Menu Close

Menyambut pemegang visa turis digital nomad, apa yang perlu disiapkan pemerintah dan pelaku usaha?

visa digital nomad
Bekerja sambil liburan bisa menjaga keseimbangan hidup-kerja. Andrea Piacquadio/Pexels, CC BY-SA

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Direktorat Jenderal Imigrasi memperkenalkan jenis visa baru yaitu visa digital nomad. Visa ini diluncurkan untuk membangkitkan kembali minat berwisata ke Indonesia, setelah pemerintah menggaungkan wacana penambahan jumlah negara untuk pemberian visa on arrival (VoA).

Bagi para pelaku sektor pariwisata, wacana ini seperti angin surgawi di tengah berhentinya denyut nadi pariwisata – terutama dari sisi kedatangan wisatawan mancanegara – akibat pandemi dalam dua tahun terakhir.

Tetapi apakah pemberian visa digital nomad akan menghidupkan kembali sektor pariwisata Indonesia?

Badan Pusat Statistik (2022)

Apa itu visa digital nomad?

Sebelum mengacu pada mengapa visa digital nomad diperlukan, kita perlu meninjau ulang definisi visa digital nomad.

Visa inovatif ini diberikan kepada pekerja yang tidak bekerja di negara tempat mereka berlibur, dengan durasi visa lebih panjang daripada visa berlibur, yaitu sekitar 6 bulan hingga 5 tahun.

Sebagai contoh, visa digital nomad diberikan kepada wisatawan dari Australia yang bekerja dari Bali, tetapi masih membayar pajak penghasilan mereka di Australia. Menurut keterangan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, pemegang visa digital nomad dibebaskan dari pajak apabila tidak memperoleh penghasilan di dalam yurisdiksi Indonesia.

Visa digital nomad menghadirkan sejumlah keuntungan. Sebab, turis yang bekerja dari luar negeri akan menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka di Indonesia, bukan di negara asal mereka.

Menurut beberapa negara yang telah menerapkannya – seperti Antigua dan Barbuda, Barbados, dan Kosta Rika – visa digital nomad memberikan beberapa manfaat.

Bagi wisatawan, ini termasuk perusahaan yang tidak perlu berada di lokasi negara pemberi visa, batas visa melebihi visa turis (lebih dari satu bulan), serta kemudahan dan durasi visa (jika dibandingkan visa turis, kerja, atau bisnis). Dari sisi sektor pariwisata, jenis visa ini akan memberikan manfaat khususnya untuk menambah lama tinggal dan total pengeluaran wisatawan. Sementara, dari sisi ekonomi secara umum, kehadiran wisatawan digital nomad menciptakan jenis lapangan kerja baru, khususnya di bidang informasi dan teknologi.

Digital nomad kini menjadi tren kerja baru

Pemberian visa digital nomad tidak lepas dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan penutupan perbatasan internasional. Pembatasan mobilitas dan jaga jarak selama pandemi melahirkan budaya bekerja dari rumah (WFH) yang semakin diminati, bahkan ketika pelaksanaan bekerja dari kantor (WFO) mulai diterapkan kembali.

Inilah yang memicu pergerakan para digital nomad. Kebiasaan bekerja di luar kantor untuk mendukung keseimbangan hidup selama bekerja yang berasal dari kultur WFH, atau bahkan bekerja sambil berwisata atau workcation, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

Pandemi dan kultur WFH juga menimbulkan tren penetapan harga hotel dari paket harian menjadi paket mingguan dan bulanan. Paket yang kerap disebut bekerja dari hotel ini memberikan kemudahan bagi pekerja digital.

Digital nomad juga muncul karena adanya peningkatan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan secara daring. Beberapa pekerjaan jarak jauh seperti konsultan pemasaran, insinyur perangkat lunak, programmer, penulis blog, kreator konten, desainer grafis, dan analis data semakin dibutuhkan. Di sisi lain, perusahaan asal karyawan ini juga dapat menghemat biaya operasional dengan mengizinkan karyawannya bekerja di luar kantor (being a nomad).

