Menu Close
Pemerintah Aceh memberikan layanan gratis tes antigen COVID-19 untuk mahasiswa, santri dan pelajar di Laboratorium Kesehatan Daerah di Banda Aceh, Jumat 13 Agustus 2021. ANTARA FOTO/Ampelsa/hp

Kisah Cochrane: sumber rujukan informasi medis kepercayaan WHO

Sulit untuk menentukan validitas dari banyaknya informasi yang tersebar pada masa pandemi. Namun ada sebuah organisasi global nirlaba yang berisi para saintis, praktisi kesehatan, kelompok masyarakat konsumen kesehatan dan para pembuat kebijakan yang menjawab masalah itu.

The Cochrane Collaboration (Cochrane) secara aktif menghasilkan bukti-bukti ilmiah kesehatan dengan metode yang secara internasional diakui validitasnya.

Cochrane menjadi sumber rujukan tepercaya untuk berbagai pertanyaan. Misalnya, obat apa yang efektif dan aman untuk pasien COVID-19? Apa intervensi kesehatan masyarakat yang efektif?

Sekitar 90% petunjuk resmi yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merujuk kepada bukti bukti ilmiah yang dihasilkan oleh Cochrane.

Rujukan WHO

WHO dan Cochrane telah menjalin kemitraan resmi sejak 2011 dalam upaya menyajikan petunjuk-petunjuk medis, informasi kesehatan masyarakat dan rekomendasi kebijakan kesehatan yang berbasis bukti.

Bukti-bukti medis dan kesehatan yang dihasilkan Cochrane ini dipublikasikan sebagai artikel ilmiah dalam Perpustakaan Cochrane melalui jurnal medis Cochrane Database of Systematic Reviews yang merupakan salah satu jurnal ilmiah kesehatan yang paling berpengaruh di dunia.

Yang unik dari Cochrane adalah setiap bukti ilmiah yang diterbitkannya selalu menyertakan ringkasan dalam bahasa sederhana yang relatif mudah dipahami orang awam tanpa latar belakang medis.

Ringkasan ini dapat diakses secara gratis oleh publik dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, di antaranya Melayu.

Cochrane dan COVID-19

Dalam situasi pandemi COVID-19, Cochrane secara khusus menumpukan perhatian pada upaya untuk secepat mungkin menyajikan bukti ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, khususnya untuk hal-hal yang diperdebatkan publik.

Beberapa contoh di antaranya melibatkan isu-isu seperti penggunaan Ivermectin, plasma konvalesen, serta suplemen vitamin D.

Pada 28 Juli 2021 Cochrane menerbitkan studinya mengenai ada atau tidaknya manfaat penggunaan Ivermectin untuk COVID-19. Studi ini menganalisis 14 laporan uji klinis yang melibatkan 1.678 pasien.

Berdasarkan studi ini, tidak ditemukan bukti atas adanya kemungkinan manfaat penggunaan Ivermectin, baik dalam hal mencegah infeksi, mencegah perburukan gejala, maupun kematian. Namun demikian, masih ada 31 uji klinis yang sedang berjalan atau belum dilaporkan, yang akan terus dianalisis pada versi studi Cochrane berikutnya.

Bagaimana menurut Cochrane mengenai penggunaan plasma konvalesen?

Beberapa waktu yang lalu sempat ramai didiskusikan publik efektivitas pemberian plasma dari penyintas COVID-19 kepada pasien COVID-19.

Plasma adalah cairan darah di mana sel-selnya telah dipisahkan. Konvalesen berarti masa penyembuhan. Cairan plasma penyintas COVID-19 yang diambil pada masa penyembuhan dipercaya mengandung antibodi yang dapat membunuh SARS CoV-2.

Pada saat lonjakan kasus saat ini semakin sering kita temui permintaan donor plasma konvalesen berseliweran di lini masa berbagai platform sosial media.

Sebuah studi Cochrane yang diterbitkan dengan update terbaru pada 20 Mei 2021 mengatakan dengan yakin bahwa plasma konvalesen tidak memberi manfaat pada pasien-pasien bergejala sedang hingga berat. Kesimpulan ini diambil setelah dilakukan ulasan sistematik terhadap 13 laporan uji klinis yang melibatkan 48.509 pasien.

Namun demikian, studi ini juga mengatakan bahwa saat ini terdapat 130 uji klinis lain yang sedang berjalan, sehingga belum ikut dilaporkan dalam studi Cochrane ini. Keberadaan 130 uji klinis ini akan ditelaah dalam versi-versi lanjutan studi Cochrane tersebut. Versi saat ini adalah versi keempat sejak versi pertama pada 14 Mei 2020.

Apa kata Cochrane mengenai suplemen vitamin D?

Saat ini juga ramai diperbincangkan mengenai manfaat pemberian suplemen vitamin D. Vitamin D diproduksi oleh sel-sel imun seperti sel B, sel T dan sel penyaji antigen. Secara umum kekurangan vitamin D berhubungan dengan kerentanan terhadap infeksi.

