Menu Close

Indonesia dapat bermitra dengan Australia untuk kembangkan rantai pasok layanan kesehatan digital dalam hadapi pandemi COVID-19

Seorang petugas kesehatan merawat pasien COVID-19 di Aceh. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.

Penyebaran COVID-19 berdampak signifikan pada sistem pelayanan kesehatan di negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia.

Permintaan akan alat-alat kesehatan, perlengkapan bedah dan obat-obatan telah menghadirkan banyak tantangan, yang mengakibatkan kurangnya pasokan baik untuk rumah sakit maupun distributor lokal.

Kekurangan pasokan ini menyebabkan banyak pasien COVID-19 tidak dirawat tepat waktu.

Indonesia telah melaporkan jumlah kasus COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara. Di kawasan ini, Indonesia juga termasuk negara dengan kematian terbanyak akibat infeksi COVID-19.

Penelitian terbaru kami menyarankan agar Indonesia bermitra dengan negara-negara maju seperti Australia, untuk membangun rantai pasok layanan kesehatan yang tangguh dan responsif dengan melibatkan teknologi digital modern.

Kemitraan Australia-Indonesia

Dari perspektif geografis, Australia dan Indonesia memiliki banyak kesamaan.

Misalnya, kedua negara memiliki populasi yang tersebar di wilayah yang luas. Hal ini menghadirkan tantangan unik untuk logistik dan pengaturan ketersediaan alat-alat kesehatan di tempat penyimpanan, terutama ketika membutuhkan alat pendingin untuk penyimpanan.

Dengan melibatkan para praktisi, pembuat kebijakan, dan peneliti akademis dari Indonesia dan Australia, riset kami menunjukkan bagaimana Indonesia dapat belajar dari Australia tentang strategi rantai pasok modern untuk pengadaan layanan kesehatan.

Sistem pelayanan kesehatan Australia termasuk yang paling terorganisasi dan diatur dengan baik di dunia.

Di antara negara-negara yang sangat maju (termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Belanda, Kanada, dan Selandia Baru), sektor pelayanan kesehatan Australia memiliki kinerja sangat baik berdasarkan kualitas pelayanan, akses, efisiensi, dan kesetaraan.

Kualitas tinggi sistem pelayanan kesehatan Australia telah terbukti selama pandemi. Respons mereka terhadap pandemi sangat efektif karena kepemimpinan yang kuat dan sarana dalam memastikan ketersediaan peralatan medis dan alat pelindung diri.

Pada awal Juni 2021, Australia telah mencatat kurang dari 30.195 kasus dan 910 kematian dari COVID-19. Australia telah bernasib jauh lebih baik daripada kebanyakan negara maju lainnya. Inggris Raya telah mencatat lebih dari 4 juta kasus COVID-19 dan lebih dari 120.000 kematian. Kanada memiliki lebih dari 1,3 juta kasus, dengan hampir 25.000 kematian.

Penelitian kami menunjukkan apa yang terjadi di Indonesia berbanding terbalik dengan pengalaman Australia.

Kami mewawancarai para pemangku kepentingan terkait di Indonesia. Mereka menunjukkan bahwa pengadaan dan manajemen rantai pasok di sektor kesehatan Indonesia masih dalam tahap berkembang bahkan sejak pandemi mulai. Misalnya, banyak kegiatan pengadaan yang tidak menggunakan sistem informasi dan komunikasi yang canggih, baik secara internal di dalam rumah sakit maupun secara eksternal dengan pedagang besar dan pemasok. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam pengiriman pasokan.

Seorang petugas kesehatan mempersiapkan sebuah ruang operasi untuk pasien COVID-19 di sebuah rumah sakit di Tulungagung Jawa Timur. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/rwa.

Riset kami menggunakan metode kualitatif yang melibatkan dua tahap.

Pertama, kami melakukan wawancara mendalam yang semi terstruktur dengan tujuh personel pengadaan senior yang bekerja di sektor kesehatan di Indonesia dan seorang pembuat kebijakan senior yang bekerja di Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jawa Barat.

Kedua, kami mengadakan dua sesi diskusi kelompok fokus dengan para pemangku kepentingan (para profesional senior di bidang pengadaan, penasihat pemerintah, dan konsultan industri) dari Indonesia dan Australia. Diskusi ini mencakup kemajuan teknologi dalam pelayanan kesehatan dan rantai pasok kesehatan, mobilisasi pengetahuan, implementasi dan manajemen perubahan.

Kami menyelesaikan pengumpulan dan analisis data pada paruh kedua tahun 2020.

Ketika pandemi melanda Indonesia, pengadaan layanan kesehatan di bawah standar dan manajemen rantai pasoknya kurang cepat untuk diperbaiki. Rantai pasok yang bermasalah menjadi tantangan bagi rumah sakit karena mereka tidak dapat merespons COVID-19 secara tepat waktu dan efektif.