Menurut laporan Migration Policy Institute (MPI), kini 25 negara sudah mengadopsi visa digital nomad semenjak Estonia pertama kali memperkenalkannya pada 2019.

Bagaimana Indonesia bisa memaksimalkan visa digital nomad

Melihat faktor-faktor utama mengapa visa digital nomad menjadi tren saat ini, ada beberapa peluang yang dapat dilihat Indonesia.

Secara geografis, Indonesia terletak dekat dengan negara-negara lokasi yang erat dengan bisnis start-up, seperti Australia, Singapura, dan Selandia Baru. Ketiga negara ini dikenal mempunyai perekonomian yang mapan, masuk dalam kategori negara maju, dan memiliki ekosistem bisnis yang produktif dan stabil. Pandemi juga diperkirakan relatif tak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian nasional mereka.

Pada saat yang sama, Indonesia adalah negara dengan biaya hidup yang relatif rendah.

Sebagai contoh, dari sisi akomodasi, di saat Australia dan Selandia Baru memiliki harga sewa rata-rata kamar harian sekitar AU$200-300 untuk per kamar dan Singapura sekitar SG$250-350, harga yang sama dapat digunakan untuk menginap selama satu bulan di Indonesia, dengan fasilitas yang bahkan lebih baik.

Di sisi lain, banyak daerah di Indonesia menawarkan biaya makan, biaya sekolah, dan biaya transportasi yang jauh lebih murah sehingga dapat dikatakan biaya hidup para digital nomad akan jauh bisa ditekan.

Pemberian visa digital nomad adalah kesempatan yang menguntungkan. Kendati demikian, masih banyak upaya yang diperlukan untuk memberikan dampak positif bagi pembangunan kembali pariwisata di Indonesia.

Upaya pertama adalah menentukan wisatawan yang memenuhi syarat untuk diberikan jenis visa ini. Indonesia harus belajar dari peraturan sebelumnya, ketika lebih dari 100 negara menerima fasilitas VoA yang berdampak pada banyaknya kunjungan wisatawan yang tidak berkualitas. Pemilihan negara dapat didasarkan pada minat warga negara tersebut bekerja sebagai digital nomad.

Strategi berikutnya adalah menyiapkan ekosistem dan infrastruktur khusus untuk mendukung digital nomad. Fasilitas tersebut antara lain ruang kerja yang nyaman dengan infrastruktur internet super cepat (5G). Infrastruktur internet sangat penting dalam mendesain destinasi yang atraktif. Pemangku kepentingan terkait perlu merencanakan untuk berinvestasi dalam fasilitas Wi-Fi gratis di berbagai ruang publik wisata.

Selain itu, pemerintah juga sebaiknya menyiapkan beberapa peraturan pendukung seperti mekanisme perpajakan dan kewajiban untuk bermitra dengan UMKM.

Pemberian tanggung jawab digital nomad untuk bermitra dengan UMKM akan merangsang semangat berwirausaha dan berkolaborasi dengan pelaku ekonomi kreatif di daerah. Oleh karena itu, beberapa syarat yang dapat diberikan, antara lain membantu permodalan, membantu pemasaran secara digital, atau membantu proses perdagangan produk UMKM.

Pemegang visa digital nomad dapat diwajibkan untuk menunjukkan bukti kerja sama atau kolaborasi mereka dengan pemilik UMKM dengan sejumlah opsi antara lain: membantu permodalan UMKM, membantu proses pemasaran digital, atau membantu proses perdagangan ekspor produk UMKM, baik secara individu maupun berkelompok.

Pemangku kepentingan pariwisata di destinasi yang siap menyambut kedatangan wisatawan digital nomad perlu berkolaborasi dalam memberikan kenyamanan dan kesiapan bagi para pemegang visa tersebut. Pemetaan regional yang tepat juga diperlukan sehingga wisatawan digital nomad tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal. Ketika semua pemangku kepentingan dan infrastruktur di daerah sudah siap, berbagai strategi pemasaran perlu disiapkan untuk menarik minat wisatawan digital nomad.

Dengan berlakunya visa ini, saatnya pelaku pariwisata di daerah bersiap menyambut para wisatawan digital nomad.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now