Menu Close
Harbolnas
Platform belanja tawarkan diskon besar-besaran di Hari Belanja Online Nasional, 12 Desember. studioredcup/freepik, CC BY

Pakar Menjawab: Harbolnas, hal-hal yang perlu kita perhatikan sebelum memborong barang diskon

Tanggal 12 Desember bukan sekadar tanggal cantik. Hari yang dirayakan sebagai Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) ini juga disambut antusias masyarakat karena banjir diskon di berbagai platform e-commerce. Tak jarang, calon pembeli sudah memantengi platform favorit mereka dan menandai barang yang ingin dibeli dari jauh-jauh hari.

Untuk menyambut Harbolnas, The Conversation Indonesia berbicara dengan pakar dan merangkum sejumlah artikel yang pernah terbit sebelumnya mengenai apa saja yang perlu diperhatikan sebelum berburu barang diskon di dunia maya.

1. Cek kredibilitas penjual, total harga dan asuransi

Adinda Tenriangke Muchtar, Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, menekankan bahwa banyak hal praktis yang perlu dipertimbangkan oleh pembeli sebelum menghabiskan cuannya berburu diskon.

Ini misalnya informasi yang bisa kita dapat review dan rating untuk memastikan seperti apa barangnya, apakah harganya masuk akal atau tidak, serta kepuasan pelanggan terhadap layanan penjual.

Lainnya, perhatikan juga pembayarannya. Di musim diskon, kerap ada tambahan-tambahan biaya menjelang check out yang sebetulnya membuat harga barang tak jauh beda dengan harga normalnya. Ini termasuk biaya kirim. Selain itu, jika membeli elektronik yang mahal, pastikan juga menggunakan asuransi untuk berjaga-jaga terhadap potensi kerusakan

Tapi, kita juga perlu sadar konsekuensi ketika berbelanja.

“Saya percaya dengan free choice (kebebasan memilih) oleh konsumen dan kemerdekaan untuk berbelanja. Apalagi, belanja itu bisa jadi self reward (penghargaan terhadap diri sendiri) asal bertanggung jawab dan sadar prioritas,” ujar Adinda.

2. Belanja itu self-reward, asal…

Tanggung jawab ini bisa berbagai macam bentuknya. Pertama, tanggung jawab ke diri sendiri. Kedua, tanggung jawab ke masyarakat dan lingkungan.

Tanggung jawab pada diri, misalnya, dengan tidak belanja membabi buta. Menurut Adinda, konsumen bisa memanfaatkan berbagai jenis metode pembayaran mulai dari cicilan hingga PayLater – agar tak lebih besar pasak dari pada tiang.

Prioritas pun merupakan hal penting. “Padahal masih punya setumpuk sepatu yang belum pernah dipakai, tapi beli lagi untuk merayakan Natal dan Tahun Baru. Kalau beli selusin sepatu baru pada saat diskon, sama saja habis berjuta-juta.”

“Tapi, kembali lagi, saya percaya orang punya rasionalnya masing-masing untuk mengukur kemampuan diri sendiri.”

Yang perlu jadi catatan, banyak pakar yang mengkritisi bagaimana diskon besar-besaran ini bisa merusak lingkungan, terutama akibat sampah yang menggunung.

Menurut Adinda, konsumen perlu lebih mawas ketika menyortir barang yang tak lagi dipakai dengan bertambahnya barang baru.

Pun, kita bisa mendukung bisnis yang memiliki misi sosial. Misalnya, yang menawarkan poin atau diskon jika menukarkan pakaian yang tak dipakai lagi atau botol kosmetik kosong. Atau yang anti dengan uji coba terhadap binatang dan menyalurkan hasil penjualannya untuk donasi terhadap isu tertentu.

Program seperti ini juga bisa jadi pilihan bisnis untuk mendongkrak citranya di mata pelanggan.

3. Praktikkan mindful consumption

Tak jauh-jauh dari soalan belanja yang bertanggung jawab, Asisten Profesor dari Monash University, Harriman Samuel Saragih, mengingatkan konsumen untuk mempraktikkan mindful consumption sebelum berbelanja. Namun, ini lebih terkait dengan ketenangan batin diri sendiri.