Pertanyaannya kemudian, apakah kekurangan vitamin D dapat secara spesifik dihubungkan dengan kerentanan terinfeksi COVID-19, masuk rumah sakit, ICU, dan kematian karena COVID-19? Apakah suplemen vitamin D dapat memberikan proteksi terhadap risiko-risiko ini?

Setelah menelaah hasil tiga uji klinis dengan 356 peserta, studi Cochrane yang diterbitkan pada 24 Mei 2021 menyimpulkan bahwa saat ini belum terdapat bukti yang cukup untuk menentukan manfaat pemberian vitamin D bagi perawatan maupun pencegahan COVID-19.

Studi ini menekankan perlunya desain uji klinis yang baik agar dapat diperoleh kesimpulan yang kuat mengenai ada tidaknya manfaat vitamin D secara khusus terhadap COVID-19. Masih terdapat 21 uji klinis lain yang sedang berlangsung atau belum dilaporkan, dan akan ditelaah pada studi-studi lanjutan berikutnya.

Cara memahami informasi terkait bukti medis

Para ilmuwan kedokteran dan kesehatan telah menetapkan konsensus untuk memperoleh bukti medis yang kredibel dan valid terkait obat termasuk vaksin. Berikut ini konsensusnya.

Bukti medis diperoleh melalui penelitian. Riset dengan kualitas paling tinggi adalah yang menggunakan metode uji klinis terkontrol secara acak (randomized controlled trial–RCT.

Berbagai laporan RCT untuk obat yang sama kemudian dikumpulkan dan dianalisis sekaligus dengan metode ulasan sistematik (systematic review–SR). Bukti-bukti medis dari Cochrane dihasilkan dengan metode SR. Dalam piramida hirarki bukti medis, SR menduduki posisi teratas yang artinya paling dapat dipercaya.

Tidak ada satu pun riset yang bebas dari kelemahan. Tantangan utama uji klinis terletak pada minimalisasi kelemahan, yang kemudian menentukan kualitasnya. Jika dilakukan dengan benar, metode RCT memiliki tingkat kelemahan paling rendah dan kualitas paling baik.

Tantangan SR terletak pada keandalannya mengidentifikasi kelemahan uji klinis yang dianalisisnya untuk kemudian meramu kesimpulan yang berimbang.

Kesimpulan terpenting yang perlu dicari dari setiap informasi bukti medis adalah yang menyangkut tingkat kepastian (certainty). Cochrane mengenal tiga tingkat kepastian: tinggi, sedang, dan rendah.

Misalnya, kesimpulan mengenai ketiadaan manfaat plasma konvalesen memiliki tingkat kepastian tinggi, sementara kesimpulan mengenai Ivermectin tingkat kepastiannya rendah.

Oleh karena itu, kita dapat memahami bahwa istilah yang digunakan dalam menyatakan kesimpulan mengenai Ivermectin adalah “tidak ada bukti”. Penelitinya juga menekankan mengenai ketidakpastian atas kesimpulan yang dihasilkan.

Kita perlu memahami perbedaan antara “tidak ada bukti kemanjuran” dan “terbukti tidak ada kemanjuran”. Ketiadaan bukti menunjukkan ketidakpastian, karena minimnya informasi yang dapat dianalisis atau rendahnya kualitas uji klinis yang dilaporkan.

Sementara itu, pembuktian mengenai tidak adanya kemanjuran menunjukkan keyakinan peneliti bahwa obat atau intervensi medisnya memang tidak manjur. Keyakinan ini didapatkan berdasarkan kecukupan data yang telah dianalisis dan tingginya kualitas uji klinis yang dilaporkan.

Tiga contoh bukti Cochrane di atas menyebutkan bahwa masih ada sejumlah uji klinis yang sedang berjalan atau belum dilaporkan. Ini menunjukkan bahwa kesimpulan yang disampaikan dalam versi studi Cochrane yang lebih awal mungkin saja berubah jika laporan laporan baru dapat dianalisis pada versi-versi berikutnya.

Secara umum, ini berarti bahwa bukti-bukti medis bisa saja berubah seiring dengan laporan-laporan penelitian baru.

Baik “tidak ada bukti kemanjuran” maupun “terbukti tidak ada kemanjuran”, keduanya berimplikasi pada keputusan bahwa obatnya tidak boleh digunakan. Paling tidak pada saat bukti tersebut dipublikasikan, tidak ada yang dapat digunakan sebagai landasan ilmiah untuk penggunaan obat.

Korelasi tidak serta merta menunjukkan hubungan sebab-akibat. Adanya korelasi (berdasarkan hitungan biostatistika) antara pemberian obat dan angka kesembuhan tidak serta merta menunjukkan bahwa kesembuhannya disebabkan oleh pemberian obat. Hubungan sebab akibat hanya dapat diketahui melalui pembuktian mekanisme penyakit dan mekanisme kerja obat.

Dalam konteks itu, Cochrane bekerja untuk menyediakan bukti-bukti ilmiah yang kredibel dan akurat sehingga obat dan tindakan medis benar-benar bermanfaat secara optimal bagi masyarakat.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 180,900 academics and researchers from 4,919 institutions.

Register now