Menu Close
(Unsplash/Bady Abbas), CC BY

Jalan-jalan atau #healing? Bagaimana istilah bahasa asing bisa alami pergeseran makna dalam budaya media sosial

Setahun belakangan, istilah atau tagar ‘#healing’ semakin populer di kalangan anak muda dan netizen Indonesia ketika menggambarkan jalan-jalan atau mengunggah foto liburan di media sosial.

Bayangkan seorang pegawai kantoran di Jakarta mengunggah foto-foto liburan ke luar kota di akun Instagram-nya dengan tulisan “#healing sejenak bersama keluarga”. Atau, seorang pelajar SMA mengunggah foto tiket kereta dengan keterangan “OTW ke Jogja! #healing” di Twitter.

Biasanya, tagar #healing ramai di medsos pada akhir pekan atau periode liburan, saat banyak orang berwisata.

Menariknya, contoh-contoh di atas menggunakan kata healing untuk merujuk kepada atau mengganti kata liburan atau jalan-jalan. Suatu artikel daring yang menggunakan kata healing di judulnya, misalnya, menceritakan bagaimana pengendara-pengendara yang ingin liburan ke Puncak malah berujung stres karena macet panjang.

Dari sini, kita bisa lihat bahwa penggunaan kata healing membawa arti yang berbeda ketika digunakan oleh pengguna medsos di Indonesia.

Secara ilmu linguistik, saya tertarik untuk membedah: Apakah dalam konteks di atas, mereka memang tidak mengetahui arti sebenarnya dari kata healing? Apakah ada makna yang hilang atau bergeser, atau mereka tersesat dalam terjemahan (lost in translation)?

Healing: studi kasus menarik pergeseran makna

Kata healing merupakan sebuah kata yang dipinjam (loanwords atau borrowed words) dari bahasa Inggris.

Menurut kamus Cambridge, arti healing adalah “proses membuat seseorang menjadi sehat kembali, terutama setelah luka atau cedera lainnya”. Menurut kamus Macmillan, salah satu arti dari healing adalah “proses menjadi sehat kembali, atau pulih dari pengalaman yang tidak menyenangkan”.

Kata healing juga sering digunakan di bidang psikologi dalam konteks kesehatan mental. Menurut kajian riset psikologi ini, misalnya, kata healing merujuk kepada proses penyembuhan setelah mengalami tekanan emosional seperti ketakutan, kekhawatiran, kesedihan, kedukaan, perasaan bersalah, dan malu.

Namun, ketika dipinjam dan digunakan oleh pengguna media sosial di Indonesia, kata healing mengalami pergeseran makna atau yang umum disebut semantic change.

Sejak tahun 2000-an, kata pinjaman dari bahasa Inggris banyak digunakan di bahasa gaul anak muda Indonesia. Beberapa contohnya antara lain kata affair, error, stand by, dan lain-lain.

Menurut profesor linguistik Attila Benő, meminjam kata dari bahasa asing bukan hanya termotivasi oleh alasan prestise seperti ingin terdengar keren, tetapi juga oleh kebutuhan akan kata-kata baru untuk ekspresi yang figuratif (bersifat kiasan).

Peminjaman kata healing dalam konteks budaya medsos Indonesia, misalnya, bisa jadi pertanda bahwa masyarakat Indonesia mulai terbuka membicarakan hal-hal terkait kesehatan mental – sesuatu yang selama ini masih tabu dibicarakan.

Peminjaman kata healing dalam konteks budaya medsos Indonesia juga bisa jadi pertanda bahwa masyarakat mulai terbuka membicarakan hal-hal terkait kesehatan mental. (Pexels/Cottonbro)

Mungkin, karena merasa tidak nyaman membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan mental dalam bahasa Indonesia, pengguna media sosial meminjam kata healing untuk memenuhi kebutuhan mengungkapkan ekspresi tersebut.

Ahli linguistik Gillian Kay menyatakan bahwa kata pinjaman tidak jarang mengalami perubahan atau pergeseran makna (semantic change) karena mengalami kontak dengan bahasa dan konteks lokal.

Contohnya, menurut kajian ilmiah yang ditulis peneliti bahasa J.C. Wakefield, kata happy yang dalam bahasa Inggris merupakan kata sifat yang berarti senang, bisa berubah menjadi kata kerja ketika dipinjam ke bahasa Kanton (salah satu variasi bahasa Cina). Makna kata tersebut kemudian bergeser menjadi melakukan sesuatu yang bisa membuat seseorang bahagia seperti minum-minum bersama teman.

Penafsiran berbeda mengenai kata healing juga menunjukkan bahwa ketika kita mengalami kontak dengan bahasa asing, terjemahan harfiah atau dari definisi kamus semata tidaklah cukup.

Claire Kramsch, seorang profesor dari University of California Berkeley di Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa pelajar atau pengguna bahasa asing bukanlah seseorang yang hanya mampu menyalin kosakata dari orang lain atau bahasa lain saja. Mereka juga adalah ‘embodied-self’ – seseorang yang secara menyeluruh bukan hanya menggunakan otak, tetapi juga keseluruhan indera, perasaan, emosi, budaya, dan pengalaman ketika menafsirkan sebuah kata dari bahasa asing.

Profesor bahasa lainnya, Elana Shohamy juga menyatakan bahwa bahasa itu dinamis, terbuka (terhadap beragam interpretasi) dan personal. Penggunaan bahasa bervariasi dari satu orang ke orang lainnya.

Kata happy yang dalam bahasa Inggris berarti senang, kini dipinjam ke bahasa Kanton dan banyak dipakai untuk mengartikan kegiatan menyenangkan seperti minum-minum bersama teman. (Pexels/Mart)

Bahasa itu dinamis

Seperti di contoh-contoh di atas, penggunaan kata healing tidak terbatas pada konteks medis atau psikologi bagi beberapa orang. Namun, ia juga berhubungan dengan hal-hal yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Healing bisa berarti lari sejenak dari kesibukan hari kerja dengan deadline yang mencekik. Bisa juga berarti menghindar sementara tugas-tugas sekolah atau kuliah. Bagi yang baru saja patah hati, liburan ke tempat rekreasi bisa juga berarti healing untuk melupakan mantan dan sakit hati. Atau, bagi seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja sebagai karyawan tetap, healing bisa berarti melepas penat dan stres dari berbagai tanggung jawab yang diemban.

Definisi-definisi ini tidak akan ditemukan di sebuah kamus bahasa, namun terhubung ke subjektivitas, pengalaman pribadi, dan aspek sosial dan budaya pengguna kata tersebut. Ahli linguistik terapan Michelle Kohler dan Angela Scarino menggunakan istilah ‘lifeworlds’ untuk menggambarkan hal ini.

Pergeseran makna healing ini juga mengingatkan kita bahwa bahasa bersifat dinamis dan tidak statis. Penafsiran akan sebuah kata dipengaruhi oleh lingkungan atau konteks sosial dan budaya pengguna bahasa tersebut.

Jika melihat kembali arti harfiah dan pergeseran makna seperti dipaparkan di atas, aktivitas healing tidak harus mahal. Tidak perlu liburan ke luar kota atau ke luar negeri, belanja barang-barang mewah, atau menghabiskan uang banyak. Healing bisa berarti menikmati secangkir kopi hitam di teras sambil membaca buku karangan penulis favorit. Bisa juga jalan-jalan santai di taman atau di stadion olahraga dekat rumah, atau memasak makanan kesukaan.

Pembaca The Conversation Indonesia akan healing ke mana akhir pekan ini?

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now