Menu Close

Apa kabar Malaysia di bawah kepemimpinan Anwar Ibrahim?

Perayaan HUT Kemerdekaan Malaysia di Kuala Lumpur. Antara Foto

Kemenangan Anwar Ibrahim dalam Pemilihan Umum (Pemilu) ke-15 Malaysia pada November 2022 lalu telah mengukir tonggak sejarah baru negeri jiran.

Naiknya Anwar menjadi Perdana Menteri (PM) Malaysia menandai berakhirnya dominasi politik yang telah lama dipegang hanya oleh koalisi Barisan Nasional–yang didominasi partai United Malays National Organisation (UMNO)–yang telah menguasai pemerintahan selama lebih dari enam dekade dan dengan tegas memperjuangkan hak serta kepentingan etnis asli Melayu.

Di bawah kepemimpinannya, Anwar membentuk Pemerintahan Persatuan yang melibatkan dua koalisi, yaitu Pakatan Harapan–koalisinya sendiri–dan Barisan Nasional, dengan tujuan untuk memperbaiki stabilitas politik nasional. Partai-partai politik dari kedua koalisi ini termasuk UMNO dan partai-partai konservatif nasional seperti Partai Aliansi Sarawak, Partai Aliansi Rakyat Sabah, dan Partai Warisan.

Sementara itu di kubu oposisi ada koalisi Perikatan Nasional, yang terdiri dari partai-partai tengah-kanan dan konservatif sayap kanan dengan ideologi pan-Melayu-Islam (ideologi politik yang menjunjung tinggi persatuan umat Islam).

Dalam Pemilu tersebut, tidak ada koalisi yang berhasil meraih mayoritas suara parlemen yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan, yaitu 112 dari total 222 kursi parlemen. Pakatan Harapan memimpin tapi suaranya hanya sebanyak 82 kursi, disusul ketat oleh Perikatan Nasional dengan 73 kursi, dan Barisan Nasional hanya mendapat 30 kursi.

Ini disebut-sebut sebagai salah satu faktor penyebab mengapa pemerintahan Anwar sulit mencapai stabilitas politik. Kerapuhan pemerintahan ini terlihat dengan jelas.

Namun, pada dasarnya, tantangan yang dihadapi oleh koalisi yang dipimpin Anwar ini tidak bersumber dari satu faktor saja, tetapi ada komposisi ideologis yang beragam, mulai dari perpecahan internal dan kompleksnya lanskap politik Malaysia.

Perpecahan internal

Hasil pemilu mencerminkan adanya perpecahan sosial yang mendalam yang disebabkan oleh krisis politik yang telah lama terjadi di Malaysia. Kekalahan UMNO, utamanya, menandai titik balik yang signifikan.

Dominasi UMNO, dengan pola nasionalisme konservatif-Melayu, dalam lanskap politik Malaysia selama hampir 60 tahun berakhir karena berbagai faktor, tetapi yang paling menonjol adalah korupsi. Skandal korupsi 1MDB bernilai miliaran dolar yang melibatkan Najib Razak, mantan PM Malaysia (2008-2019) yang juga mantan Presiden UMNO, dan tokoh utama UMNO, mempercepat tergerusnya kredibilitas UMNO di mata publik.

Skandal ini juga membuat eks PM Malaysia Mahathir Mohamad untuk keluar dari UMNO, kemudian mendirikan partai Partai Pribumi Bersatu Malaysia (BERSATU), dan memanfaatkan kekacauan politik berikutnya dalam UMNO. Ini disebut-sebut sebagai salah satu pendorong kekalahan UMNO dalam Pemilu.

Ketika Presiden Partai BERSATU, Muhyiddin Yassin, naik menjadi PM Malaysia pada 2020, situasi politik menjadi semakin tidak stabil akibat perpecahan dalam koalisi Pakatan Harapan yang saat itu kubu pemerintah. BERSATU keluar dari koalisi Pakatan Harapan dan bergabung dengan oposisi Perikatan Nasional.

Ketidakstabilan ini kemudian semakin diperparah oleh krisis ekonomi dan kesehatan yang akibat pandemi COVID-19.

Rumitnya lanskap politik Malaysia

Pemerintahan Bersatu yang dibentuk Anwar bertujuan untuk mendorong politik Malaysia ke arah yang lebih progresif. Namun, lanskap politik Malaysia ternyata lebih rumit dari yang kita bayangkan.

