Menu Close
Ojek online sebagai transportasi umum

Cek Fakta: tepatkah meregulasi ojek ‘online’ sebagai bagian transportasi umum?

Kenyataannya di seluruh Indonesia, roda dua sudah dipakai untuk transportasi umum. Ketimbang kita menutup mata, mari sama-sama kita tata. Data dari asosiasi ojol (ojek online) bahwa jumlah ojol di Indonesia sudah mencapai 4 juta driver. Dengan adanya regulasi yang mengakui ojol sebagai transportasi umum, pemerintah dapat memberlakukan standar-standar keamanan.

Mulya Amri, Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, dalam keterangan kepada Tempo, Senin, 18 Desember 2023.

The Conversation Indonesia menghubungi M. Rizki Pratama, dosen Administrasi Publik di Universitas Brawijaya dan Arif Novianto, peneliti di Institute of Governance and Public Affairs, Universitas Gadjah Mada untuk memeriksa kebenaran pernyataan Mulya tersebut.

Analisis 1: bukan persoalan sederhana

Pada level undang-undang, belum ada payung hukum yang menjadi dasar ojek daring atau kendaraan roda dua sebagai transportasi umum. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dibuat jauh saat ojol belum ada dan tidak ada satu pun pasal yang mengaturnya.

Memang terdapat Peraturan Menteri Perhubungan No. 12 Tahun 2019, diluncurkan pada 2019, yang mengatur hak dan kewajiban aplikator, pengemudi, dan pengguna. Namun, absennya undang-undang memunculkan berbagai problem karena sulitnya melakukan kontrol dalam level nasional. Ini juga berakibat pemerintah daerah tidak dapat membuat aturan spesifik untuk wilayahnya masing-masing, seperti perbedaan tarif untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi.

Tujuan memasukkan kendaraan roda dua sebagai transportasi umum adalah untuk melindungi mitra pengemudi dan pengguna, baik dari aspek ekonomi, keamanan, dan keselamatan. Selama ini kendaraan roda dua adalah kendaraan dengan tingkat kecelakaan yang paling tinggi di jalan raya. Selain itu, kendaraan roda dua juga kerap gagal dalam uji emisi, yang menandakan minimnya perawatan yang layak.

Namun, perlu dipahami bahwa definisi transportasi umum adalah sistem perjalanan berkelompok. Dalam konsep ini, kendaraan roda dua tidak dalam membawa sebanyak mungkin penumpang sesuai standar dan kapasitas kendaraan.

Mekanisme pengelolaan dan standardisasi kendaraan terkait juga harus dapat mengoptimalkan perjalanan dengan aspek keselamatan yang tinggi. Artinya, menjadikan kendaraan roda sebagai moda transportasi umum memerlukan fasilitas shelter, lisensi pengemudi dan kendaraan yang khusus, dan perawatan kendaraan yang berkala untuk menjamin keamanan dan keselamatan kedua belah pihak. Siapa yang berhak mengawasi, menegakkan aturan, dan melaporkan pelanggaran di saat beban pengawasan kendaraan umum di Indonesia sudah sangat tinggi akan menjadi masalah tersendiri.

Hasil analisis 1

Benar bahwa dengan adanya regulasi dapat meningkatkan standar keamanan ojek online, namun perlu mempertimbangkan visi transportasi umum ke depan yaitu angkutan massal dan bukan perorangan.

Wacana memasukkan ojek online sebagai transportasi umum adalah kebijakan dilematis yang perlu terlebih dahulu mendapatkan analisis kebijakan yang komprehensif dari seluruh pemangku kebijakan.

Kompleksitas pengawasan dan implementasi akan menjadi pertimbangan karena bisa menimbulkan berbagai ongkos tambahan, seperti surat izin mengemudi khusus, fasilitas untuk pengguna, biaya monitoring dan sebagainya. Beban tambahan tersebut berpotensi mematikan transportasi online karena rumitnya pengelolaannya, padahal keberadaannya dibutuhkan oleh publik.

Hal yang sebenarnya penting untuk dipertimbangkan adalah kebijakan transportasi massal. Ide alternatif kendaraan roda dua hanya untuk pengantaran paket-paket ringan dan bukan angkutan manusia juga dapat menjadi usulan penting. Pemerintah juga tidak dapat lepas tangan dalam menyediakan transportasi publik yang layak dengan standar yang jelas dan terkontrol dengan baik.

Analisis 2: bukan regulasi, tapi kepastian kerja

Dalam UU LLAJ, kendaraan roda dua tidak termasuk dalam kategori angkutan umum, karena hanya dapat digunakan perseorangan bukan untuk mengangkut banyak. Regulasi tersebut sempat membuat ojol dilarang beroperasi pada 2015.

Namun, akibat tekanan dari masyarakat luas dan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, larangan terhadap ojol dicabut dengan pertimbangan bahwa dibutuhkan masyarakat—walaupun keberadaannya melanggar UU LLAJ.

Regulasi yang akhirnya menyatakan bahwa ojol, seperti Gojek, Grab, Maxim dan InDriver, dapat beroperasi adalah Permenhub 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat. Regulasi ini juga mengatur tentang standar keamanan dan perlindungan keselamatan bagi pengemudi dan penumpang ojek online.

Persoalan yang dialami ojek daring saat ini tidak lagi tentang legalisasi, tetapi tentang kelayakan kerja. Pada Maret 2020 – Maret 2022 total ada 71 aksi protes dari pengemudi online di Indonesia, dan sebanyak 70,4% menuntut tentang bayaran layak. Sedangkan, hanya 9,9% dalam aksi protes tersebut yang menuntut tentang legalisasi ojek online karena persoalan tersebut telah teratasi dalam Permenhub 2019.

Hasil analisis 2

Pada dasarnya, persoalan legalisasi dan standar keamanan ojol telah teratasi dengan adanya Permenhub No. 12 Tahun 2019. Namun, alih-alih menyoal tentang legalisasi, persoalan utama yang saat ini dialami oleh pengemudi adalah belum didapatkannya kondisi kerja yang layak akibat praktik kemitraan yang tidak adil atau kemitraan semu.

Alhasil, hubungan kemitraan yang harusnya merupakan hubungan yang setara, tidak ada pihak yang menguasai dan dikuasai, menjadi hubungan yang tidak adil: perusahaan platform bertindak sewenang-wenang dalam mengatur proses kerja kepada pengemudi ojek online yang merupakan mitra mereka.


Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now