua perusahaan Rusia yang telah mengirimkan letter of intent (LoI) investasi ke Badan Otorita IKN Nusantara..

Di luar bidang ekonomi, kerja sama politik dan diplomasi pertahanan juga tetap akan menjadi agenda penting, termasuk latihan militer bersama dan peremajaan serta pembelian alutsista (alat perang) oleh Indonesia dari Rusia.

Di saat yang sama, penting juga bagi Prabowo untuk mempertahankan hubungan bilateral Indonesia-Ukraina yang sudah berjalan selama 30 tahun. Meskipun angka perdagangan kedua negara sempat anjlok pada 2022 akibat perang, Ukraina tetap memiliki peran penting dalam impor pangan Indonesia.

Ukraina merupakan sumber impor gandum terbesar Indonesia setelah Australia, senilai $US 70 juta.. Posisi gandum sebagai komoditas pangan yang penting akan berdampak pada kestabilan harga pangan nasional.

Secara politik, hubungan baik Indonesia dengan Ukraina beberapa tahun terakhir menunjukkan tren positif. Bisa dilihat dari pertemuan Menlu Ukraina Dmytro Kuleba dengan Menlu RI Retno Marsudi pada 2021 dan kunjungan Jokowi ke Kyiv pada 2022 untuk bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

Kedua kepala negara tersebut juga melakukan pertemuan di sela-sela KTT G7 pada 2023. Hubungan Indonesia-Ukraina juga sejalan dengan upaya Ukraina meningkatkan hubungannya dengan Asia Tenggara pascaperang.

Dengan kontak politik yang baik, diharapkan Indonesia bisa membawa isu-isu kemanusiaan terkait perang di Ukraina dalam forum internasional, termasuk ketika berkomunikasi dengan Rusia.


Read more: Seperti Palestina, Ukraina juga menanti solidaritas kemanusiaan dari Indonesia


Dalam bidang militer, Ukraina memiliki industri pertahanan yang cukup maju dengan warisan Uni Soviet dan kini dilengkapi dengan alutsista standar NATO karena negara tersebut bersekutu dengan Barat. Indonesia dapat menjajaki diplomasi pertahanan dengan Ukraina melalui, misal, perawatan pesawat Sukhoi dengan harga terjangkau dan potensi transfer teknologi di masa depan, terutama untuk drone dan alutsista nirawak lainnya.

Manajemen isu Rusia-Ukraina

Pada Dialog Shangri-La di Singapura pada Juni 2023 lalu, Prabowo membawa proposal perdamaian Ukraina-Rusia, yang di dalamnya mencakup gencatan senjata, pembentukan zona demiliterisasi, dan referendum untuk menentukan nasib wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia.

Proposal ini dikritik negara-negara Barat karena dianggap tidak menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina serta seakan memberi kesan bahwa pencaplokan wilayah diperbolehkan. Meskipun begitu, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, mengundang Prabowo untuk berdiskusi dan terbuka untuk kerja sama produktif ke depannya.

Jika Prabowo ingin kembali membawa proposal damai, proposal ini harus difokuskan pada amanat konstitusi tentang kemerdekaan sebagai hak segala bangsa dan penghormatan terhadap integritas teritorial, termasuk nasib wilayah Ukraina yang dicaplok Rusia dan mendukung jaminan keamanan untuk Ukraina pascaperang.

Presiden Joko Laily Rachev/Sekretariat Presiden

Selain itu, mengingat perhatian Prabowo pada isu nutrisi dan pangan dengan program ‘makan siang gratis’, Prabowo harus memperhatikan isu keamanan dan energi dan dampak peperangan di Ukraina. Kelak, dalam negosiasi dan pertemuan dengan pihak Rusia, pemerintah Prabowo harus bisa mendorong Rusia untuk menjamin keamanan pangan dan energi, termasuk ekspor pangan dari Ukraina yang memengaruhi harga pangan.

Dengan manajemen konflik yang baik, hal ini dapat menjadi salah satu nilai kepemimpinan Indonesia sebagai kekuatan menengah (middle power) memiliki negara berkembang.

Indonesia-BRICS

Ada isu penting yang kemungkinan besar akan menjadi perhatian Prabowo, yaitu potensi keanggotaan Indonesia dalam BRICS (blok ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan, lalu bertambah beberapa lagi negara non-Barat).

Tahun 2023 lalu, Jokowi disebut-sebut akan membawa Indonesia masuk ke keanggotaan BRICS, namun nyatanya tidak, karena menurutnya banyak yang harus dipertimbangkan. Ini menunjukkan kehati-hatian Jokowi, karena selama ini Indonesia selalu konsisten menempatkan diri sebagai negara nonblok.

Bergabung dengan BRICS, yang diyakini membawa agenda besar melawan pengaruh Barat, dikhawatirkan akan mengganggu hubungan baik Indonesia dengan kekuatan besar lainnya seperti AS, Australia dan Inggris, meskipun BRICS secara resmi tidak menganggap diri sebagai institusi anti-Barat dan lebih ditujukan untuk membangun ketahanan ekonomi negara-negara berkembang.

Pemerintahan Prabowo perlu mempertimbangkan kembali potensi dan untung rugi keanggotaan Indonesia di BRICS dan di OECD, organisasi internasional dari 38 negara yang berkomitmen pada demokrasi dan ekonomi.

Prabowo pernah berkata ‘seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak’ dan ini sepertinya akan menjadi visi Prabowo dalam kebijakan luar negerinya, termasuk menjaga hubungan baik dengan semua kekuatan besar termasuk Rusia maupun negara-negara kekuatan menengah seperti Ukraina.

Namun, di saat yang sama, politik luar negeri yang baik haruslah ditujukan untuk kepentingan nasional, sehingga dari persahabatan ini, Indonesia harus menempatkan kepentingannya, kebutuhannya dan prinsip-prinsip dasarnya mengarungi samudra geopolitik.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now