Menu Close

Pakar Menjawab: benarkah cacar monyet bisa menular melalui aktivitas seksual?

Penampakan kulit ruam dan lesi pada penderita cacar monyet. UK Health Security Agency

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah cacar monyet (monkeypox) sebagai darurat kesehatan global. Status ini menandakan bahwa level penularan penyakit ini telah menjadi masalah banyak negara dan menuntut tindakan kerja sama lintas batas untuk menghadapinya.

Per 1 Agustus, kasus cacar monyet telah mencapai lebih dari 23 ribu kasus di 80 negara. Mayoritas kasus terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara, sementara kasus di kawasan endemik di Afrika hanya 344 kasus. Artinya, kasus-kasus cacar monyet lebih cepat menyebar di negara-negara yang sebelumnya belum pernah melaporkan adanya kasus cacar monyet.

Salah satu pertanyaan yang mengemuka adalah benarkah cacar monyet bisa menular melalui aktivitas seksual pada manusia? Jika aktivitas seksual itu bisa menularkan, apakah aktivitas penularan terjadi melalui pertemuan kulit ke kulit yang intensif atau penularan via cairan sperma?

Pertanyaan ini muncul karena ada studi terbaru di The New England Journal of Medicine dari John P. Thornhill dan koleganya di 16 negara di Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan yang menyatakan bahwa “penularan (virus cacar monyet) diduga terjadi melalui aktivitas seksual pada 95% orang yang terinfeksi”. Riset ini banyak dikutip media.

Riset John ini mengambil sampel 528 kasus yang terkonfirmasi cacar monyet (527 adalah laki-laki) antara 27 April dan 24 Juni 2022. Riset ini mengambil sampel dari populasi khusus karena 98% dari mereka adalah laki-laki gay atau biseksual dan 75% berkulit putih. Sebanyak 41% dari mereka adalah orang yang terinfeksi HIV dan 96% dari mereka yang terinfeksi HIV ini memakai obat anti-HIV (antiretroviral therapy).

Temuan lainnya dari riset itu adalah dari tes PCR pada cairan sperma, ditemukan adanya DNA virus cacar monyet pada 29 dari 32 sampel sperma. Namun, riset ini mengatakan “apakah cairan sperma mampu menularkan infeksi masih harus diselidiki, karena tidak diketahui apakah DNA virus yang terdeteksi pada spesimen ini mampu untuk bereplikasi.”

Riset ini lebih lanjut menyatakan laporan dari kluster yang terkait pesta seks atau sauna lebih jauh menggarisbawahi peran potensial dari kontak seksual sebagai promotor penularan. “Perjalanan internasional dan kehadiran pada pertemuan besar yang terkait dengan aktivitas seks di tempat dapat menjelaskan penyebaran global infeksi cacar monyet yang diperkuat melalui jaringan seksual.”

Bagaimana kita memahami temuan riset ini?

Teguh Haryo Sasongko, peneliti kesehatan dari International Medical University (Malaysia) dan penulis The Cochrane Collaboration mengatakan yang dideteksi dalam cairan sperma dari tes PCR adalah DNA-nya virus. “Ini tidak mengkonfirmasi apakah virusnya itu hidup dan mampu menginfeksi,” kata Teguh saat diwawancara, 23 Juli 2022.

Namun demikian, Teguh mengatakan tetap saja aktivitas seksual sangat dominan sebagai aktivitas yang memfasilitasi penyebaran kasus-kasus cacar monyet dalam studi tersebut. Di samping itu, kata dia, jumlah proporsi kasus yang sangat besar di kalangan gay ini menimbulkan kecurigaan adanya virus hidup yang mampu menulari pada cairan sperma.

Menurut dia, perlu ada studi lanjutan untuk mengkonfirmasi adanya virus hidup dalam cairan sperma untuk bisa mengatakan bahwa cairan sperma bisa menjadi media penularan. “Studi ini belum ada laporannya,” ujarnya.

Sampai saat ini belum ada otoritas kesehatan yang menyatakan bahwa cacar monyet merupakan penyakit menular seksual atau penyakit kelamin. Jika penyakit ini bisa menular melalui cairan sperma, maka penggunaan kondom merupakan salah satu strategi untuk mencegah penularan virus via sperma.

Penjelasan atas frase “penularan virus diduga melalui aktivitas seksual” ini tampaknya lebih pada fakta bahwa aktivitas seksual merupakan aktivitas yang begitu dekat dan intensif antara setidaknya dua orang sehingga kulit bertemu kulit, baik kulit luar maupun kulit dalam. Kontak antarkulit itu makin intensif saat berciuman, oral seks, anal seks, dan aktivitas seksual lainnya.

Menurut Teguh, jika sperma tidak menjadi medium penularan cacar monyet, persentuhan dengan kulit yang lesi (koreng karena infeksi) atau ruam yang intensif selama aktivitas seksual lebih dari cukup untuk bisa menyebabkan penularan virus. “Menyentuh wajah atau tangan yang ruam misalnya, itu bisa tertular,” ujarnya.

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan cacar monyet ditularkan ke manusia melalui kontak dekat (dari kulit ke kulit) dengan orang atau hewan yang terinfeksi, atau dengan bahan yang terkontaminasi virus. Virus cacar monyet menular dari satu orang ke orang lain melalui kontak dekat dengan lesi (koreng), cairan tubuh, tetesan pernapasan, dan bahan yang terkontaminasi seperti tempat tidur.

Biasanya, virus masuk ke tubuh melalui kulit yang luka, terhirup atau selaput lendir di mata, hidung atau mulut.

Karena itu, baru-baru ini Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyarankan jika Anda atau pasangan Anda menderita cacar monyet, cara terbaik melindungi diri sendiri dan orang lain adalah menghindari hubungan seks dalam bentuk apa pun (vaginal, anal, dan oral). Juga, tidak berciuman atau menyentuh tubuh satu sama lain saat Anda sakit cacar monyet.

Yang tak kalah penting, jangan berbagi barang-barang pribadi seperti handuk, sikat gigi, atau mainan seks. Tunggulah sampai pasangan Anda sembuh dari penyakit cacar monyet. Masa inkubasi penyakit ini sangat panjang (antara 5-21 hari) dan lama sakit berlangsung antara 2-4 minggu.

Jadi, sampai sejauh ini, berdekatan dan bersentuhan kulit secara intensif selama aktivitas seksual dengan orang yang positif terinfeksi penyakit cacar monyet bisa berpotensi menularkan cacar monyet. Persentuhan kulit luar dan dalam itu, juga cairan mulut dan hidung, menyebabkan penularan virus.

Soal apakah sperma bisa menjadi medium penularan, dan apakah virus di dalam sperma bisa menularkan virus cacar monyet, sampai saat ini masih menjadi pertanyaan di kalangan peneliti. Belum ada riset terkait hal itu yang dipublikasikan.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now