Sulit bagi Anwar untuk bisa menanamkan nilai-nilai progresif dan multikultural yang lebih luas, mengingat masih kentalnya konservatisme religius UMNO dan Barisan Nasional. Di Malaysia, religiusitas Islam berkaitan erat dengan nasionalisme. Ini telah memberikan pengaruh besar terhadap sentimen publik selama beberapa dekade.

Hasil Pemilu Regional di enam negara bagian di Malaysia pertengahan Agustus lalu–untuk memilih anggota majelis negara bagian–juga menunjukkan adanya perpecahan ideologis dalam perpolitikan Malaysia.

Koalisi progresif Anwar berhasil meraih kemenangan di tiga negara bagian: Penang, Selangor, dan Negeri Sembilan. Sementara Perikatan Nasional menguasai suara negara-negara bagian lainnya. Artinya, kekuatan Anwar pun tidak mendominasi.

Pemerintahan Bersatu pada dasarnya telah mengandung perpaduan sentimen politik yang beragam. Koalisi Barisan Nasional secara tidak langsung berperan sebagai perpanjangan tangan UMNO yang konservatif. Ini sebenarnya bisa membentuk stabilitas dan keseimbangan dalam pemerintahan. Namun, ini semua tergantung juga pada alokasi kekuasaan.

Pendekatan Madani

Pemerintahan Anwar tengah merumuskan ideologi politiknya didasarkan pada konsep “Malaysia Madani”. Dalam bahasa Melayu, ‘Madani’ diterjemahkan sebagai 'masyarakat madani’.

Konsep ‘Madani’ meliputi enam interpretasi: keberlanjutan, kemakmuran, rasa hormat, kepercayaan, dan belas kasihan. Di antara nilai-nilai yang tercakup dalam visi Anwar ini, yang paling dicari dan jadi sorotan publik tetap bagaimana tujuan pemulihan ekonomi nasional ke depannya, yang mengalami perlambatan akibat guncangan ekonomi selama pandemi.

Fokus dalam visi Anwar adalah konsep “Madani,” yang mencerminkan ambisinya untuk menghadirkan paradigma politik baru yang berlandaskan pada gagasan tentang Malaysia yang progresif dan multi-etnis serta menempati posisi yang lebih luas dalam lanskap global.

Namun, untuk bisa bergeser ke paradigma tersebut, tampaknya perlu menjauhkan diri dari dominasi retorika supremasi nasionalis Melayu yang telah lama dipropagandakan oleh UMNO selama beberapa dekade.

Dalam hal akses pendidikan, misalnya, kebijakan pro-Melayu selama ini telah memberikan peluang lebih luas bagi etnis Malaysia di universitas, yang justru membuka celah terjadinya diskriminasi etnis. Situasi ini memaksa warga negara Melayu keturunan Cina dan India untuk memilih lembaga pendidikan swasta atau asing.

Anwar berusaha beralih ke pendekatan yang lebih inklusif, multi-etnis, dan progresif, di mana warga negara Melayu tidak lagi menduduki posisi sentral sebagai entitas etnis, tetapi sebagai warga negara Malaysia.

Tema utama dari Pemerintahan Persatuan adalah fokus pada mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan secara lebih inklusif tanpa melihat perbedaan etnis.

Sikap politik Anwar dalam pertempuran melawan kemiskinan ini juga tampak bertolak belakang dengan strategi politik pro-Melayu untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi selama era kekuasaan UMNO yang seringkali mengorbankan kelompok etnis lain.

Tantangan ekonomi yang kini dihadapi Malaysia menjadi misi yang harus difokuskan oleh pemerintahan Anwar, terutama dalam memastikan adanya dukungan ekonomi kepada kelompok yang paling rentan dan terpinggirkan.

Dalam konteks ini, pemerintah bisa mengusung konsep nasionalisme yang “pro-Malaysia” melalui pendekatan multi-etnis yang progresif, dengan harapan untuk mendefinisikan ulang pandangan politik yang telah lama mendominasi panggung politik Malaysia.

Tantangan ini, yang melibatkan stabilitas politik yang berkelanjutan dan pemulihan ekonomi yang inklusif, menempatkan pemerintahan Anwar di bawah sorotan yang kritis dan menuntut kebijakan yang bijak dan proaktif.

This article was originally published in Indonesian

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now