Menu Close
Tim Laboratorium COVID-19 Unika Atma Jaya menghibur pasien anak dalam proses tes PCR COVID-19, September 2020. Robert Shen provided, Author provided (no reuse)

Gangguan saraf dan otak pada kondisi long COVID makin umum, ini gejala dan cara mendeteksinya

Para pasien dan penyintas COVID-19 mengalami masa pemulihan gejala yang beragam, dalam hitungan minggu sampai berbulan-bulan.

Laporan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat menunjukkan gejala menetap, disebut post-COVID conditions atau long COVID, pada pasien-pasien dapat berlangsung lebih dari 4 minggu setelah infeksi.

Kasus long COVID di berbagai negara terus meningkat, tapi angka prevalensi pastinya belum jelas, termasuk di Indonesia.

Sebuah studi di Inggris, Amerika Serikat, dan Swedia yang terbit Maret 2021 menyatakan 4.182 dari 4.223.955 pasien dewasa dengan hasil swab PCR masih positif COVID-19, memiliki gejala COVID dengan lama waktu pendek (kurang dari 10 hari), menengah (10-28 hari), dan panjang (28-56 hari).

Di Indonesia, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto menyatakan, berdasarkan studi Universitas Indonesia dan RS Persahabatan Jakarta, sekitar 63,5% dari 463 pasien penyintas COVID-19 mengalami long COVID. Jumlah ini semakin besar bila diproyeksikan pada populasi pasien di Indonesia.

Penyebab

Anthony Fauci, Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat, mengatakan gejala long COVID menyerupai myalgia encephalomyelitis-chronic fatigue syndrome (sindrom kelelahan kronis).

Gejala serupa juga dapat dipicu oleh penyakit lain seperti mononukleosis (demam kelenjar), penyakit Lyme, SARS dan penyakit akibat coronavirus lainnya.

Gejala long COVID-19 dapat dibagi menjadi tiga tipe: (1) Long COVID (COVID gejala berlanjut), (2) efek lanjutan paska COVID pada berbagai sistem organ dan kondisi autoimun, dan (3) efek paska perawatan COVID termasuk stres fisik dan psikis setelah perawatan intensif atau isolasi.

Fenomena long COVID memiliki gejala bervariasi dan dapat mengenai siapa pun yang terinfeksi SARS-CoV-2 meski sebelumnya memiliki gejala ringan atau tidak bergejala.

Adapun gejala berkepanjangan meliputi kelelahan ekstrem, brain fog (kesulitan konsentrasi dan berpikir), insomnia, nyeri kepala, kehilangan kemampuan penghidu(anosmia) dan pengecapan(ageusia).

Gejala lainnya adalah merasa pusing saat berdiri, depresi dan kecemasan, telinga berdenging, berdebar-debar (palpitasi), nyeri dada, sulit bernapas, kemampuan napas memendek, batuk, nyeri sendi dan otot, gatal-gatal dan lainnya.

Masih banyak yang belum diketahui mengenai long COVID, sehingga riset dan pemahamannya masih berkembang sampai saat ini.

Menariknya, long COVID pertama kali ditemukan dari keluhan-keluhan pasien di Twitter secara kolektif berbagai negara dengan hashtag seperti #LongCovid, #covidpersistence, #MitCoronaLeben, #長期微熱組.

Setelah beberapa bulan penelusuran di berbagai media lainnya, akhirnya otoritas kesehatan memetakan pasien dan penyusunan kebijakan klinis.

Post COVID-19 Neurological Syndrome (PCNS)

Post COVID-19 Neurological Syndrome (PCNS) merupakan istilah sindrom baru untuk menjelaskan kumpulan gangguan neurologis dan kognitif setelah infeksi COVID-19. PCNS merupakan bagian dari long COVID.

Istilah ini mendapatkan perhatian khusus setelah adanya kemiripan gangguan neurologis paska infeksi SARS-CoV-2 dibanding penyintas epidemi SARS pada 2003 lalu. Ada keterlibatan infeksi sistem saraf pusat pada SARS yang menyebabkan kelemahan otot, pusing, dan kelelahan berkepanjangan.

Beberapa penyintas SARS juga mengalami gangguan kesehatan mental dan jiwa yang bahkan dapat berlangsung sampai 4 tahun setelah infeksi. Gangguannya seperti depresi, gangguan panik, stress paska trauma, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan somatoform (keluhan fisik tanpa temuan klinis bermakna).

Gejala PCNS pada kasus COVID-19 dapat terjadi akibat virus SARS-CoV-2 yang menembus sawar-darah otak menuju ke otak secara langsung, ataupun melalui akson saraf tepi nervus olfaktori ke otak dan menimbulkan gejala gangguan saraf pusat. Nyeri kepala, pusing, gangguan kognitif, kejang, sulit berjalan, “brain fog” sampai gangguan kesadaran, bahkan stroke merupakan contoh gangguan saraf pusat.

Sedangkan gangguan saraf tepi di luar dari gejala pada otak dapat berupa kelemahan otot, gangguan pergerakan otot (motorik), dan gangguan kemampuan sensorik merasakan pada anggota tubuh.

Studi prospektif terbaru di Turki menunjukkan 135 dari 356 pasien COVID-19 yang di teliti menunjukkan PCNS memiliki dampak pada ke-12 saraf kranial manusia. Gambar di bawah merupakan gejala dari masing-masing saraf kranial yang merupakan manifestasi dari PCNS dan persentase kejadiannya pada pasien long COVID:

Keterlibatan saraf kranial sebagai gejala PCNS pada long COVID-19. Adapted by Celia and Robert Shen | Kenhub.com

Kapan perlu mencari dokter saraf atau bedah saraf?

Cara terbaik mencegah long COVID adalah mencegah terinfeksi lagi COVID-19.

Lantas butuh berapa lama long COVID 19 dapat sembuh?

Jawabannya adalah bervariasi, untuk mencapai kesembuhan total. Sebagian besar memakan waktu 12 minggu namun beberapa di antaranya bahkan lebih lama.

Kemungkinan lama kesembuhan tidak berdasarkan tingkat keberatan gejala. Orang dengan gejala ringan bisa saja memiliki waktu yang lebih lama untuk sembuh total dibanding gejala yang berat.

Gejala long COVID dapat dialami oleh orang-orang tidak bergejala pada masa infeksi COVID, sehingga seseorang tidak mengetahui apakah kita pernah terinfeksi atau tidak. Seringkali gejala long COVID tidak disertai dengan terdeteksinya virus SARS-CoV-2 dalam tubuh.

Bila Anda mengalami gejala sindrom setelah terinfeksi COVID, atau merasakan perburukan gejala setiap harinya, maka carilah dokter saraf atau bedah saraf.

Ini penting untuk pemeriksaan fisik dan penunjang guna menentukan diagnosis dan langkah pengobatannnya.

Indonesia perlu belajar dari Inggris yang menyediakan akses konsultasi pasien rawat inap maupun di rumah dengan perawat, fisioterapis, dan dokter spesialis terkait efek long COVID yang dialami pasien. Di sana, pasien tanpa akses internet akan diberikan materi cetak sesuai kebutuhan pasien dan kesehatan mental pasien juga mendapat perhatian yang memadai.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now