Saya juga berkeyakinan suatu saat nanti Indonesia akan menjadi raja energi hijau dunia dengan terus mengembangkan biodiesel, bioaftur dari sawit, bioetanol dari tebu, sekaligus kemandirian gula.
– Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, dalam Debat Kedua Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Jumat, 22 Desember 2023.
Dalam debat seputar isu-isu perekonomian pada Desember lalu, Gibran meyakini Indonesia bisa menjadi penghasil sumber energi alternatif berbasis tanaman, sekaligus mencapai kemandirian gula. Mungkinkah ambisi menjadi raja energi hijau ini bisa tercapai? Untuk menganalisis pernyataan Gibran ini, kami menghubungi Hasran, peneliti ekonomi dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).
Hasil analisis
Tidak dapat diverifikasi.
Ambil contoh terkait bioetanol. Produksi bioetanol di indonesia masih berada pada tahap awal sehingga membutuhkan waktu yang panjang untuk menjadi raja dunia. Kapasitas produksi bioetanol di Indonesia adalah sekitar 40 juta liter. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan Amerika Serikat (AS) yang mencapai 15 miliar dan 7 miliar liter.
Lahan yang luas untuk produksi singkong, tebu, dan sawit, yang merupakan bahan baku bioetanol, bukan jaminan untuk indonesia bisa menjadi penghasil kelas dunia.
Untuk mencapai produksi di atas 5 miliar liter etanol saja, kita butuh percepatan yang, jika merujuk pada Peraturan Presiden No 40 tahun 2023, baru dapat terjadi di tahun 2030. Ini baru percepatan. Belum tentu jadi raja dunia.
Tak hanya itu, Indonesia menghadapi berbagai macam kendala mulai dari teknis produksi hingga pemasaran.
Produksi etanol membutuhkan mesin dan teknologi. Sayangnya, saat ini pemerintah masih berharap pada pabrik-pabrik gula agar bisa mengalokasikan sumber dayanya untuk produksi etanol dari tetes gula. Peningkatan produksi juga membutuhkan peningkatan luasan lahan, terutama tebu, yang berpotensi menimbulkan perlawanan.
Sementara itu, menjadi raja dunia juga berarti menguasai pasar ekspor. Selain produksi etanol kita belum cukup untuk diekspor secara masif, perlu waktu panjang untuk meyakinkan pasar AS dan Cina sebagai konsumen dunia bahwa bioetanol Indonesia memenuhi standar kualitas mereka.
Untuk mencapai target ambisiusnya, Indonesia masih butuh berbagai skema insentif, seperti kemudahan pajak, untuk memberi stimulus bagi para pelaku produksi.
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).