Menu Close
Sel bahan bakar hidrogen di salah satu kendaraan yang dipamerkan di New York International Auto Show. (Joseph Brent/Wikimedia Commons)

Bahan bakar hidrogen dari air: bagaimana keunggulan dan kelemahannya?

Seluruh dunia saat ini tengah berlomba-lomba menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan. Salah satu kandidat yang tengah disorot di dalam maupun luar negeri adalah bahan bakar hidrogen hijau yang dibuat dari air.

Hidrogen hijau diproduksi melalui proses elektrolisis air menggunakan energi terbarukan. Gas hidrogen dianggap layak menjadi kandidat bahan bakar kendaraan karena hanya menghasilkan emisi berupa air. Berbeda dengan pembakaran energi fosil yang mengeluarkan emisi gas beracun atau pun gas rumah kaca.

Indonesia pun tak mau ketinggalan. Bulan lalu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meluncurkan Peta Jalan Strategi Nasional Hidrogen guna mendorong terbentuknya ekosistem pemanfaatan hidrogen hijau di tanah air.

Salah satu sektor yang menjadi sasaran adalah transportasi. Pemerintah turut berencana membangun sistem transportasi hijau – perpaduan kendaraan berbasis baterai listrik dan hidrogen di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Walau begitu, pengembangan hidrogen masih menuai pro dan kontra lantaran kelayakan teknis dan ongkosnya yang belum terjamin.

Keunggulan dan kelemahan kendaraan hidrogen

Hidrogen, khususnya hidrogen hijau, mendapat banyak perhatian untuk bahan bakar kendaraan sebab dapat menekan kadar emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan kendaraan. Di samping itu, hidrogen memiliki kerapatan energi (energy density) sekitar 33,33 kilowatt jam per kilogram, lebih tinggi dari baterai listrik.

Kendaraan dengan bahan bakar hidrogen pun hanya membutuhkan waktu 3-5 menit untuk proses isi ulang hingga penuh. Ini jauh lebih cepat dari isi ulang daya baterai pada kendaraan listrik yang perlu waktu 20 menit - 1 jam untuk DC fast charging atau 4-10 jam untuk home charging.

Kendati demikian, penggunaan hidrogen untuk kendaraan dinilai kurang efisien. Pasalnya, efisiensi produksi hidrogen dari elektrolisis air saat ini sekitar 75% dan konversi hidrogen ke listrik dalam sel tunam (sel bahan bakar atau fuel cell) sebesar 60%. Angka ini lebih rendah dibandingkan efisiensi energi baterai litium (acap digunakan kendaraan listrik) yang dapat mencapai 80%.

Stasiun pengisian bahan bakar hidrogen 700 bar Air Liquide di Zaventem, Belgia. (Arturbraun/Wikimedia Commons)

Di sisi biaya, pembangunan infrastruktur hidrogen mulai dari produksi, penyimpanan, transportasi, dan pengisian ulang memerlukan dana yang besar. Akibatnya, harga bahan bakar hidrogen saat ini masih sangat tinggi dan kurang kompetitif dibandingkan bahan bakar konvensional saat ini.

Di California, Amerika Serikat, harga hidrogen di stasiun pengisian mencapai $16 per gge (gasoline gallon equivalent), sekitar empat kali lipat harga bensin.

Kendala lain adalah masih terbatasnya ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar hidrogen. Bahkan publik di negara maju belum melirik jenis kendaraan ini.

Perkembangan teknologi kendaraan hidrogen

Salah satu teknologi kendaraan hidrogen yang sedang berkembang adalah kendaraan berbasis sel tunam. Dalam sel tunam, hidrogen bereaksi dengan oksigen menghasilkan energi listrik dan air sebagai produk samping. Sel tunam jenis membran penukar proton (PEM), misalnya, mampu memproduksi listrik sebesar 14 kilowatt jam per kilogram hidrogen.

