Menu Close
Calon presiden di acara debat calon presiden 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, 4 Februari 2024. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww

Minimnya janji calon presiden untuk ketahanan sistem kesehatan hadapi pandemi ke depan

Dalam rangkaian terakhir debat calon presiden Indonesia pada Minggu malam, 4 Februari 2024, tak satu pun dari tiga calon presiden berbicara secara eksplisit tentang penguatan ketahanan sistem kesehatan Indonesia untuk menghadapi pandemi berikutnya.

Dalam dokumen visi dan misi mereka yang dipublikasikan juga kurang menunjukkan sebuah rencana yang jelas dan terukur untuk mempersiapkan sistem kesehatan yang tahan terhadap “serangan” pandemi ke depan.

Padahal, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah jauh-jauh hari dalam laporan pada 2022 berjudul Membayangkan Masa Depan Pandemi dan Epidemi, memberikan empat skenario yang akan terjadi di dunia ini dalam 3-5 tahun ke depan terkait pandemi COVID-19.

Skenario 1: Hari-hari Bahagia. Dunia berhasil mengatasi pandemi dengan kolaborasi dan pemberdayaan masyarakat. Pembelajaran dari pengalaman pandemi digunakan untuk membangun ketahanan global dan nasional.

Skenario 2: Aku Mencintaimu, Aku Membencimu. Virus tetap ada melalui mutasi dan wabah yang tidak terduga, meningkatkan fokus pada perubahan kehidupan sehari-hari. Adaptasi dan inovasi diperlukan dalam sistem layanan kesehatan, ekonomi, dan kebijakan lingkungan.

Skenario 3: Hotel Patah Hati. Virus lebih menular, dengan respons yang tidak terpadu dan global. Muncul permasalahan yang meningkat sangat cepat di dunia, yakni meningkatnya ketidaksetaraan sosio-ekonomi, teknologi, lingkungan, dan politik.

Skenario 4: Inilah Masalahnya. Muncul pandemi ganda yang menambah beban pada negara-negara, terutama negara-negara berpendapatan rendah dan menengah seperti Indonesia. Kesehatan masyarakat, perekonomian, ekosistem, dan cuaca ekstrem semakin memburuk, menyebabkan kelelahan dan perjuangan umat manusia.

Prediksi ini akan terjadi tergantung dari cara kita merespons saat ini.

Janji capres cawapres 2024 di atas kertas

Empat skenario dari WHO tersebut dapat terjadi 3-5 tahun ke depan, tergantung dari bagaimana respons masing-masing para pemimpin dunia termasuk visi misi calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.

Mari kita lihat dokumen tertulis yang dijanjikan oleh tiga calon presiden dan wakilnya.

Pasangan calon (paslon) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar memiliki visi “Indonesia Adil Makmur untuk Semua”. Pasangan ini memasukkan isu kesehatan pada misi nomor lima, yakni “Mewujudkan manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, berakhlak, serta berbudaya”.

Khusus untuk pandemi, pasangan ini telah miliki sebuah program yang disebut Agenda No. 14 dengan judul “Kesiapan dan Daya Tahan Terhadap Pandemi”.

Secara lebih detail, agenda ini meliputi upaya mempercepat penghapusan penyakit menular terutama tuberkulosis dan malaria. Lalu meningkatkan (a) kesadaran masyarakat akan potensi ancaman pandemi berikutnya, (b) sistem pengawasan nasional dengan integrasi data, (c) kapasitas dan kualitas laboratorium.

Agenda terakhir adalah memperkuat rumah sakit tingkat provinsi dalam menangani penyakit menular (infeksi) dan kesiapan nasional akan potensi ancaman pandemi berikutnya.

Paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memiliki visi “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045”.

Berkaitan dengan misi kesehatan terdapat dalam misi keempat yakni “Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas,”.

Dalam dokumen visi misi pasangan ini, pandemi disebutkan sebagai sebuah tantangan kedepan yang harus dihadapi, tapi agenda spesifik khusus penanganan potensi pandemi ke depan belum diuraikan.

Walau tidak diuraikan secara khusus, ada dua program hasil terbaik cepat yang dijanjikan oleh pasangan ini yang secara tidak langsung akan dapat memperkuat ketahanan kesehatan bangsa menghadapi pandemi ke depan yakni (1) menuntaskan kasus penyakit menular (tuberkulosis), dan (2) membangun rumah sakit lengkap berkualitas di kabupaten.

