Menu Close
shutterstock.

Cek Fakta: Jokowi klaim pengurangan emisi Indonesia sudah lampaui target. Benarkah?

“Indonesia sendiri telah melampaui target komitmen penurunan karbon dengan berhasil menurunkan emisi sejak 2020 hingga 2023, yang mana prestasi dari aksi iklim ini dapat terus dicapai dan lebih baik dengan dukungan kerja sama internasional, terlebih melalui tata kelola dana lingkungan hidup yang baik.”

Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakannya di Jakarta, Ahad, 2 Juni 2024.

Saat menyambut Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia; Andreas Bjelland Eriksen, di Istana Negara, Jokowi mengumbar klaim bahwa aksi pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia sudah melampaui target. Jokowi menekankan, ke depannya, emisi tersebut dapat dikurangi dengan lebih baik apabila didukung oleh kerja sama internasional.

Apakah klaim Jokowi seputar pengurangan emisi tersebut benar?

Kami berkolaborasi dengan Denny Gunawan, peneliti ARC Training Centre for the Global Hydrogen Economy, UNSW Sydney, untuk memeriksa kebenaran klaim ini.

Klaim Jokowi benar, tapi…

Denny mengemukakan, sesuai analisis data-data yang ada, klaim Jokowi memang benar. Namun, dia menekankan bahwa sebenarnya target iklim yang dipatok Indonesia masih sangat kurang untuk menahan laju pemanasan suhu Bumi tak lebih dari 1,5°C.

“Kebijakan pemerintah saat ini masih sangat kurang untuk mencapai target emisi nol bersih menurut analisis dari Climate Action Tracker,” ujar Denny.

Indonesia, dalam dokumen target iklimnya, memasang target pengurangan laju emisi gas rumah kaca pada 2030 sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri, atau 43,20% dengan dukungan internasional. Dengan kata lain, supaya laju emisi dapat berkurang sesuai persentase di atas, Indonesia perlu memangkas 915-1.240 juta ton emisi setara CO2 (CO2e) pada 2030.

Pengurangan ini merujuk pada tren emisi acuan (baseline) yang ditetapkan berdasarkan skenario kenaikan emisi di masa depan apabila Indonesia tidak melakukan upaya pengurangan.

Nah, sejauh ini, menurut data Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2023, tingkat emisi gas rumah kaca nasional pada 2022 mencapai 1.228,72 juta ton CO2e. Angka tersebut, berdasarkan pemeriksaan Denny, 41,61% lebih rendah dibandingkan skenario emisi acuan pada 2022, yakni sebesar 2.104,46 juta ton CO2e.

Terlalu rendah

Meski mencapai target, Denny menggarisbawahi bahwa komitmen Indonesia masih sangat kurang. Dia merujuk pada analisis koalisi lembaga penelitian global, Climate Action Tracker (CAT) yang menemukan dokumen target iklim Indonesia tergolong “Critically Insufficient” alias amat jauh dari cukup.

Kategori ini berarti, jika semua negara di dunia mengikuti cara Indonesia, kenaikan suhu global akan mencapai 4°C.


Read more: Rating pengurangan emisi Indonesia terpuruk, turut terimbas hilirisasi nikel


Menurut Denny, pengurangan emisi ala Indonesia masih bertumpu pada sektor kehutanan dan penggunaan lahan—sekitar 60% dari target. Akibatnya, meski target pengurangan emisi dapat dengan mudah tercapai, kontribusi sektor lain menjadi lebih rendah.

Dia mencontohkan sektor energi baru berkontribusi mengurangi emisi sebesar 123,22 juta ton CO2e per 2022. “Dengan kebijakan saat ini, emisi Indonesia diperkirakan akan meningkat sebesar 300 juta ton CO2e pada 2030 utamanya akibat emisi dari penggunaan batu bara,” ujar Denny.

Dia mengatakan, pemerintah perlu membuat target pengurangan emisi sektor energi yang lebih ambisius. Beberapa langkah yang perlu dilakukan adalah pemensiunan dini PLTU, percepatan pembangunan infrastruktur pembangkit listrik energi terbarukan.

“Pemerintah juga perlu meningkatkan efisiensi energi dan elektrifikasi di berbagai sektor, serta pengembangan bahan bakar ramah lingkungan,” kata Denny.

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 185,600 academics and researchers from 4,982 institutions.

Register now