Menu Close
Waktu panen saat suhu mencapai 40C di Kashmir. (Alamy/Xinhua)

Meski amat menyiksa, gelombang panas di India-Pakistan belum mencapai puncaknya

Gelombang panas ekstrem yang melanda India dan Pakistan mengakibatkan lebih dari satu miliar jiwa merasakan cuaca bertemperatur tinggi, lebih dari 40°C. Meski belum memecahkan rekor tertinggi di kawasan tersebut, tapi kondisi tahun ini bisa jadi lebih panas lagi.

Selain menguji kemampuan manusia untuk bertahan hidup, gelombang panas juga mengakibatkan kegagalan panen dan mati listrik massal.

Gelombang panas bahkan bisa lebih intens dan berdampak lebih buruk, sebagaimana yang pernah terjadi di kawasan lainnya.

Kami bersama ilmuwan iklim lainnya mencoba melihat kembali gelombang panas ekstrem di dunia sejak 60 tahun silam. Kondisi ini kami tandai dengan adanya perbedaan variabilitas temperatur yang signifikan di suatu kawasan, bukan berdasarkan suhu panas tertinggi.

Hasil penelitian kami yang terbit jurnal Science Advances memang tidak memuat India dan Pakistan. Namun, berdasarkan data yang ada, meski India dan Pakistan kerap dilanda cuaca panas dan tekanan temperatur, jika mengacu pada penyimpangan suhu normal, gelombang panas di kedua negara tersebut belum tergolong ekstrem.

Kami justru menggarisbawahi India dan Pakistan sebagai kawasan dengan jarang mengalami cuaca ekstrem. Dalam data hasil asesmen, penyimpangan temperatur akibat gelombang panas di India dan Pakistan tidak sampai tiga kali lebih tinggi dari standar deviasi gelombang panas secara global. Secara statistik, kejadian itu pun hanya terjadi sekali setiap 30 tahun atau lebih.

Angka penyimpangan itu jauh lebih rendah dibandingkan gelombang panas terparah yang kami identifikasi di Asia Tenggara pada 1998. Angkanya mencapai lima kali lebih tinggi dari standar deviasi.

Gelombang terpanas di India saat ini sudah menyentuh 50°C. Namun, sejauh ini temperatur tersebut tidak merata, hanya terjadi di titik-titik tertentu.

Kami memperkirakan India akan mengalami cuaca panas yang lebih ekstrem. Ini berdasarkan asumsi gelombang panas ekstrem di India memiliki tren temperatur maksimum harian yang sama dengan daerah lainnya di dunia. Tren ini menjadikan India dan Pakistan sebagai negara yang rentan karena belum memiliki banyak pengalaman adaptasi dengan cuaca panas.

Pertanian dan kesehatan

Meski belum mencetak rekor tertinggi, gelombang panas di India dan Pakistan tetap saja tak biasa. Banyak daerah-daerah di India yang merasakan bulan April terpanas sepanjang sejarah.

Kondisi tersebut berdampak pada hasil panen sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup penduduk. Diketahui, sebagian warga India dan Pakistan mengandalkan produk pertanian sebagai sumber pendapatan ataupun pangan harian.

Gelombang panas di daerah ini biasanya diikuti dengan angin monsun dingin. Namun tahun ini, monsun masih akan tiba beberapa bulan ke depan.

Seorang warga membawa pendingin udara.
Adaptasi iklim: pendingin udara untuk dijual di New Delhi, di mana suhu telah mencapai 43C. Rajat Gupta / EPA

Gelombang panas juga berdampak pada kesehatan manusia, operasional infrastruktur, dan ekosistem.

Efeknya terhadap kesehatan cukup kompleks karena ditentukan oleh faktor meteorologi (seberapa panas dan lembab suatu udara) dan faktor sosioekonomi (gaya hidup dan kemampuan adaptasi).

Kita tahu bahwa cuaca panas dapat menciptakan masalah kesehatan jangka panjang seperti penyakit kardiovaskular, gagal ginjal, gangguan pernapasan, maupun gangguan hati. Namun jumlah pasti korban yang timbul karena gelombang panas ini sukar diketahui lantaran keterbatasan data-data kesehatan di India maupun Pakistan.

Dampaknya pada masa depan

Guna mengukur dampak cuaca panas ekstrem di kawasan subbenua India beberapa dekade mendatang, kita perlu melihat data perubahan iklim dan pertumbuhan populasi. Kombinasi keduanya dapat memperkuat akurasi seputar seberapa jauh cuaca ekstrem berimbas kepada kesehatan manusia.

world map with some countries shaded yellow
Titik panas populasi meningkat selama 50 tahun ke depan (lingkaran merah), semuanya bertepatan dengan lokasi yang tidak ada data kematian harian (kuning). Mitchell, Nature Climate Change (2021), CC BY-SA

Dalam studi terbaru, kami menyelidiki seberapa ekstrem peningkatan temperatur pada masa depan. Kami menggunakan model simulasi iklim berskala besar yang menyajikan data jauh lebih banyak dibandingkan yang ada saat ini.

Kami menemukan tren cuaca ekstrem tidak berubah meski iklim dunia semakin menghangat. Pemodelan menunjukkan peningkatan temperatur ekstrem harian sejalan dengan iklim global yang berubah.

Temuan kami sekaligus memperkuat laporan terbaru Panel antar-Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang menyatakan bahwa gelombang panas bakal semakin intens dan sering terjadi di kawasan Asia selatan pada abad ini.

Gelombang panas di subbenua India telah berdampak pada 1,5 miliar jiwa. Pada 50 tahun ke depan, populasi di kawasan ini akan meningkat hingga 30%. Artinya, akan ada tambahan ratusan juta penduduk yang merasakan gelombang panas yang lebih sering dan lebih parah.

Situasi genting ini semestinya menjadi dasar untuk segera mengakselerasi kemampuan kita terhadap perubahan iklim.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 180,400 academics and researchers from 4,911 institutions.

Register now