Menu Close
Wisatawan mengamati pernak-pernik yang dijual warga Suku Baduy Luar di Kampung Kaduketug, Lebak, Banten. (Sumber: Muhammad Bagus Khoirunas/Antara)

Mengapa ambisi pariwisata Indonesia minim suara warga lokal?

Mengapa ambisi pariwisata Indonesia minim suara warga lokal?

Isu pentingnya pariwisata berkelanjutan mencuat kala Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mewacanakan kenaikan tarif masuk candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, dari Rp 50 ribu menjadi sebesar Rp 750 ribu.

Sebelumnya, isu pariwisata berkelanjutan juga ramai pasca seorang pengguna Twitter menceritakan pengalaman wisatanya ke daerah Suku Baduy di Lebak, Banten. Warganet kemudian memperdebatkan dampak pelancongan tersebut terhadap masyarakat setempat.

Topik ini diramaikan pendapat dari berbagai kalangan seputar perlunya melibatkan masyarakat ataupun pihak terkait lokasi wisata, pembatasan pengunjung, hingga ketimpangan akses pariwisata budaya.

Dalam episode SuarAkademia kali ini, kami berbincang dengan dosen pariwisata berkelanjutan dari Universitas Pancasila, Fahrurozy Darmawan.

Menurut dia, salah satu kunci membangun pariwisata berkelanjutan adalah pelibatan masyarakat ataupun pihak-pihak yang terkait langsung dengan destinasinya.

Inilah yang dianggap Rozy masih kurang dalam perencanaan pengelolaan pariwisata di Indonesia. Perencanaan pengembangan pariwisata masih berkutat pada target kunjungan wisatawan, infrastruktur perjalanan, ataupun potensi devisa.

Padahal, partisipasi warga penting karena pariwisata dapat mengubah struktur sosial masyarakat setempat. Apalagi saat ini, Rozy menganggap sektor pelancongan tengah booming (melesat) setelah relaksasi perjalanan pasca-pandemi, ditambah budaya viral di media sosial.

Selain terkait partisipasi, Rozy juga mengungkapkan perspektifnya seputar pembangunan infrastruktur dasar di kawasan pariwisata, program desa wisata pemerintah, ketimpangan akses sumber daya, keberlanjutan ekosistem, serta aspek yang perlu dibenahi dari penyelenggara jasa perjalanan.

Simak perbincangan selengkapnya dalam SuarAkademia - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 180,900 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now