Menu Close

Pesohor dalam kampanye vaksin: strategi menggandeng tokoh publik untuk menciptakan perubahan perilaku

Seorang tenaga kesehatan menerima vaksin dalam kampanye vaksin COVID-19 di Jakarta.
Mendorong masyarakat Indonesia menerima vaksin COVID-19 dengan lengan terbuka. Dhemas Reviyanto/Antara Foto

Keterlibatan beberapa pesohor sebagai orang-orang pertama yang mendapat vaksin COVID-19 di Indonesia pada Januari lalu menuai pro kontra.

Salah satu pesohor yang ditunjuk adalah Raffi Ahmad sebagai perwakilan anak muda. Publik kemudian bertanya-tanya apakah Raffi memang mewakili 64,19 juta jiwa pemuda Indonesia?

Lebih jauh lagi, jika penunjukkan pesohor memang dilakukan dalam rangka kampanye vaksin, apakah pesohor itu cukup kredibel untuk menyampaikan pesan mengenai kesehatan?

Pemilihan pesohor memang tidak didasarkan pada kredibilitas mereka terkait kesehatan ataupun aspek representasi. Akan tetapi, karena kekuatan mereka dalam mempengaruhi publik (persuasiveness).

Pengaruh selebritas

Sebuah riset psikologi sosial menemukan bahwa bahwa narasumber berkredibilitas tinggi memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan sikap (attitude) pada audiens, tapi memiliki pengaruh kecil dalam perubahan perilaku (behavior).

Dalam perspektif kampanye, sikap dan perilaku merupakan dua hal yang berbeda.

Sikap adalah salah satu faktor pendorong pembentuk perilaku. Sikap dapat digunakan untuk memprediksi, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk memastikan perilaku seseorang.

Sebagai contoh, seseorang bisa saja bersikap mendukung gerakan pengurangan sampah plastik, akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari masih menggunakan kantong plastik saat berbelanja di supermarket.

Oleh karena itu, dalam sebuah kampanye, dibutuhkan sosok yang tidak hanya memiliki kredibilitas, tapi juga memiliki pengaruh: apa yang mereka lakukan akan diikuti oleh masyarakat.

Dalam hal ini, selebriti dapat dikatakan merupakan kelompok yang segala tingkah lakunya diikuti oleh penggemar mereka..

Sebuah riset yang dilakukan pada 456 mahasiswa di Kanada pada tahun 2005 menunjukkan bahwa endorsement selebriti dapat mempengaruhi tingkat penerimaan responden terhadap suatu kebijakan politik.

Salah satu artis yang menjadi sampel adalah Avril Lavigne, yang saat itu menjadi salah satu ikon musik pop di Kanada. Pernyataan Avril yang bernada penolakan terhadap presiden Amerika Serikat (AS) saat itu George W. Bush ditemukan mendorong dukungan responden agar Kanada tidak terlibat dalam invasi AS ke Irak.

Usia Avril saat itu 20 tahun – berada pada rentang yang sama dengan responden. Penolakan serupa yang dilakukan musikus Kanada lain Alanis Morisette yang ketika itu berusia 31 tahun ternyata tidak memberikan dampak apapun.

Selebritas memiliki unsur yang tidak dimiliki oleh pesohor lain, yaitu unsur pengidolaan. Mereka mampu menarik publik tidak hanya lewat bakat dan kemampuan mereka, tetapi juga lewat kepribadian yang mereka miliki.

Mereka dapat dikategorikan sebagai trendsetter atau panutan bagi penggemar mereka.

Pada program vaksinasi, target pemirsa dari program tersebut adalah seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, dibutuhkan sosok yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Raffi Ahmad, misalnya, merupakan merupakan artis yang terkenal di seluruh lapisan masyarakat. Ia memiliki 49 juta pengikut di Instagram, dan 19 juta pelanggan di YouTube.

Dalam media sosial, pengguna memiliki kebebasan untuk memilih sendiri konten yang mereka akses. Puluhan juta orang secara sukarela mengikuti Raffi di media sosial; ini menandakan masyarakat Indonesia sangat menyukai Raffi.


Read more: Menjawab masalah struktural di balik penolakan vaksin COVID-19 di seluruh dunia dan Indonesia


Transfer makna

Grant McCracken, seorang antropolog asal Kanada, mengemukakan dalam teorinya tentang transfer makna (meaning transfer) bahwa makna (meaning) yang seorang selebritas bawa pada produk yang ia dukung akan mempengaruhi keefektifan dukungannya.

Meaning dibentuk oleh berbagai aspek yang ada pada diri selebritas tersebut, seperti kelas sosial, gaya hidup dan sebagainya, sehingga ia memiliki citra tertentu yang menjadi acuan konsumen.

Dalam transfer makna, citra si pesohor kemudian melekat pada produk yang ia dukung.

Pada kasus Raffi, citra dia sebagai selebritas yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia diharapkan berpindah pada produk yang ia dukung, yaitu program kampanye vaksin pemerintah.

Lewat dukungan Raffi, vaksin diharapkan agar menjadi barang yang populer dan massal dipergunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Karena masyarakat Indonesia sangat menyukai Raffi, maka diharapkan masyarakat Indonesia juga menerima vaksin dengan terbuka – ini terutama bagi kelompok masyarakat yang tidak yakin terhadap vaksin.


Read more: Apakah vaksinasi COVID-19 di Indonesia akan molor hingga 10 tahun? 5 faktor yang pengaruhi cepat-lambat imunisasi


Meningkatkan dukungan publik

Menggandeng pesohor merupakan salah satu langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam membangun dukungan publik mengenai kebijakan vaksin.

Ada berbagai kelompok masyarakat yang disasar mengenai kampanye penggunaan vaksin ini; masing-masing kelompok memiliki tingkat pendidikan, akses terhadap informasi, serta tingkat kesadaran mengenai kesehatan yang beragam.

Pada publik yang sudah melek media – yaitu memiliki kemampuan literasi media – tidak sulit untuk meyakinkan mereka mengenai keamanan vaksin dengan informasi yang berbasis sains. Mereka yang melek media sudah mampu membedakan sumber-sumber informasi dan memahami pesan dari media, termasuk mengidentifikasi berita bohong.

Akan tetapi, pada kelompok masyarakat yang kurang melek, dibutuhkan sosok yang dapat menjadi acuan, sehingga masyarakat bisa mengikuti apa yang dilakukan oleh sosok tersebut.

Dalam kampanye vaksin, dengan menghadirkan sosok yang menarik perhatian publik, maka diharapkan publik akan tertarik untuk mencari informasi yang berkaitan dengan vaksin tersebut.

Pada setiap kegiatan kampanye komunikasi, harus ada kesesuaian antara pemirsa yang dituju dengan cara penyampaian pesan dan media perantara yang digunakan.

Pesan yang ditujukan untuk salah satu kelompok target pemirsa tidak akan relevan jika diterima oleh kelompok yang bukan target. Ini dapat menimbulkan kontroversi, seperti yang terjadi juga pada Raffi.

Walaupun dapat memicu kontroversi, penunjukan selebritas merupakan upaya yang wajar dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan kampanye vaksin COVID-19 yang efektif: menyampaikan pesan pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Setelah suntikan vaksin pertama di Istana Negara pada Januari kemarin, perlu ada tindakan lanjutan dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat.

Sebuah kampanye tidak dapat bergantung pada hanya satu peristiwa saja, namun harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, agar dapat menciptakan efek yang diharapkan.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now