Menu Close

Riset: penyelundup turut ‘membantu’ pekerja migran Indonesia pulang ke tanah air

shutterstock.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan penyelundupan manusia sebagai pemberian jalan bagi orang asing untuk masuk ke negara di mana mereka tidak memiliki hak untuk tinggal. Namun, penelitian kami menunjukkan pekerja migran Indonesia di Malaysia justru menggunakan penyelundup untuk bisa pulang ke tanah air.

Mereka yang menggunakan “jasa” tersebut biasanya adalah pekerja migran yang tidak memiliki dokumen yang layak atau tidak memiliki status kependudukan resmi. Mereka seringkali tidak punya pilihan yang murah dan cepat untuk bisa kembali secara legal ke Indonesia.

Bentuk kepulangan ini, yang kita sebut “penyelundupan kepulangan”, merupakan isu lama yang masih berlangsung bagi pemerintah Indonesia dan Malaysia.

Untuk mengkaji fenomena ini lebih dekat, kami menganalisis 13 putusan pengadilan dan mewawancarai aparat penegak hukum serta aktivis dari Indonesia.

Riset kami menemukan bahwa para penyelundup menyanggupi permintaan para migran untuk segera pulang kapan pun dibutuhkan. Sebagai akibatnya, penyelundup ini menghadapi hukuman berat – minimal 5 tahun penjara – ketika diadili di bawah hukum Indonesia.

Hukuman yang adil?

Berdasarkan aturan hukum Indonesia, kategori “penyelundup” dapat didefinisikan secara luas. Ini bisa termasuk kapten dan awak kapal yang menjemput pekerja migran Indonesia yang ingin pulang dari pesisir Malaysia.

Namun, acap kali pengemudi yang mengangkut para migran dari tempat pendaratan di Indonesia ke pemberhentian berikutnya juga masuk kategori penyelundup dan dikriminalisasi dengan hukum itu.

Sementara itu, pekerja migran yang kembali biasanya diperlakukan layaknya “korban penyelundupan manusia” dan menjadi saksi dalam proses pidana terhadap “penyelundup” mereka.

Pekerja ini tidak menghadapi tuntutan hukum. Padahal, merekalah yang menyewa jasa penyelundup untuk mengakali otoritas imigrasi Malaysia dan Indonesia.

Riset kami juga menemukan aparat penegak hukum Indonesia cukup bersimpati terhadap para pekerja migran yang diselundupkan. Aparat kepolisian sangat menyadari bahwa para pekerja tersebut tidak dapat meninggalkan Malaysia melalui pos pemeriksaan imigrasi karena mereka tidak memiliki paspor.

Terjebak di antara pilihan yang sulit

Tidak semua pekerja migran Indonesia masuk ke Malaysia secara ilegal. Banyak yang menggunakan jalur resmi. Namun, karena migrasi reguler ke Malaysia sangat mahal, mereka cenderung tetap tinggal di sana melebihi batas waktu dalam visa (overstay) untuk mengumpulkan dana terlebih dahulu.

Sayangnya, pekerja migran yang kehilangan dokumen imigrasi sah atau overstay menghadapi ancaman pidana berdasarkan hukum Malaysia. Ini bisa dalam bentuk denda, hukuman penjara atau hukuman cambuk.

Pemerintah Malaysia terkadang menawarkan program amnesti (pengampunan) kepada pekerja migran yang overstay, tetapi program ini jarang diterapkan. Program-program ini juga terkenal lambat dan mengakibatkan “daftar hitam”. Artinya, pekerja migran Indonesia tidak dibolehkan masuk kembali ke Malaysia di masa mendatang.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah tingginya angka kematian pekerja migran Indonesia di sel tahanan Malaysia ketika mereka dipenjara sebelum dipulangkan.

Tingginya permintaan untuk penyelundupan kepulangan

Bank Dunia memperkirakan ada sekitar 2 juta pekerja migran Indonesia ilegal di Malaysia. Menurut kami, fakta ini menjadi penyebab tingginya permintaan akan jasa penyelundup untuk kepulangan mereka.

Pada awal pandemi COVID-19 bahkan lebih banyak pekerja migran Indonesia tanpa paspor yang menggunakan jasa penyelundup. Pasalnya, mereka ingin segera kembali ke Indonesia. Kebanyakan dari mereka tidak memiliki cukup waktu untuk mengurus kepulangan resmi yang melibatkan otoritas pemerintah setempat.

Selama beberapa bulan pertama pandemi, pemerintah Indonesia mencatat 427 pekerja migran tanpa dokumen resmi yang kembali dari Malaysia.

Riset kami menunjukkan, sejak 2015 hingga 2020, Pengadilan Negeri Batam di Kepulauan Riau mencatat ada 13 kasus yang melibatkan penyelundup. Jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, karena banyak penyelundup dan pekerja migran yang berusaha menghindari pengawasan aparat saat proses kepulangan.

Upaya perlindungan bilateral sangat dibutuhkan

Selama pertemuan bilateral di Jakarta pada Januari 2023, Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim membahas sejumlah masalah mendesak, termasuk kebutuhan akan perlindungan lebih bagi para pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Pertemuan tingkat tinggi tersebut menunjukkan adanya kekhawatiran politik yang sama tentang perlunya migrasi yang “aman dan tertib” di kedua sisi perbatasan negara.

Perhatian utama fokus pada bagaimana mendorong migrasi resmi ke Malaysia – dengan memegang dokumen migrasi yang lengkap dan melintasi perbatasan internasional melalui pos pemeriksaan imigrasi.

Asumsi utamanya, jika pekerja migran melalui jalur resmi, mereka akan mendapatkan akses hak kerja legal dan mekanisme penegakan hukum. Ini telah menjadi landasan upaya bilateral kedua negara guna melindungi pekerja migran. Penting untuk menerapkan migrasi “aman dan tertib” baik saat berangkat ke Malaysia maupun saat kembali ke Indonesia.

Jika pemerintah ingin mempromosikan migrasi yang aman berdasarkan kebutuhan perlindungan pekerja migran yang ingin pulang, solusinya adalah dengan pemberian akses kepada pekerja migran ilegal untuk mendapatkan opsi proses kepulangan legal yang cepat dan terjangkau.

Sejak 2006, KBRI Kuala Lumpur telah meningkatkan akses layanan imigrasinya secara substansial, seperti perpanjangan paspor.

Namun, warga negara Indonesia yang membutuhkan dokumen resmi baru harus mendatangi kedutaan di Kuala Lumpur untuk bisa mendapatkanya. Ini menghabiskan banyak waktu. Padahal, jika sedang terdesak waktu, para pekerja migran tidak mungkin mengejar opsi ini, sehingga mereka beralih ke “penyelundup” untuk bisa pulang secepat mungkin.

Jika pemerintah Indonesia dan Malaysia tidak segera mengatasi masalah ini, penyelundupan kepulangan dan pemenjaraan bagi mereka yang memfasilitasi pekerja migran Indonesia akan terus berlanjut.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now