Dalam artikelnya yang terbit di The Conversation Indonesia, Harriman menjelaskan bahwa premis utama dari mindful consumption adalah untuk berpikir secara sadar atas konsekuensi konsumsi yang kita lakukan.

Riset menunjukkan bahwa ini berkorelasi terhadap rasa cukup dan tenteram dari seorang individu. Hal ini tentunya baik bagi setiap kita yang acap kali sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain melalui kacamata media sosial.

Anda bisa mulai dengan menanyai diri Anda: “Apakah saya memerlukan benda ini? Apabila saya membayar ini dengan opsi cicilan, apakah saya bisa membayar bunganya? Apakah ada alternatif lain, selain dari membeli alat ini?”

Pertanyaan-pertanyaan di atas merujuk kepada kesadaran konsumen dalam mempertimbangkan daya beli, melihat urgensi sebuah produk, melihat apakah itu kebutuhan atau hanya keinginan, dan konsekuensinya di masa depan. Hal ini dapat kita praktikkan tiap melihat iklan promosi produk.

Setiap pribadi dapat memiliki pertanyaan yang berbeda-beda dan tidak ada pertanyaan reflektif yang bodoh, salah, atau benar. Selama konsumen mampu melakukan refleksi atas intensinya dalam mengkonsumsi sesuatu dan mempertimbangkan konsekuensi atas pilihannya, hal ini merupakan praktik yang mendorong konsumen untuk melakukan belanja yang bertanggung jawab.

4. Waspada belanja dengan Paylater

Dhalia Ndaru Herlusiatri Rahayu dari Universitas Gadjah Mada sempat membahas persoalan yang muncul akibat penggunaan PayLater.

Masalah pertama adalah penggunaan PayLater yang mengakomodasi pembelian impulsif atau konsumsi berlebihan. Masalah kedua adalah pembayaran cicilan yang berkepanjangan dengan bunga sangat tinggi. Masalah ketiga adalah keamanan data konsumen di tangan perusahaan pengguna data. Belum lagi, penagih utang terhadap para peminjam dana di PayLater.

Jadi, jangan karena kalap diskon, kita buru-buru membayar dengan PayLater tanpa menghitung konsekuensi ke depannya, ya.

Jangan lupa jaga konsumsi

Sebelum menghabiskan uang Anda untuk berbelanja, konsumen perlu ingat kondisi perekonomian global yang sedang kelam. Resesi global ditengarai akan menimpa dunia tahun depan, dan ancaman perlambatan ekonomi ini tak pandang bulu bagi negara mana pun. Bahkan, pengusaha dan pekerja pun mulai khawatir gelombang PHK massal yang terjadi tahun ini bisa terulang tahun depan.

Walaupun bisa dikatakan cukup stabil, inflasi tahunan Indonesia menyentuh angka 5,42% pada November. Kenaikan bahan pangan dan bahan bakar minyak jadi alasan meroketnya inflasi sepanjang tahun ini.

Para pakar menekankan bahwa konsumsi dalam negeri tetap menjadi sentral dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia, di tengah ketidakpastian perdagangan dan kondisi ekonomi internasional. Syaratnya, masyarakat juga perlu mengendalikan keranjang belanjaannya dalam mengantisipasi sejumlah dampak resesi global yang dipaparkan di atas.

“Masyarakat harus lebih bijak lagi dalam berkonsumsi. Sektor konsumsi rumah tangga sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia memang tidak perlu kita pertanyakan lagi. Namun di masa-masa harga yang merangkak naik, masyarakat perlu lebih precautious (waspada dan antisipatif) dan membuat prioritas kebutuhan yang perlu dipenuhi,” saran Fajar B. Hirawan dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS).

Bhima Yudhistira Adinegara dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) juga menekankan untuk lebih mengendalikan pembelian barang-barang yang bersifat sekunder dan tersier. Ia menyarankan masyarakat untuk berpikir dua kali sebelum mengambil pinjaman, terutama terhadap barang-barang yang sifatnya konsumtif. Plus, ia menyarankan masyarakat untuk menyisihkan 10% dari pemasukannya sebagai dana darurat yang tak boleh diotak-atik.

Boleh saja memborong selagi diskon. Tapi ingat jaga kesehatan keuangan Anda dan cek kembali keranjang belanjaan Anda sebelum check-out untuk menghindari barang yang ujung-ujungnya tak terpakai.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now