Menu Close

Meski tidak ilmiah, ‘love language’ dapat membantumu memahami pasanganmu

Pasangan yang berbahagia di luar ruangan.
Apa bahasa cintamu? NDAB Creativity/Shutterstock

Jika kamu pernah membuka-buka halaman majalah gaya hidup wanita, kemungkinan besar kamu pernah menemukan kuis yang menjanjikan untuk menjawab pertanyaan “apa love language-mu?” yang intinya menanyakan bagaimana kita mengungkapkan rasa sayang.

Atau jika media sosial lebih kamu sukai, ada banyak sekali unggahan, meme, GIF, dan TikTok yang membawa konsep love language ke dalam tren.

Teori ini berasal dari sebuah buku berjudul The Five Love Languages, yang diterbitkan pada 1992 dan ditulis oleh penulis dan pendeta Amerika Serikat (AS), Gary Chapman. Chapman mulai memperhatikan tren pada pasangan yang ia bimbing, dan merasa bahwa mereka salah memahami kebutuhan satu sama lain.

Lima love language yang kemudian dia usulkan adalah words of affirmation (kata-kata afirmasi), quality time (menghabiskan waktu bersama), physical touch (sentuhan fisik), acts of service (tindakan melayani), dan receiving gifts (menerima hadiah). Preferensi untuk mengekspresikan dan menerima cinta dengan salah satu cara dibandingkan yang lain akan menjadi indikasi love language utama seseorang.

Jadi, apa yang dapat kita simpulkan dari teori love language? Adakah bukti di baliknya? Mari kita lihat.

Dasar ilmiahnya lemah

Semua orang menggunakan kata “cinta”, tetapi dalam banyak hal, cinta romantis tidak memiliki definisi yang tepat. Cinta adalah sebuah konstruksi yang agak samar, terdiri dari berbagai komponen yang berbeda yang ditampilkan dan dialami dengan berbagai cara.

Meskipun model love language semakin populer, model ini dikembangkan berdasarkan pengamatan, bukan penelitian yang ketat. Dan hanya ada sedikit bukti ilmiah yang dipublikasikan hingga saat ini, untuk mendukung gagasan bahwa orang pada umumnya lebih suka mengekspresikan dan menerima cinta dengan salah satu dari lima cara ini, atau mengeksplorasi bagaimana love language ini memengaruhi hubungan.

Demikian pula, “kuis” apapun yang digunakan untuk menentukan love language seseorang tidak memiliki integritas sebagai tes yang valid secara ilmiah.

Meskipun begitu, tampaknya orang-orang memiliki ketertarikan untuk mengidentifikasi love language mereka sendiri dan orang lain.

‘Love language’ dan kecocokan pasangan

Kecocokan dalam sebuah hubungan itu penting. Pasangan yang memiliki kesamaan, dan bukannya berlawanan, cenderung lebih tertarik satu sama lain, dan memiliki hubungan yang lebih langgeng.

Chapman menyampaikan bahwa ketika pasangan memiliki love language yang berbeda, hal itu dapat menyebabkan kesalahpahaman. Contohnya adalah jika salah satu pasangan suka berpegangan tangan (physical touch) dan pasangannya tidak, atau jika salah satu pasangan suka menerima pujian (words of affirmation) dan pasangannya tidak.

Sepasang suami istri
Seberapa pentingkah memiliki ‘love language’ yang sama dengan pasanganmu? Lopolo/Shutterstock

Chapman juga menyebutkan bahwa pasangan yang memiliki love language yang sama seharusnya memiliki hubungan yang lebih baik. Namun, penelitian mengenai hal ini masih simpang siur.

Sebagai contoh, sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2017 gagal menemukan bahwa pasangan yang memiliki love language yang sama terkait dengan peningkatan tingkat kepuasan hubungan. Namun, studi 2022 menemukan bahwa ketika pasangan memiliki love language yang sama, mereka melaporkan tingkat kepuasan hubungan dan kepuasan seksual yang lebih tinggi.

Pelajari ‘love language’ pasanganmu

Chapman juga menyarankan bahwa untuk pasangan yang love language-nya tidak cocok, mempelajari bahasa cinta pasangan dapat memfasilitasi komunikasi dan mengurangi kesalahpahaman. Dia berpendapat bahwa jika seseorang dapat menentukan dan menerapkan love language pasangannya, hal ini akan membuka jalan untuk kepuasan hubungan yang lebih besar.

Sebagai contoh, jika dia menyukai words of affirmation, pertimbangkan dengan cermat kata-kata yang kamu sampaikan padanya. Jika love language-nya adalah acts of service, kamu mungkin bisa belajar memasak makanan favoritnya.

Ada atau tidaknya dasar ilmiah dalam teori khusus ini mungkin tidak terlalu penting. Karena toh, adanya nilai dalam mengekspresikan cinta secara bijaksana kepada pasangan tidak perlu diragukan lagi.


Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now