Menu Close
The diverse Amazon forest seen from above, a tropical forest canopy

Kita bisa menebang pohon di hutan tropis secara berkelanjutan: Ini 5 caranya

Penebangan biasanya merusak hutan tropis. Namun, bagaimana jika penebangan direncanakan dengan cermat dan dilakukan oleh pekerja yang terlatih?

Meskipun kampanye publik untuk mengakhiri penebangan mendominasi media populer dan jurnal sains terkenal, transisi dari praktik “penambangan kayu” ke “kehutanan yang tertata” (managed forestry) dan berbasis bukti sedang berlangsung. Mengingat praktik penebangan yang buruk kemungkinan terus berlanjut di sekitar 500 juta hektare hutan tropis, upaya untuk mendorong kehutanan yang bertanggung jawab patut mendapat perhatian lebih.

Dalam laporan terbaru, kami merekomendasikan lima cara memperbaiki pengelolaan hutan tropis. Pekerjaan ini didanai oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan Program Internasional Dinas Kehutanan AS.

Untungnya, praktik-praktik ini sejalan dengan pengelolaan hasil hutan non-kayu seperti buah-buahan, serat, damar dan tanaman obat, serta pelestarian keberagaman hayati. Praktik ini juga akan mengurangi emisi karbon dan meningkatkan penyerapan karbon dengan lebih irit biaya.

Lima cara untuk memperbaiki nasib hutan

Penelitian menunjukkan, hutan yang dikelola dengan baik dan ditebang secara selektif bisa menjaga sebagian besar kekayaan dan keberagaman hayati di dalamnya, terutama jika perburuan turut dikendalikan. Apabila praktik penebangan berdampak rendah diterapkan, hutan masih mampu menjaga stok karbonnya tetap tinggi.

Penebangan 5–10% pohon memang mengurangi jumlah total karbon tersimpan di hutan untuk sementara. Namun, cadangan karbon ini dapat pulih dengan cepat jika kita dapat meredam kerusakan pohon muda dan tanah.

Seorang pria yang rompi high-vis dan topi keras berdiri di samping pohon raksasa di hutan tropis.
Jika dikelola dengan baik, hutan tropis dapat menjadi sumber kayu yang berkelanjutan. Claudia Romero

Berikut adalah lima cara untuk memuluskan transisi dari “penambangan kayu” dan penebangan habis ke pengelolaan hutan dengan pemanenan selektif:

1. Memperbaiki praktik penebangan kayu. Praktik penebangan terencana–dilakukan oleh pekerja terlatih dengan upah berdasarkan praktik penebangan berdampak rendah—meredam erosi tanah, mengurangi angka cedera pekerja, dan melepaskan emisi karbon 50% lebih rendah dibandingkan pembalakan konvensional.

2. Mengurangi limbah kayu. Pekerja dapat dilatih untuk memaksimalkan perolehan kayu dari pemanenan dan pemrosesan. Misalnya, jika pohon ditebang dengan benar, tunggulnya (sisa pohon yang masih menancap di tanah) bakal lebih rendah dan batang kayu yang patah akan berkurang.

3. Memberikan waktu untuk pemulihan. Usaha mempertahankan hasil kayu seringkali mengharuskan hutan dibiarkan lebih lama di antara masa panen (mengurangi frekuensi pemanenan) dan atau membatasi jumlah kayu yang dapat dipanen per satuan luas. Intensitas pemanenan (jumlah pohon atau volume kayu yang ditebang per satuan luas) dapat dikurangi dengan menambah jarak antarpohon yang dapat ditebang atau dengan menambah ukuran minimum pohon yang dapat ditebang.

Meski mengurangi keuntungan jangka pendek, pembatasan akan memastikan stok kayu yang bisa dipanen pada masa depan. Untungnya, perubahan-perubahan ini juga mengurangi emisi karbon dari hutan. Pengurangan emisi ini dapat menarik minat investor pasar karbon yang ingin menebus emisi mereka.

4. Lindungi pohon-pohon muda. Jika kita melindungi dan mendorong pertumbuhan pohon-pohon kecil, pohon-pohon tersebut akan tumbuh hingga mencapai ukuran yang sesuai untuk panen berikutnya. Hal ini sangat penting khususnya di hutan yang telah terganggu oleh penebangan sebelumnya. Pembersihan pohon dari tanaman merambat berkayu (tumbuhan liana) adalah cara yang relatif murah untuk meningkatkan hasil kayu pada masa depan sekaligus mempercepat laju penyerapan CO2 dari atmosfer.

5. Tanam lebih banyak pohon. Di area yang tidak memiliki regenerasi spesies pohon komersial secara alami, penanaman pengayaan (enrichment planting) dapat membantu. Jika pohon-pohon yang ditanam ini dirawat secara teratur selama beberapa tahun, tingkat pertumbuhan dan penyerapan karbon akan meningkat.

Foto udara dari penebangan hutan hujan menunjukkan deforestasi yang parah
Pengelolaan hutan yang tertata dapat menjadi solusi alternatif meredam deforestasi dan degradasi hutan. Rich Carey, Shutterstock

Manfaat karbon berganda

Manfaat karbon dari kelima mekanisme yang kami jelaskan di atas hanya bersifat tambahan. Artinya, hal tersebut tidak akan terjadi jika tidak ada intervensi.

Pasar karbon harus mendukung usaha transisi dari penambangan kayu yang eksploitatif ketika pengelolaan hutan yang bertanggung jawab menjadi aspek penggunaan lahan yang sah.

Praktik kehutanan yang tertata juga menciptakan lapangan kerja bagi para profesional dan mendukung tenaga kerja yang stabil. Sebaliknya, proyek karbon yang hanya menghentikan pembalakan hutan justru berisiko memindahkan para penebang ke tempat lain.

Dari eksploitasi dan degradasi ke penataan hutan

Transisi yang lama dinanti dari eksploitasi hutan tropis menjadi pengelolaan hutan yang bertanggung jawab memerlukan dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan seluruh masyarakat.

Pemerintah perlu menegakkan hukum. Kegagalan penerapan praktik ini berisiko melemahkan perekonomian pendapatan pajak negara. Sementara itu, melimpahnya kayu ilegal dapat menjungkirkan harga kayu ke titik terendah.

Foto di hutan tropis, memandang ke puncak pohon menghadap langit
Hutan dekat Gabon di Cekungan Kongo ini menunjukkan regenerasi alami dengan pohon muda yang tumbuh untuk mengisi celah yang ditinggalkan dengan menebang. Claudia Romero

Industri kehutanan perlu menyadari manfaat investasi di seluruh aspek kehutanan termasuk pemeliharaan tegakan kayu produktif.

Masyarakat juga perlu mendukung sektor kehutanan dengan memastikan tersedianya tenaga kehutanan muda yang terlatih. Sayangnya, kesalahpahaman umum soal pengelolaan hutan sama dengan degradasi hutan mengurangi daya tarik profesi ini di kalangan generasi muda pemerhati lingkungan.

Penutupan begitu banyak program sarjana kehutanan di luar Brasil, ditambah dengan meningkatnya fokus pada perkebunan dibandingkan hutan alam, membuat kita sulit menemukan orang-orang yang terlatih dan tertarik memuluskan transisi menuju pengelolaan hutan yang bertanggung jawab.

Padahal, transisi ini tidak sia-sia karena pengelolaan hutan yang bertanggung jawab menjanjikan manfaat finansial, lingkungan dan juga sosial.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now