Menu Close
Pecahan mata uang rupiah yang dimulai dari Rp100. J88 Images/shutterstock.

Para pendidik perlu tahu, mata uang dengan nol sedikit mempermudah anak belajar numerasi

Pecahan mata uang rupiah saat ini merupakan pecahan mata uang terbesar ketiga di dunia setelah Zimbabwe dan Vietnam.

Hal tersebut mendorong pemerintah Indonesia melakukan penyederhanaan mata uang atau redenominasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya yang dilakukan karena berbagai pertimbangan. Dengan adanya redenominasi, jumlah nol akan dikurangi sehingga lebih efisien, misalnya dari Rp10.000 menjadi Rp10.

Rencana ini memunculkan pro dan kontra. Pihak yang kontra memiliki pertimbangan seperti stabilitas makroekonomi, inflasi yang terkendali, nilai tukar mata uang, dan kondisi fiskal. Beberapa orang juga khawatir bahwa penerapan redenominasi akan membuat nilai tabungan di bank menjadi tak berharga seperti yang mereka rasakan saat diterapkannya kebijakan sanering atau pemotongan nilai uang tanpa mengurangi nilai harga di pasar, sehingga daya beli masyarakat menjadi turun, oleh Presiden Soekarno pada 1965.

Di sisi lain, pihak yang pro menyebutkan bahwa redenominasi dapat menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam bertransaksi serta efektif dalam pencatatan pembukuan keuangan. Sri Mulyani juga menyampaikan, manfaat redenominasi ada pada kata “efisiensi”, yaitu meliputi efisiensi percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa.

Menambah perdebatan di atas, saya sebagai mahasiswa PhD di National Taiwan Normal University dengan bidang minat pendidikan ilmu kognitif dan rekan-rekan saya, mahasiswa PhD jurusan pendidikan matematika, melihat bahwa redenominasi ternyata dapat membantu anak belajar numerasi atau kecakapan yang berhubungan dengan matematika dasar. Mengapa?

Mata uang bisa menjadi media belajar

Redenominasi erat kaitannya dengan pendidikan karena proses memahami angka di usia dini umumnya bersentuhan langsung dengan mata uang. Ada cerita menarik yang diungkapkan pendidik di Ghana. Guru di Ghana mengungkapkan bahwa “… orang yang belum sekolah, kalau ditanya soal matematika, mereka tidak bisa menjawab, tapi kalau diberi uang, satu juta, mereka bisa memberi kembalian yang layak.”

Pendapat guru tersebut menunjukkan bahwa mata uang dapat berperan sebagai media belajar numerasi yang efektif bagi anak di sekolah dasar (SD).

Penggunaan objek fisik, seperti koin, batang, kubus, pola, dan objek konkrit lainnya merupakan pendekatan yang diterima secara luas untuk mengajarkan konsep matematika abstrak dan simbolik di taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Penelitian menunjukkan bahwa interaksi dengan objek konkret memberikan dasar bagi pemikiran abstrak. Dalam hal ini, angka satuan lebih mudah dibayangkan dibanding ribuan.

Coba bayangkan sudut pandang anak SD belajar numerasi sehari-hari menggunakan mata uang seperti, “Rp1.000 ditambah Rp6.000 sama dengan Rp7.000” atau “8 orang siswa memiliki uang masing-masing Rp8.000, maka totalnya adalah Rp64.000”.

Banyaknya jumlah nol membuat peluang untuk melakukan kesalahan lebih besar sehingga proses belajar menjadi lebih rumit. Hal tersebut dapat membuat anak belajar matematika tidak sesuai dengan level berpikirnya, sehingga mengalami kejenuhan, kelelahan, hingga takut dengan matematika.

Mengetahui matematika ribuan sejak awal justru berisiko memberikan beban kognitif yang tidak semestinya dan dapat membuat anak-anak enggan untuk belajar. Redenominasi bisa mengatasi masalah ini karena peningkatan dari pemecahan masalah terjadi secara bertahap (dimulai dari 1) tanpa mengenal ribuan di awal, sehingga tidak menyebabkan kelebihan beban kognitif pada siswa.

Mata Uang Indonesia jika digunakan untuk berlatih numerasi versus Mata Uang Taiwan jika digunakan untuk berlatih numerasi
Mata uang Indonesia versus mata uang Taiwan jika digunakan untuk berlatih numerasi. Dadan Sumardani/The Conversation Indonesia.

Objek fisik meningkatkan pembelajaran

Banyak riset pendidikan di Amerika Serikat (AS) yang menggunakan objek fisik seperti koin. Todd Haydon dan timnya dari University of Cincinnati dan University of Kansas, AS, contohnya, menargetkan keterampilan matematika termasuk keterampilan uang. Keterampilan ini mencakup, menghitung koin, memberi kembalian, mengidentifikasi koin, melakukan operasi penjumlahan, dan mencocokkan jumlah yang ditunjukkan. Riset semacam ini lebih mudah dilakukan dengan mata uang yang jumlah nolnya sedikit, sehingga jarang ditemukan di kelas maupun di riset-riset di Indonesia.

Georgios Theocharous, Nicholas Butko dan Matthai Philipose dari Intel Labs Amerika juga menjelaskan bahwa meskipun mengajar dengan menggunakan objek fisik membutuhkan proses sehingga memakan waktu, banyak guru matematika percaya bahwa pembelajaran dapat meningkat secara signifikan ketika siswa diinstruksikan dengan benda-benda fisik seperti koin. Misalnya, seorang anak mungkin membangun pemahaman tentang arti uang logam 5 rupiah dengan menghitung 5 rupiah satu per satu dan kemudian mengasosiasikan nilai 5 rupiah dengan ciri-ciri fisik sebuah koin perunggu.

Satuan mata uang yang mudah, dalam hal ini berangka nol sedikit, memiliki hubungan yang linier (berbanding lurus) dengan proses pembentukan mental model atau kerangka berpikir terkait akuisisi (penggabungan) angka. Artinya, dengan adanya redenominasi, siswa sekolah dasar di Indonesia akan melakukan proses akuisisi angka secara bertahap yang pada akhirnya dapat membantu proses mereka dalam belajar numerasi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now