Menu Close
Shutterstock

Riset baru tunjukkan spesies dari iklim subtropis cenderung dapat bertahan dalam krisis iklim

Seiring perubahan iklim global, penting untuk mengetahui spesies apa yang dapat beradaptasi untuk bertahan hidup. Riset kami yang diterbitkan di PNAS menemukan bahwa itu sangat bergantung pada tempat mereka berkembang.

Kami melihat kapasitas mahluk hidup merespons iklim di 3 zona yang berbeda di masa mendatang: zona beriklim sedang, subtropis, dan gurun. Kami melakukan ini dengan mempelajari ikan Pelangi dari Australia.


Read more: How animals are coping with the global 'weirding' of the Earth's seasons


Spesies “pemenang”, yang dapat beradaptasi paling baik dengan perkiraan suhu musim panas di masa depan, adalah spesies yang hidup di zona subtropis yang hangat.

Sementara, spesies yang hidup di ekosistem lebih dingin, atau “spesies yang kalah”, berisiko mengalami kepunahan.

Ini merupakan riset yang pertama kali dilakukan. Riset ini membantu mengidentifikasi tipe keanekaragaman hayati dan ekosistem paling rentan terhadap perubahan iklim.

Ketika migrasi bukan sebuah pilihan

Seiring dengan kenaikan suhu setempat, beberapa hewan dan tanaman mungkin akan bermigrasi dari habitat asli mereka ke wilayah-wilayah dengan iklim yang lebih nyaman bagi mereka.

Namun, kegiatan manusia, seperti pertanian dan urbanisasi, telah menghancurkan dan memfragmentasi habitat di seluruh dunia.

Akibatnya, hewan sulit bermigrasi ke tempat yang lebih aman.

Di sinilah peran evolusi.

Evolusi menciptakan adaptasi seiring waktu yang membuat organisme tahan terhadap perubahan lingkungan.

Spesies dengan “ketahanan adaptif” yang lebih tinggi memungkinkan mereka untuk mengikuti perubahan iklim dan bertahan hidup.


Read more: How Australia's animals and plants are changing to keep up with the climate


Permasalahannya adalah kami tidak tahu tipe organisme mana yang telah memiliki evolusi ketahanan, dan mana lebih rentan terhadap perubahan iklim.

Kami hanya sedikit mengetahui tentang pola ketahanan bervariasi di wilayah dengan iklim yang berbeda. Ini yang kami telusuri dalam riset kami.

Menggunakan ikan Pelangi untuk mempelajari adaptasi perubahan iklim

Kami mempelajari 3 spesies ikan Pelangi yang serupa dari wilayah Australia dengan iklim yang berbeda: wilayah subtropis, gurun, dan iklim sedang.

Ikan Pelangi adalah ikan air tawar yang beragam, kecil, dan indah yang dapat dikembangbiakkan.

Ikan Pelangi tidak bermigrasi sehingga kami dapat membandingkan populasi yang berkembang di wilayah dengan iklim yang berbeda.

Rentang studi ekologis kami terhadap spesies ikan pelangi (genus Melanotaenia). Foto oleh Gunther Schmida.

Kami menggunakan ikan Pelangi liar yang dibagi 2 kelompok.

Kelompok pertama disimpan di suhu rata-rata musim panas masa kini, 21°C. Untuk kelompok lainnya, suhu perlahan-lahan ditingkatkan hingga mencapai proyeksi suhu musim panas tahun 2070 berdasarkan skenario emisi tinggi yaitu 33°C.

Setelah 14 hari dalam kondisi tersebut, kami mematikan ikan-ikan ini secara manusiawi dan mengambil hati mereka.

Organ ini memainkan peran utama dalam metabolisme tubuh, termasuk selama menghadapi tekanan panas. Kami menggunakan sampel hati ini untuk menguji bagaimana ekspresi gen (di mana gen diaktifkan di dalam sel) berubah akibat eksperimen kami.


Read more: Explainer: what is a gene?


Hasilnya mengejutkan. Meskipun, ketiga spesies mengaktifkan ribuan gen yang identik di iklim kontemporer, mereka menggunakan kumpulan gen yang sangat berbeda dalam merespon iklim masa depan.

Mereka juga menunjukkan tingkatan respons yang berbeda-beda terhadap iklim mendatang.

Ikan Pelangi subtropis memiliki respons lebih besar (dengan 109 gen diaktifkan) ketimbang ikan Pelangi gurun (84 gen) dan ikan Pelangi iklim sedang (27 gen).

Hubungan kuat antara respons genetik dan toleransi terhadap panas

Di samping itu, kami melakukan eksperimen lain untuk mengukur seberapa jauh spesies dapat menerima situasi panas (“batas atas toleransi panas” mereka)

Ikan Pelangi terpapar suhu yang meningkat hingga menunjukkan tanda-tanda kehilangan keseimbangan.

Seperti diduga, ikan Pelangi subtropis menunjukkan toleransi paling tinggi, dengan batas atas mereka di 38°C.

Ikan Pelangi gurun dapat bertahan hingga 37°C, sedangkan ikan Pelangi iklim sedang hingga 35°C.

Dengan 2 eksperimen, kami menemukan hubungan yang kuat antara jumlah gen yang merespons pada suhu yang diprediksikan dan toleransi panas.

Dengan kata lain, “para pemenang” dapat mengatur ekspresi dari jumlah gen yang lebih banyak di iklim mendatang dibanding “para pecundang”.

Kapasitas ikan Pelangi dalam merespons iklim yang diprediksikan terjadi. Author provided

Tanda evolusi pada gen yang terpapar tekanan panas

Sulit untuk menentukan apakah sebuah gen merespons hanya karena lingkungan atau karena keterbatasan genetik yang muncul dari evolusi.

Temuan menarik lainnya dari studi kami adalah evolusi meninggalkan tanda yang kuat pada gen yang terpapar tekanan panas.

Gen-gen ini diketahui memiliki peran utama dalam mengatasi tekanan panas dan memungkinkan pertahanan hidup bagi berbagai vertebrata.

Ini membuktikan pentingnya mereka dalam menyediakan ketahanan jangka panjang di iklim mendatang.


Read more: Biodiversity and climate change: size matters, and it depends on the region


Apa artinya bagi spesies lain

Temuan kami menunjukkan bahwa ketahanan atau kerentanan terhadap peningkatan suhu diperkirakan akan dipengaruhi oleh faktor geografis, seperti iklim wilayah di mana spesies berkembang.

Spesies subtropis memperlihatkan kapasitas yang lebih untuk beradaptasi dengan iklim mendatang. Sedangkan, spesies iklim sedang merupakan yang paling rentan.

Spesies gurun juga rentan terhadap paparan gelombang panas yang lebih ekstrem dan kekeringan berkepanjangan di masa depan.

Berkurangnya habitat ikan Pelangi gurun karena perubahan iklim. Foto oleh Gunther Schmida.

Informasi ini akan membantu dalam mengidentifikasi tipe-tipe keanekaragaman hayati dan ekosistem yang memiliki risiko tinggi kepunahan dan mengembangkan cara untuk membantu mereka beradaptasi dan bertahan hidup.

Ini termasuk memperbaiki habitat yang rusak dan secara aktif memindahkan populasi ke lokasi iklim yang lebih aman.

Dampak studi kami dapat diperluas ke banyak hewan dan tumbuhan yang tidak bermigrasi, baik akuatik dan terestrial, yang juga berada di bawah tekanan karena perubahan iklim.


Read more: The world endured 2 extra heatwave days per decade since 1950 – but the worst is yet to come


Nadila Taufana Sahara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris


Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di sini.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now