Selanjutnya terdapat program prioritas untuk menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan peningkatan BPJS Kesehatan dan penyediaan obat untuk rakyat.

Adapun paslon Ganjar Pranowo-Mahfud MD memiliki visi “Menuju Indonesia Unggul, Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari”.

Salah satu misi yang berkaitan dengan kesehatan adalah “Mempercepat pembangunan manusia Indonesia unggul yang berkualitas, produktif dan berkepribadian”.

Dalam dokumen visi misi pasangan ini, tidak ditemukan agenda spesifik terkait penanganan potensi pandemi ke depan. Bahkan kata “pandemi” tak ada dalam dokumen tersebut.

Namun, sama seperti Prabowo-Gibran, paslon Ganjar-Mahfud juga telah memiliki beberapa strategi yang secara tidak langsung walau tidak cukup kuat, akan dapat membantu mempersiapkan bangsa dalam menghadapi pandemi selanjutnya yakni Program 1 Desa 1 Puskesmas (Puskemas Pembantu), 1 Dokter (Tenaga Kesehatan).

Dari dokumen visi misi itu jelas, dari ketiga calon presiden dan wakil presiden, ada yang menyebutkan secara langsung, sebagian, hingga tidak disebutkan secara langsung janji untuk memperkuat sistem kesehatan.

WHO menyatakan status kegawatdaruratan global untuk COVID-19 resmi berakhir Mei 2023. Sebulan kemudian, pemerintah Indonesia juga resmi mencabut status pandemi COVID.

Sayangnya belum cukup setahun berakhir, pasangan calon presiden seolah telah lupa bagaimana dahsyatnya pandemi tersebut telah mengguncang dunia, Indonesia dan masyarakatnya.

Belajar dari pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 selama tiga tahun (2020-2023) mengingatkan kita pada sebuah kutipan lama seorang filsuf Jerman Arthur Schopenhauer (1788-186): “Health is not everything, but without health, everything is nothing”.

Sejak awal pandemi hingga awal 2024 lebih dari 700 juta penduduk dunia atau 8,75% populasi Bumi telah terinfeksi COVID-19, dengan kematian hampir 7 juta jiwa. Di Indonesia tercatat 6-7 juta kasus, dengan lebih dari 161 ribu jiwa meninggal.

Tidak hanya sisi kesehatan, pandemi juga berdampak negatif yang serius pada ekonomi dunia. Selama tahun 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) kolektif dunia turun 3,4% atau lebih dari US$2 triliun (sekitar Rp31 ribu triliun) dunia kehilangan output ekonomi.

Dalam konteks ini, “output ekonomi” merujuk pada total nilai produksi barang dan jasa dunia secara keseluruhan akibat penurunan konsumsi, investasi, dan perdagangan internasional karena lockdown, pembatasan pergerakan, dan ketidakpastian ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi. Hal tersebut bahkan menyebabkan pengangguran secara global naik 5,77% pada saat itu.

Belajar dari pandemi tersebut, terlepas siapapun yang terpilih, nantinya mereka harus fokus pada empat hal utama.

Pertama, presiden perlu memastikan bahwa seluruh kebijakan pemerintah pada berbagai level harus berbasis bukti ilmiah, berwawasan lingkungan, dibangun dengan prinsip kolaborasi, kesetaraan dan transparan serta dikomunikasikan dengan baik.

Kedua, pemerintah membangun kesadaran dan keterlibatan masyarakat terkait ancaman pandemi ke depan.

Ketiga, pemerintah perlu membangun sistem kesehatan, perekonomian dan infrastruktur yang lebih kuat dalam mendeteksi, memonitor dan merespons potensi pandemi kedepan.

Keempat, pemerintah perlu menggunakan teknologi dan inovasi dalam meningkatkan kesiapsiagaan khususnya pemanfaatan kemajuan ilmu genomik dan nanobioteknologi untuk pencegahan.

Pengalaman pandemi sangat penting untuk menjadi bahan untuk merumuskan kebijakan kesehatan ke depan karena banyak ahli pandemi akan lebih sering bersuara.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now