Menu Close
Seorang doktor berdiri di Ruang pasien di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putin, Jakarta. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

Kesenjangan fasilitas dan layanan antar rumah sakit di Indonesia meningkatkan risiko COVID-19 di kalangan tenaga kesehatan

Pandemi COVID-19 sangat mempengaruhi sektor kesehatan di Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Salah satu dampak yang paling serius adalah tingginya angka infeksi dan kematian di kalangan tenaga kesehatan.

Data terbaru dari Ikatan Dokter Indonesia menunjukkan setidaknya 718 petugas kesehatan meninggal akibat infeksi COVID-19, termasuk 325 dokter dan 324 perawat.

Angka ini termasuk tertinggi di dunia.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah karena Indonesia memiliki jumlah tenaga kesehatan yang relatif rendah, yaitu rata-rata hanya tersedia 4 dokter dan 21 perawat per 10.000 penduduk.

Sebagai perbandingan, Malaysia memiliki 15 dokter dan 35 perawat, dan Singapura memiliki 23 dokter dan 62 perawat, per 10.000 penduduk.

Penelitian terbaru kami mengungkapkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam jumlah dan mutu dari fasilitas dan layanan antar rumah sakit untuk perawatan COVID-19 yang mengakibatkan meningkatnya risiko bagi tenaga medis.

Penyebab utama dari kondisi ini adalah kesenjangan dalam sumber daya finansial yang dimiliki oleh masing-masing rumah sakit.

Penelitian kami

Kami melakukan penelitian pada 11 rumah sakit di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Lima di antaranya merupakan rumah sakit rujukan COVID-19.

Namun, seiring dengan jumlah infeksi yang melonjak, maka banyak rumah sakit non-rujukan juga harus merawat pasien COVID-19.

Seorang petugas kesehatan menyiapkan ruang operasi untuk pasien COVID-19 di rumah sakit di Tulungagung, Jawa Timur. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/rwa.

Sebagai bagian dari kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3), semua rumah sakit yang terlibat dalam penelitian kami telah menetapkan kebijakan, prosedur, mekanisme, dan persediaan peralatan untuk menangani infeksi COVID-19 guna memastikan keselamatan dan kesejahteraan tenaga kesehatan.

Untuk itu rumah sakit membentuk unit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dengan tugas utama untuk menangani penyakit menular di rumah sakit serta mengawasi penerapan protokol kesehatan terkait COVID-19.

Unit PPI juga berfungsi untuk mengembangkan prosedur pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi untuk dokter, perawat, pasien dan keluarga.

Petugas kesehatan merawat pasien di rumah sakit darurat COVID-19 di Jakarta. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

Penelitian kami menemukan kesenjangan yang signifikan dalam kuantitas dan kualitas fasilitas dan peralatan antara rumah sakit, baik di kalangan rumah sakit rujukan maupun non-rujukan.

Sebagai contoh, tidak semua rumah sakit memiliki ruang isolasi khusus (RIK) dan unit perawatan intensif (ICU) yang dilengkapi dengan tekanan udara negatif, yang diperlukan dalam mencegah penyebaran virus.

Beberapa rumah sakit tidak memiliki ventilator yang cukup dan tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menguji pasien yang terinfeksi COVID-19.

Dengan terbatasnya jumlah fasilitas untuk merawat pasien COVID-19, beberapa rumah sakit tidak mampu melakukan pengujian pada kondisi pasien secara akurat untuk merujuk mereka ke ruang perawatan yang sesuai.

Masalah lain yang juga mengkhawatirkan adalah beberapa rumah sakit tidak memiliki persediaan alat pelindung diri (APD) yang cukup dengan kualitas yang memadai.

Informasi yang kami dapatkan dari dokter dan petugas kesehatan mengungkapkan bahwa mereka terkadang harus memakai APD yang tidak memenuhi standar atau menggunakan ulang peralatan yang seharusnya sudah diganti.

Beberapa dokter mengatakan bahwa mereka bahkan harus membeli APD sendiri karena rumah sakit tidak mampu untuk menyediakannya.

Situasi ini meningkatkan potensi tenaga kesehatan terpapar virus, yang berakibat pada risiko kesehatan atau beban keuangan mereka.

Masalah-masalah ini telah mengancam kesehatan fisik dan psikologis tenaga kesehatan yang juga membuat mereka berpotensi menularkan virus pada orang lain.

Kegagalan mengikuti protokol kesehatan

Setiap rumah sakit telah menetapkan protokol kesehatan untuk perawatan COVID-19 dalam pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Namun, penelitian kamu menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan pada tingkat kesadaran dan komitmen tenaga kesehatan dalam mematuhi protokol kesehatan.

Salah satu sumber utama infeksi pada tenaga kesehatan di rumah sakit adalah penggunaan berbagai fasilitas bersama untuk staf, seperti ruang ganti, ruang makan, musala, lift, dan kamar mandi.

Ada juga indikasi bahwa staf rumah sakit yang tidak berhubungan langsung dengan pasien COVID-19 kurang menganggap serius akan risiko tertular virus. Akibatnya tingkat kepatuhan mereka pada protokol kesehatan relatif rendah.

Temuan kami juga menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi di kalangan petugas kesehatan justru terjadi di luar tempat kerja, di mana kewaspadaan petugas terhadap virus menurun.

Dampak bagi pekerja medis

Studi kami juga menemukan banyak petugas kesehatan yang mengalami masalah kesehatan mental akibat beban kerja yang meningkat.

Hal ini juga tercermin dalam temuan studi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang menunjukkan 83% tenaga kesehatan Indonesia menderita stres akibat kelelahan fisik dan mental di tempat kerja, terutama di rumah sakit dengan jumlah tenaga yang terbatas.

Seorang petugas kesehatan memakai alat pelindung diri sebelum membagikan makanan untuk pasien COVID-19 di rumah sakit di Bandung, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj.

Beban mental yang dialami tenaga kesehatan meningkat saat mereka harus menangani pasien yang terinfeksi COVID-19 dan sebagian mereka mengalami trauma ketika menyaksikan kematian di antara pasien dan sesama rekan kerja mereka.

Di sisi lain, sikap masyarakat dan stigma negatif terhadap mereka juga memperberat tekanan mental bagi para tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan banyak anggota masyarakat yang beranggapan bahwa para tenaga kesehatan ini kemungkinan besar tertular virus akibat interaksi mereka dengan pasien COVID-19.

Sebagai dampaknya, banyak petugas kesehatan merasa terisolasi karena sebagian orang cenderung untuk menghindari interaksi sosial dengan mereka maupun keluarga mereka.


Penelitian ini didanai oleh Pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Centre di bawah program PAIR

The Australia Indonesia Centre mendukung The Conversation Indonesia dalam produksi artikel ini.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now