Menu Close

Bisnis besar mengklaim telah membantu memulihkan ekosistem–tapi buktinya minim

Proyek restorasi terumbu karang di tengah langit merah.
Proyek restorasi karang di Indonesia. Martin Colognoli/Ocean Image Bank, CC BY-NC-SA

Kita menyaksikan secara langsung penurunan ekosistem dunia dalam laju yang mengkhawatirkan. Ini berdampak sangat buruk bagi masyarakat yang bergantung kepadanya. Dalam banyak kasus, sekadar melindungi apa yang tersisa tak lagi cukup. Ekosistem yang rusak harus dipulihkan.

Upaya memperluas restorasi sesuai dengan tingkat yang diperlukan hanya akan mungkin tercapai jika ada komitmen dari masyarakat lokal, pemerintah daerah dan nasional, masyarakat sipil dan–yang terpenting–sektor korporasi.

Banyak perusahaan mulai merangkul visi ini. Mereka meluncurkan proyek restorasi ambisius untuk menanam kembali pohon, lahan basah, terumbu karang, dan bakau hingga jauh melebihi tanggung jawab hukum mereka.

Upaya ini menjanjikan. Dalam beberapa kasus, proyek-proyek ini mendatangkan keuntungan signifikan.

Akan tetapi, studi yang saya lakukan bersama beberapa kolega saya menunjukkan bahwa kita tidak dapat memastikan apakah perusahaan-perusahaan besar betul-betul memenuhi janji-janji lingkungan hidup mereka.

Deforestasi di Amazon, Brasil.
Hutan gundul di kawasan Santarem di Amazon, Brasil. Adam Ronan/ Rede Amazonia Sustentvel, CC BY-NC-SA

Kenyataan tersembunyi

Kami mempelajari laporan keberlanjutan dari 100 perusahaan terbesar di dunia yang datanya dapat diakses publik. Tujuan kami adalah untuk merangkum sejauh apa mereka melakukan upaya pemulihan dan sejauh mana dampaknya.

Apa yang kami temukan sungguh membuka mata sekaligus membingungkan. Dua pertiga dari korporasi tersebut menyatakan melakukan kegiatan restorasi. Namun masalahnya terletak pada detailnya—atau, dalam hal ini, ketiadaan detail tersebut.

Banyak dari laporan keberlanjutan perusahaan-perusahaan tersebut yang hanya memberi sedikit bukti untuk mendukung klaim upaya restorasi mereka. Mereka tak akurat dalam mendefinisikan restorasi, menguraikan metodologi, dan mengukur hasil.

Mereka juga tak berhasil membedakan antara proyek yang dirancang untuk sekadar memenuhi tanggung jawab hukum dan yang betul-betul berkontribusi terhadap tujuan restorasi global.

Mayoritas laporan tersebut (80%) gagal mengungkap seberapa banyak uang yang dihabiskan perusahaan untuk memulihkan lingkungan. Tak hanya itu, sekitar 90% tak melaporkan dampak ekologis dari upaya mereka. Sepertiga laporan juga tidak menyebutkan seberapa besar proyeknya.

Ringkasnya, bukti-bukti yang mendukung proyek pemulihan ekosistem yang dipimpin oleh perusahaan sangat tidak memadai.

Kekuatan potensial “bisnis besar”

Korporasi-korporasi terbesar di dunia adalah entitas yang kuat. Mereka memiliki sumber daya, kekayaan, keahlian logistik, dan pengaruh untuk berperan penting dalam misi memulihkan ekosistem dunia.

Bayangkan dunia yang perusahaan-perusahaannya mengerahkan sumber daya keuangan, tenaga kerja, kemampuan manufaktur, dan pengaruh sosial mereka yang sangat besar untuk membantu membangun kembali hutan, lahan basah, sabana, dan terumbu karang di seluruh muka bumi. Ini adalah visi tanggung jawab perusahaan yang lebih dari sekadar kepatuhan terhadap peraturan lingkungan hidup.

Namun, pemulihan ekosistem sangat sulit dilakukan dengan baik. Hal ini memerlukan pertimbangan yang cermat dan strategis terhadap berbagai faktor lingkungan dan sosial.

Upaya-upaya tulus untuk memulihkan ekosistem kadang lebih banyak membawa kerugian daripada kebaikan. Upaya-upaya tersebut, misalnya, dapat secara tak sengaja menyebabkan kerusakan lingkungan sehingga melemahkan masyarakat lokal dan pemilik tanah atau mengganggu stabilitas pemerintahan lokal.

Beberapa bisnis juga terlalu menggembar-gemborkan upaya mereka dengan tujuan meningkatkan reputasi yang tak selayaknya mereka terima (praktik yang dikenal dengan sebutan “greenwashing”).

Dua orang beristirahat di terumbu karang.
Restorasi terumbu karang di Indonesia. Martin Colognoli/Ocean Image Bank, CC BY-NC-SA

Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas

Pelaporan yang lebih baik penting bagi bisnis-bisnis besar untuk menjadi pemimpin sungguhan dari pemulihan ekosistem global. Hal ini akan memungkinkan kita untuk melacak secara tepat kemajuan inisiatif-inisiatif yang dipimpin oleh perusahaan, meminta pertanggungjawaban terhadap klaim yang mereka buat, dan belajar dari bisnis yang sukses menjalankan misi lingkungannya.

Dalam studi, kami menyarankan peningkatan akurasi laporan korporasi dengan menerapkan beberapa prinsip kunci dari ilmu restorasi.

Sebagai contoh, laporan keberlanjutan perusahaan dapat memenuhi prinsip “proportionality” (memahami sejauh mana aktivitas pemulihan telah dilakukan). Caranya dengan memberikan informasi tentang luasan spasial dan jumlah organisme yang ditanam di setiap proyek restorasi yang dilakukan perusahaan. Dengan demikian, kemungkinan dampak dari proyek tersebut dapat dievaluasi.

Selain itu, perusahaan dapat membuktikan terpenuhinya prinsip “permanence” (berkomitmen secara jangka panjang) lebih baik lagi. Mereka dapat melaporkan jumlah tahun komitmen mereka untuk memelihara, memantau, dan melaporkan proyek sejak awal.

Dengan menyajikan laporan yang memenuhi prinsip-prinsip keilmuan seperti ini, perusahaan-perusahaan dapat menunjukkan dengan lebih meyakinkan bahwa usaha-usaha mereka untuk memulihkan ekosistem membawa manfaat lingkungan dan sosial sesuai klaim mereka.

Seorang wanita memegang semangkuk urucum di hutan.
Seorang petani kecil menunjukkan urucum diproduksi di wilayah Santarem di Amazon Brasil. Marizilda Cruppe Rede/Amazonia Sustentavel, CC BY-NC-SA

Korporasi besar menunjukkan peningkatan minat untuk berkontribusi terhadap keberlanjutan global. Sebagai bagian dari gerakan ini, restorasi yang dipimpin oleh perusahaan dapat menjadi aset berharga dalam upaya melindungi ekosistem rentan di planet kita.

Namun, hal ini hanya akan berhasil jika kita dapat memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap praktik terbaik.

Gagasan mengenai bisnis besar yang membantu membangun kembali planet ini adalah sebuah retorika yang memikat. Sekarang, saatnya untuk mendukung gagasan ini dengan bukti.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now