Menu Close

Data Bicara: kasus HIV di Indonesia meningkat dalam 10 tahun terakhir, bagaimana cara mengendalikannya?

Berita tentang “lonjakan” kasus HIV di Kota Bandung, yang meningkat sekitar 400 kasus per tahun, membuat heboh di masyarakat.

Isu ini menjadi lebih “heboh” karena diberitakan ada sekitar 400 mahasiswa di Kota Bandung yang terkena HIV, yang belakangan dikonfirmasi bahwa angka itu merupakan akumulasi selama 31 tahun.

Pertanyaannya, sebenarnya berapa banyak keseluruhan kasus HIV dan AIDS di Indonesia dan daerah mana yang paling tinggi? Kelompok mana yang paling rentan tertular HIV/AIDS? Juga bagaimana cara mengendalikannya?

HIV, singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, merupakan jenis virus yang menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh seseorang.

Sementara AIDS, atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, merupakan sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Setelah kekebalan tubuh menurun, maka orang tersebut rentan diserang berbagai penyakit.

Secara akumulatif, menurut data terbaru Kementerian Kesehatan, jumlah orang dengan HIV yang dilaporkan sampai Maret 2021 mencapai 427.201 orang. Sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS sampai Maret 2021 mencapai 131.417.

Walau angkanya fluktuatif dalam 10 tahun terakhir, jumlah kasus HIV lebih cenderung naik, sementara jumlah AIDS cenderung turun sedikit. Menurut data Kementerian Kesehatan, pada 2019 di Indonesia ada sekitar 50 ribu kasus HIV, kasus tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir. Sementara yang terdeteksi AIDS pada tahun itu sekitar 7.000 orang.

Jauhnya jarak angka antara angka HIV dan AIDS ini terjadi karena proses peralihan dari infeksi HIV ke AIDS membutuhkan waktu lima hingga sepuluh tahun jika tidak ada tindakan medis seperti minum obat antiretroviral untuk mengendalikan jumlah virus HIV di tubuh.

Walau otoritas kesehatan menyatakan kasus pertama HIV di Indonesia - tepatnya di Bali - ditemukan pada 1987, perawatan pertama tersedia secara luas baru pada 2003. Tahun itu merupakan enam tahun setelah obat HIV, highly active antiretroviral therapy (HAART), bisa diakses luas di Amerika Serikat. Sejak saat itu, terapi antiretroviral yang aman dan efektif telah menyelamatkan kehidupan jutaan orang Indonesia yang hidup dengan HIV.

Tingkat kematian di antara orang-orang dengan AIDS juga turun drastis berkat pengobatan. Saat ini, stigma, diskriminasi, dan minimnya pengetahuan tentang HIV dan AIDS merupakan masalah terbesar di Indonesia dalam upaya menurunkan prevalensi orang dengan HIV.

Dari sisi provinsi pada 2019, jumlah HIV terbanyak ditemukan di Jawa Timur (hampir 9 ribu kasus). DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Papua menyusul di belakangnya. Sementara AIDS terbanyak di Jawa Tengah (sekitar 1.600 kasus atau 22% dari total kasus di Indonesia) – disusul Papua, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau. Pulau Jawa memiliki jumlah kasus HIV dan AIDS tertinggi dibanding pulau lainnya.

Dari sisi jenis kelamin, persentase laki-laki yang hidup dengan HIV dan AIDS selalu lebih tinggi dibanding perempuan pada periode 2008 sampai 2019.

HIV dapat menular melalui pertukaran cairan tubuh dari orang terinfeksi seperti darah, sperma, cairan vagina, darah, dan air susu ibu dalam kasus ibu yang terinfeksi. Kelompok berisiko tinggi yang bisa terinfeksi HIV adalah pekerja seks, lelaki seks lelaki, pengguna narkotik suntik, dan pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV.

Cegah dan hentikan stigma

Salah satu konsep terkenal untuk menghindari penularan HIV disingkat “ABCDE”. Abstinence, artinya tidak berhubungan seks bagi yang belum menikah. Be faithful, setia pada satu pasangan seks. Condom, cegah lewat pemakaian kondom saat berhubungan seks. Drug no, jangan pakai narkotik. Educate, edukasi yang akurat ihwal HIV tentang cara menular, mencegah dan mengobatinya kepada semua orang.

Di level kebijakan dan advokasi, kini banyak pihak mengupayakan perawatan dengan pendekatan 90-90-90 untuk mengakhiri pandemi HIV pada 2030. Maksudnya, 90% orang yang hidup dengan HIV mengetahui statusnya, 90% orang yang tahu status mulai berobat, dan 90% orang yang pakai obat akan mengurangi jumlah HIV di tubuh. Tujuan akhirnya, virus HIV lebih terkendali dan kemungkinan reproduksi virus dan penularannya lebih kecil.

Kita perlu membantu orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS dengan pengobatan yang optimal dan tidak mendiskriminasi dan menyematkan stigma ke mereka. Hambatan-hambatan struktural dan non-struktural perlu kita atasi untuk menurunkan angka kasus HIV.

Pada akhirnya, mencegah penularan HIV jauh lebih baik karena begitu virus itu ditemukan dalam tubuh, maka virus itu akan terus berkembang biak di sel inangnya.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now