Mobil hidrogen sel tunam
Komponen kendaraan berbasis sel tunam hidrogen. afdc.energy.gov

Teknologi ini telah diterapkan pada mobil keluaran Toyota, Toyota Mirai. Sedan tersebut dikabarkan memecahkan rekor menggunakan 0,55 kg hidrogen untuk melaju sejauh 100 km.

Indonesia juga sedang mengembangkan mobil hidrogen skala riset karya anak bangsa. Tim peneliti mobil hidrogen Antasena Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengenalkan prototipe mobil berbasis PEM dengan efisiensi 55,9%.

Selain sel tunam, pemanfaatan hidrogen melalui pembakaran langsung menggunakan mesin pembakaran hidrogen internal juga telah dikembangkan. Perusahaan otomotif terkemuka dunia, BMW, memproduksi mobil BMW Hydrogen 7 yang dapat beroperasi menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar dengan efisiensi maksimum 42%.

Teknologi pemanfaatan hidrogen untuk kendaraan juga dapat dilakukan melalui pencampuran hidrogen dengan bahan bakar diesel. Peneliti dari University of New South Wales menemukan bahwa mencampur hidrogen dengan bahan bakar diesel sebesar 20-90% pada mesin diesel silinder tunggal yang dimodifikasi mengurangi emisi karbon sebesar 85,9% dan meningkatkan efisiensi hingga 13,3%.

Bus hidrogen
Bus berbahan bakar hidrogen di Malden Center. (El Dorado Axess)

Tidak hanya kendaraan pribadi, pengembangan hidrogen juga telah menyentuh kendaraan dengan beban kerja besar seperti bus, kereta, truk dan kapal. Perusahaan otomotif terkemuka asal Jerman, Mercedes-Benz, merilis Mercedes-Benz eCitaro yang dapat melaju sejauh 400 km dengan hanya satu kali pengisian bahan bakar.

Pada awal 2023, negara bagian New South Wales (NSW) di Australia melakukan lompatan dengan mengoperasikan bus berbahan bakar hidrogen sebagai transportasi umum.

Masa depan hidrogen di sektor transportasi

Meski sudah banyak dikembangkan, kelayakan kendaraan berbahan bakar hidrogen masih menjadi perdebatan hingga saat ini.

Beberapa pihak berpendapat bahwa kendaraan hidrogen tak mampu menyaingi keunggulan kendaraan listrik dalam hal efisiensi energi dan fleksibilitas.

Ada juga pihak lain yang meyakini komersialisasi kendaraan hidrogen hanya menunggu waktu untuk membangun infrastruktur serta mengembangkan teknologi melalui riset.

Tim pengembang mobil Antasena dari Institut Teknologi Sepuluh November. (ITS)

Terlepas dari perdebatan ini, kami menganggap baik kendaraan listrik maupun hidrogen memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Karena itu, kedua teknologi ini tidak seharusnya dipandang sebagai kompetitor satu sama lain.

Ada jenis transportasi yang lebih layak menggunakan hidrogen dan jenis lainnya yang lebih cocok berbasiskan baterai listrik. Misalnya, kendaraan pribadi seperti sedan kemungkinan akan lebih layak menggunakan baterai listrik sebab efisiensi energinya yang unggul dan beban kerja kendaraan pribadi yang relatif tidak terlalu besar.

Sementara itu, bus, truk, dan kapal yang memiliki beban kerja dan jarak tempuh lebih besar akan lebih layak menggunakan hidrogen yang lebih ringan dengan waktu isi ulang lebih cepat.

Bagi Indonesia, perpaduan sistem transportasi berbasis listrik dan hidrogen sangat diperlukan untuk mempercepat peralihan energi dari fosil ke sumber-sumber ramah lingkungan.

Penerapan kedua jenis transportasi bersih ini memerlukan kebijakan dari pemerintah untuk mendorong investasi, membangun pasar, mengembangkan teknologi, serta menyediakan infrastruktur, sehingga biaya dapat ditekan dan memberikan manfaat lingkungan serta ekonomi bagi masyarakat luas.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now