Menu Close

Riset ungkap jenis dan jumlah air di Bulan - memperkuat rencana eksplorasi

NASA JSC

Bulan sudah lama dianggap tidak banyak memiliki air; analisis sampel bulan dari misi Apollo menunjukkan kecilnya jejak air. Kandungan kecil itu bahkan diyakini sebagai akibat sampel yang terkontaminasi di Bumi.

Akan tetapi, selama dua dekade terakhir, analisis ulang sampel, observasi oleh misi-misi luar angkasa, dan model teoretis telah membuktikan anggapan ini keliru.

“Air” telah dideteksi ada dalam mineral pada batu bulan. Air es juga bisa ditemukan tercampur dalam debu bulan di area yang dingin dan tertutup bayangan secara permanen di sekitar kutub bulan.

Akan tetapi ilmuwan belum yakin seberapa banyak air yang ada dalam bentuk “molekul air”– yaitu terbuat dari dua bagian hidrogen dan satu bagian oksigen (H2O).

Sekarang, dua studi yang baru terbit di baru Nature Astronomy memberi sebuah jawaban, serta juga memberi penjelasan bagaimana dan di mana mengekstrasi air itu.

Banyak air

Istilah air tidak hanya digunakan untuk molekul air, tapi juga temuan Hidrogen (H) dan hidroksil(OH). Meski H dan OH bisa digabung oleh astronot untuk membentuk molekul air di permukaan bulan, sangat penting untuk tahu bentuk senyawa ini pada awalnya.

Bentuk awal akan memberi dampak pada stabilitas dan kondisi lokasi dalam kondisi permukaan bulan, dan usaha yang diperlukan untuk mengubahnya.

Molekul air, jika hadir sebagai es, akan lebih mudah diekstraksi ketimbang hidroksil yang terkunci di bebatuan.

Kehadiran air di bulan secara ilmiah sangat menarik; distribusi dan pembentukan air di sana dapat membantu menjawab pertanyaan penting.

Sebagai contoh, bagaimana air dan zat-xat volatil lainnya tiba di Tata Surya bagian dalam? Apakah air diproduksi di sana atau dibawa ke sana oleh asteroid atau meteorit? Mencari tahu lebih banyak tentang senyawa spesifik air dapat membantu kita menemukan jawabannya.

Picture of an astronauts footprint on the Moon.
Permukaan bulan, dilihat oleh Apollo 11. NASA

Memahami berapa banyak air dan lokasinya juga sangat berguna untuk perencanaan misi manusia untuk ke Bulan dan lebih jauh lagi.

Air menjadi sumber daya kunci yang bisa digunakan untuk tujuan bertahan hidup, tapi juga bisa untuk kegunaan lain.

Oksigen bisa mengisi pasokan udara, atau bisa dipakai dalam reaksi kimia sederhana di permukaan bulan untuk mengekstrak sumber daya berguna lainnya dari ‘regolith’ (tanah yang terdiri dari butiran kecil).

Air juga dapat digunakan sebagai bahan bakar roket dalam bentuk hidrogen cair dan oksigen cair.

Ini berarti Bulan memiliki potensi untuk menjadi pangkalan pengisian bahan bakar untuk misi luar angkasa lebih jauh dalam Tata Surya kita atau lebih jauh lagi. Rendahnya gravitasi dan kurangnya atmosfer berarti kita membutuhkan lebih sedikit bahan bakar untuk melakukan peluncuran dari sana ketimbang dari Bumi.

Jadi, ketika badan-badan antariksa berbicara tentang pemanfaatan sumber daya di Bulan secara in-site, air menjadi bagian utama dan pusat dari rencana mereka. Makalah-makalah penelitian baru ini menjadi sangat menarik.

Penelitian baru

Berbagai instrumen dari berbagai pesawat ruang angkasa sebelumnya sudah mengukur “spektrum pantulan” (cahaya yang dipecah oleh gelombang) dari Bulan.