Studi kami melihat bagaimana Indonesia dapat meningkatkan rantai pasok layanan kesehatannya dengan belajar dari negara yang lebih maju, dalam hal ini Australia.

Kami merekomendasikan agar dibangun sebuah jaringan para profesional dan akademisi rantai pasok layanan kesehatan dari Australia dan Indonesia. Jaringan ini akan memungkinkan mereka untuk berbagi pengetahuan melalui lokakarya reguler, presentasi, dan dialog.

Selain transfer pengetahuan, kemitraan ini akan membantu membangun kapabilitas rantai pasok di sektor kesehatan Indonesia. Kita dapat mulai dengan proyek percontohan, yang kemudian dapat dipamerkan ke sistem pelayanan kesehatan yang lebih luas.

Kemitraan dalam revolusi digital

Para akademisi dan praktisi di negara maju telah menyerukan pentingnya agar revolusi digital segera diterapkan untuk meningkatkan sistem pelayanan kesehatan.

Memajukan digitalisasi dapat meningkatkan integrasi rantai pasok dan memberikan nilai tambah yang signifikan pada rantai pasok layanan kesehatan dengan meningkatkan kinerja layanan dan keuangan.

Contoh paling umum dari hal ini adalah sinkronisasi data dan penetapan standar untuk berbagi data elektronik. Ini akan mengurangi kesalahan, meningkatkan akurasi persediaan, dan meningkatkan aliran bahan dan produk.

Australia sangat maju dalam menggunakan teknologi canggih untuk mengelola logistik dan sistem pergudangan, bergerak menuju rantai pasok yang canggih dan serba digital.

Pemerintah Australia mengumumkan anggaran A$ 55 juta atau Rp 54 miliar untuk Pusat Penelitian Kerja Sama Kesehatan Digital (DHCRC), yang melibatkan sejumlah besar akademisi, lembaga penelitian, dan bisnis, pada April 2018.

Seorang pengunjung menghadiri pameran teknologi kesehatan di Jakarta, 2019. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

Sementara itu, seperti yang kami amati dalam riset ini, Indonesia masih terlihat kurang cepat dalam mengadopsi sistem pelayanan kesehatan digital. Hal ini terjadi karena sejumlah tantangan terkait dengan pendanaan, infrastruktur digital, dan keahlian, belum lagi peran kepemimpinan yang masih dibutuhkan di semua tingkatan untuk mencapai perubahan yang diperlukan.

Diskusi dengan responden kami menyoroti pentingnya kolaborasi masa depan antara Australia dan Indonesia untuk berbagi pengetahuan tentang praktik pengadaan terbaik dan digitalisasi rantai pasok.

Kemitraan ini dapat mendorong kemajuan Indonesia dalam melakukan digitalisasi rantai pasok dan menerapkan praktik terbaik dalam pengadaan layanan kesehatan.

Para profesional rantai pasok Indonesia percaya bahwa pengembangan teknologi dan berbagi pengetahuan harus dikelola dengan baik agar sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, dan infrastruktur Indonesia saat ini.

Kami menemukan bahwa belajar dari pengalaman orang lain adalah salah satu faktor keberhasilan yang paling penting dalam melakukan proyek skala besar.

Belajar dari pengalaman Australia bisa sangat berharga bagi para profesional rantai pasok layanan kesehatan Indonesia saat mereka memulai perjalanan untuk menerapkan digitalisasi pada proses pengadaan dan rantai pasok.

Riset kami juga merekomendasikan pembentukan Jaringan Peningkatan Layanan Kesehatan Australia-Indonesia sebagai platform untuk memajukan transformasi ini.

Para pemangku kepentingan utama yang dapat memberikan kontribusi signifikan adalah para akademisi, peneliti, dan praktisi rantai pasok, mulai dari tingkat direktur hingga staf yang bekerja di gudang dan toko, serta pembuat kebijakan.

Inisiatif serupa di negara lain telah memberikan banyak manfaat. Salah satu contohnya adalah program yang baru saja selesai yang didanai oleh pemerintah Kanada untuk meningkatkan proses rantai pasok di sektor pelayanan kesehatan dengan menggunakan digitalisasi.


Bagi yang tertarik untuk menjadi bagian dari Jaringan Peningkatan Kesehatan Australia-Indonesia dapat menghubungi Profesor Amrik Sohal di Monash University di Australia (email: amrik.sohal@monash.edu) dan Profesor Daniel Prajogo (daniel.prajogo@monash.edu) atau Dr Wawan Dhewanto di ITB (email:w_dhewanto@sbm-itb.ac.id) dan Dr. Mursyid Hasan Basri (mursyid@sbm-itb.ac.id)

Penelitian ini didanai oleh pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Centre di bawah program PAIR.

The Australia-Indonesia Centre mendukung The Conversation Indonesia dalam pembuatan artikel ini.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now