Menu Close
Pekerja yang mengenakan masker melintas di kawasan Sudirman, Jakarta, 17 Mei 2022. Pakai masker tetap wajib di area padat orang. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa

Pakar Menjawab: apakah kebijakan bebas masker di luar ruangan tepat saat ini?

Dua pekan setelah liburan panjang Idul Fitri, Presiden Joko Widodo pekan lalu mengumumkan bahwa masyarakat boleh tidak menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan yang tidak padat orang.

Namun, masker tetap wajib dipakai di ruang tertutup dan transportasi publik. Kelompok rentan seperti orang lanjut usia, punya komorbid, dan juga yang punya gejala batuk dan pilek tetap tetap harus pakai masker untuk mencegah tertular atau menularkan virus penyebab COVID-19.

Sejak 1 Mei, kasus baru COVID-19 di Indonesia berada di bawah 500 kasus per hari dan relatif terkendali. Kematian tetap terjadi setiap hari. Sementara itu, vaksinasi COVID-19 telah mencapai 96% untuk vaksinasi dosis pertama, 80% dosis kedua, dan dosis ketiga 21%.

Dua alasan ini tampaknya yang menjadi pertimbangan utama pemerintah, selain 86% penduduk telah memiliki antobodi terhadap COVID-19.

Kebijakan serupa diambil beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Denmark, Uni Emirat Arab, dan lainnya.

Dalam konteks Indonesia, apakah tepat kebijakan “lepas masker” saat ini? Apakah kebijakan ini tidak meningkatkan risiko penularan virus di kalangan kelompok rentan dan gelombang baru seperti kasus delta 2021 dan omicron beberapa bulan lalu?

Kami bertanya kepada ahli kesehatan masyarakat terkait kebijakan baru tersebut. Ada dua pendapat: satu menyatakan kebijakan bebas masker di luar ruangan tanpa padat orang itu kebijakan yang tepat. Namun, pemerintah harus meningkatkan edukasi ke masyarakat ihwal implementasi kebijakan tersebut dan memantau pelaksanaan kebijakan ini dengan ketat.

Sedangkan pakar lainnya menilai kebijakan ini tergesa-gesa dan sangat berisiko meningkatkan kasus. Sebab, pandemi belum berakhir dan masih banyak orang yang belum divaksin.

Langkah tepat tapi harus tetap dipantau

Direktur Pusat Kajian Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Hasanuddin Irwandy mengatakan kebijakan bebas masker di luar ruang tanpa padat orang merupakan langkah yang tepat di tengah upaya untuk mempersiapkan masyarakat kita memasuki masa transisi dari pandemi ke endemi.

Namun, agar tidak menjadi pisau bermata dua, kata dia, maka pemerintah perlu memperhatikan dengan serius implementasinya di masyarakat. “Banyak kebijakan yang baik, namun selalu gagal dalam proses implementasi,” kata Irwandy. Implementasi adalah upaya untuk menerjemahkan kebijakan publik ke dalam berbagai program aksi untuk mencapai tujuan kebijakan.

Salah satu tahapan yang penting dalam proses implementasi adalah edukasi masyarakat yang menjadi sasaran dari kebijakan tersebut.

Pemerintah perlu dengan jelas mengkomunikasikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat tentang kapan dan di mana masker dapat dilepas, lokasi mana yang masuk kategori tempat terbuka, hingga kriteria siapa-siapa yang tetap harus menggunakan masker walau berada di tempat terbuka.

Tahapan selanjutnya adalah penegakan. Ini penting agar pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini nantinya akan benar-benar dilaksanakan di masyarakat. “Tidak hanya di atas kertas,” ujarnya.

Terakhir adalah strategi monitoring dan evaluasi untuk memantau efektifitas dari kebijakan ini. Hal ini penting mengingat pertumbuhan kasus COVID-19 sangat dinamis sehingga nantinya apakah kebijakan masker ini akan semakin dilonggarkan atau justru diperketat. “Kita harapkan benar-benar lahir dari hasil evaluasi kebijakan sebelumnya, ” kata Irwandy.

Irwandy melihat semakin terkendalinya pandemi membuat pemerintah mengizinkan masyarakat untuk tidak menggunakan masker lagi saat melakukan kegiatan di luar ruangan yang tidak padat orang. Memang kasus COVID-19 saat ini di Indonesia telah menurun. Walau sempat terjadi penambahan kasus pasca Idul Fitri, tapi peningkatan tersebut dianggap masih terkendali. Tren angka kesakitan dan kematian beberapa hari setelahnya ditemukan kembali menurun.

Pemerintah tak perlu tergesa-gesa melepas masker

Sebaliknya, peneliti biostatistik dan surveilans penyakit Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), Iqbal Elyazar, menyatakan kebijakan pemerintah membebaskan masker di luar ruangan saat ini sebagai kebijakan yang tidak tepat. Sebab, kata dia, saat ini status pandemi belum berakhir. “Kematian masih terjadi setiap hari dan penularan masih tinggi,” kata Iqbal.

Dia merujuk sejumlah kasus COVID-19 yang masih tinggi di sejumlah negara seperti Australia dan Asia Timur. Ini menandakan bahwa pandemi secara global belum berakhir dan penularan masih tinggi. Lalu lintas orang antarnegara kini juga meningkat dan virus mampu bermutasi terus menerus. “Pemerintah tidak perlu tergesa-gesa melepas masker,” ujarnya.

Di Indonesia, dalam lima bulan terakhir, angka kematian per hari berfluktuasi dari angka terkecil dalam hitungan jari hingga angka terbesar di atas 400 kematian. Ini berarti masih banyak orang terinfeksi COVID-19 yang berakhir kematian.

Menurut Iqbal, walau setelah liburan panjang Idul Fitri kasus COVID-19 relatif rendah, bukan berarti kebijakan pelonggaran bisa dilakukan. Karena pada saat yang sama, pelacakan dan pengetesan COVID turun drastis. “Tracing bahkan tidak berjalan lagi,” ujarnya. Anjloknya angka pelacakan ini bahkan terjadi sejak Maret.

Selain itu, perilaku masyarakat menggunakan masker di luar ruangan sudah terbentuk dengan baik. Walau pemerintah membolehkan penduduk tidak pakai masker, banyak orang tetap memakainya di luar ruangan. Ini menandakan bahwa bagi masyarakat mengenakan masker merupakan alat proteksi yang paling mudah, murah, dan mudah diterima. “Masker ini tidak hanya melindungi dari penularan COVID, tapi juga penyakit pernafasan lainnya,” ujar Iqbal. “Memakai masker juga tidak ada ruginya.”

Memakai masker tetap penting karena tidak semua orang telah divaksin. Kalaupun sudah divaksin, durasi proteksi vaksin juga masih belum diketahui secara pasti karena vaksin Covid-19 masih baru. Vaksinasi merupakan alat untuk memproteksi seseorang dari level parah dan risiko meninggal. “Dalam konteks ini, saat masih banyak orang tidak divaksin, masker tetap merupakan alat intervensi paling efektif dan murah untuk mencegah penularan virus,” kata Iqbal.

Dengan demikian, meski pemerintah membolehkan tidak pakai masker di luar ruangan, lebih baik Anda tetap memakainya untuk memproteksi diri dari risiko penularan COVID.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 180,900 academics and researchers from 4,919 institutions.

Register now