Alat-alat ini mendeteksi cahaya dari permukaan bulan untuk mengukur seberapa banyak energi yang dipantulkannya pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang berbeda-beda tergantung kandungan yang ada di permukaan.

Karena mengandung air, permukaan Bulan menyerap cahaya pada panjang gelombang 3𝜇m(0.000003 meter). Akan tetapi, penyerapan pada gelombang ini tidak bisa membedakan antara molekul air dan senyawa hidroksil.

Menggunakan teleskop observasi stratosfer untuk astronomi inframerah (SOFIA) dari NASA/DLR, yang diterbangkan pada ketinggian 43.000 kaki, tim yang berada dibalik salah satu makalah terbaru itu mengobservasi bagian permukaan Bulan yang diterangi matahari dalam panjang gelombang 5-8𝜇m.

H2O menghasilkan puncak karakteristik di spektrum 6𝜇m, dan dengan membandingkan daerah garis ekuator sebagai acuan (yang diperkirakan hampir tidak memiliki air) dengan daerah dekat kutub selatan, studi ini melaporkan pengamatan pertama air molekuler dalam kondisi ambien di permukaan bulan dengan kelimpahan 100-400 bagian per juta.

Jumlah ini beberapa kali lipat terlalu besar agar sebagian besar air dapat diserap ke permukaan butir ‘regolith’. Para peneliti lebih lanjut mengatakan bahwa air yang diteliti sepertinya terkunci di dalam struktur gelas yang dibentuk oleh benturan-benturan meteorit kecil yang melelehkan butiran ‘regolith’ yang sudah terhidrasi.

Kemungkin lain juga, air bisa berada di rongga antara batas butir, yang akan membuatnya lebih mudah untuk diekstraksi.

Di mana tepatnya air ini berada akan sangat penting bagi penjelajah masa depan karena akan menentukan proses dan energi yang dibutuhkan untuk mengekstraksinya.

Untungnya, makalah kedua menggunakan model teoritis, berdasarkan data suhu dan tingginya resolusi gambar dari Lunar Reconnaissance Orbiter, untuk mempertajam perkiraan lokasi mana yang memiliki kondisi tepat untuk molekul air untuk terkumpul dalam bentuk es.

Penelitian sebelumnya juga sudah menunjukkan bahwa terdapat area “jebakan dingin” berkilometer luasnya dalam di dalam wilayah yang tertutup bayangan permanen di dekat kutub; area ini kemungkinan memiliki air dalam bentuk es .

Temuan dari pesawat luar angkasa yang mengorbit tapi tidak memastikan apakah bentuknya molekul air atau hidroksil.

Studi yang baru ini menemukan ada banyak area perangkap dingin kecil yang kondisinya memungkinkan air es menumpuk - dalam skala sentimeter atau desimeter. Bahkan, perangkap seperti itu jumlahnya seharusnya ratusan hingga ribuan kali lebih banyak daripada perangkap dingin berukuran besar.

Tim peneliti memperkirakan bahwa 0,1% dari total permukaan bulan bersuhu cukup dingin untuk memerangkap air menjadi es, dan sebagian besar perangkap dingin berada di garis lintang di atas 80°.

Area-area ini terutama berada di dekat kutub selatan, sehingga dapat mempersempit pilihan lokasi pendaratan di masa depan dengan peluang menemukan jebakan air es.

Akan tetapi, penting untuk disadari bahwa kedua studi itu menyelidiki area dengan garis lintang yang berbeda (55°-75°S vs >80°S) sehingga tidak bisa dibandingkan secara langsung.

Meski demikian, penemuan terbaru ini menambah pengetahuan kita tentang sejarah air di tetangga terdekat kita.

Penelitian ini pasti akan memperkuat rencana untuk kembali ke Bulan. Instrumen seperti (‘PROSPECT’ di Bulan 27) milik Badan Antariksa Eropa bisa melakukan pengukuran yang dapat memberi bukti-bukti lapangan konkrit untuk kekayaan informasi Bulan yang menunggu untuk dikuak.


Wiliam Reynold menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 183,400 academics and researchers from 4,954 institutions.

Register now