Menu Close
Dampak gempa bumi yang disusul tsunami di Banda Aceh pada 26 Desember 2004. Frans Delian/Shutterstock

Setelah 14 tahun tsunami Aceh, saatnya kata ‘smong’ masuk kosakata bahasa Indonesia

Tampaknya kita masih gagap menghadapi bencana, melihat apa yang terjadi di Lombok, dan tsunami di Palu dan Donggala Sulawesi Tengah beberapa bulan lalu. Pada 2018, masih seperti pada 2004.

Sangat penting bagi kita semua untuk melakukan perubahan-perubahan yang dapat mentransformasi pemahaman kita tentang bencana alam dan akhirnya menyelamatkan banyak nyawa.

Salah satu cara penting untuk melakukan ini adalah memberi tempat yang istimewa pengetahuan lokal tradisional dan untuk mengenang kejadian dahsyat tersebut. Minggu depan adalah peringatan ke-14 tsunami Aceh.

Kerangka Kerja Internasional untuk Pengurangan Resiko Bencana (PRB) atau Kerangka Sendai untuk Pengurangan Resiko Bencana (SFDRR) 2015-2030 telah menekankan pentingnya menggunakan pengetahuan lokal. Untuk mengurangi risiko bencana, kita perlu menciptakan suatu dinamika sosial yang memperkuat pengetahuan lokal di setiap individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Kekuatan kearifan lokal

Salah satu contoh pengetahuan lokal yang telah menyelamatkan nyawa berasal dari Pulau Simeulue, Aceh; yaitu kisah smong: Pada 26 Desember 2004, seorang siswa bernama Almahdi sedang merokok di jembatan tinggi di atas sungai di Banda Aceh. Lahir di Simeulue, ketika gempa terjadi dan laut surut, dia tahu apa yang terjadi selanjutnya. Dia mulai berteriak “Smong! Smong! Lari! Lari!”

Tapi semua orang di dekatnya memandangnya seolah-olah dia orang gila. Mereka tidak tahu arti smong dan tidak lari. Dalam waktu kurang dari satu jam kemudian, banyak dari mereka yang tewas dihantam ombak besar. Almahdi melihat tubuh mereka mengambang di sungai.

Almahdi selamat, tapi dia tidak tahu bahwa semua rekan sekampungnya di Pulau Simeulue juga selamat. Laporan yang ia terima menyebutkan bahwa “Simeulue telah tenggelam” dan dia khawatir akan keadaan yang terburuk selama lebih dari seminggu.

Pengetahuan Almahdi tentang smong berasal dari sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada 4 Januari 1907. Gempa berkekuatan 7,6 mengguncang Pulau Simeulue dan beberapa saat kemudian tsunami dahsyat menghancurkan pantai Simeulue. Sejak hari itu, beberapa orang yang selamat bertekad untuk menghormati keluarga yang telah meninggal dan untuk menyelamatkan keturunan mereka jika terjadi peristiwa yang sama dengan menceritakan kisah smong kepada anak-anak dan cucu mereka.

Hampir 100 tahun kemudian, pada 26 Desember 2004, semua penduduk 70.000 orang di Simeulue diingatkan tentang smong oleh gempa berkekuatan 9,2. Mereka berlari ke bukit dan menyaksikan gelombang raksasa menghancurkan rumah-rumah mereka. Kearifan smong, dipertahankan selama 97 tahun, menyelamatkan hidup mereka.

Menarik perhatian

Dalam beberapa tahun terakhir kata smong telah menarik para peneliti internasional yang berusaha memperdalam pemahaman akan fenomena tersebut. Smong adalah pengetahuan lokal masyarakat Simeulue, dan sebelum 2004 tidak diketahui oleh orang luar.

United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) memberikan penghargaan UN Sasakawa Award kepada orang-orang Simeulue pada 12 Oktober 2005. Penghargaan diberikan di Bangkok, Thailand, sebagai penghargaan atas upaya, dan untuk mendorong, mereka untuk berkontribusi pada sebuah budaya lokal untuk pencegahan bencana, dengan demikian mempromosikan tujuan dari strategi internasional untuk pengurangan bencana.

Sekarang kebanggaan mereka terhadap kata smong telah menjadi kebanggaan masyarakat Aceh secara keseluruhan dan diadopsi dalam berbagai upaya beradaptasi dengan bencana gempa dan tsunami. Orang-orang Simeulue, sangat menghargai bantuan yang data dari berbagai kalangan atas rekonstruksi pascabencana 2004, ingin menumbuhkan kebanggaan “keampuhan” smong ke tingkat nasional. Mereka ingin memberikan smong sebagai hadiah untuk dimiliki oleh orang Indonesia secara keseluruhan. Mereka merasa bahwa kata smong harus menjadi bagian dari kosakata Indonesia, memberikan dasar untuk pemahaman baru tentang bencana tsunami.

Pengaruh smong itu telah diuji dalam bencana gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 dengan hasil yang mengesankan. Keberadaan kata dalam bahasa memberikan definisi (untuk mengetahui sesuatu, atau know what) yang terkait dengan pemahaman (untuk memahami cara, atau know how). Pengetahuan ini telah menggerakkan masyarakat Simeulue untuk dapat mengambil tindakan cepat dan tepat ketika membaca tanda-tanda alam gempa bumi dan tsunami.

Ada istilah lain untuk tsunami di seluruh kepulauan Indonesia. Di daratan Aceh ada istilah Ie-beuna yang dikenal di Banda Aceh dan Aceh Besar, sedangkan di Singkil mereka menamakan tsunami dengan sebutan Gloro. Seiring waktu, bagaimana pun, pengetahuan yang terkait dengan kata-kata ini telah memudar. Banyak nyawa melayang sebagai hasilnya.

Smong berasal dari bahasa Devayan Simeulue dan mengacu pada kejadian dengan runutan gempa/laut surut/gelombang raksasa yang khas dari peristiwa tsunami di Indonesia. Istilah ini dibagi dalam lagu-lagu tradisional Simeulue, nandong:

Enggel mon sao curito (Dengarlah cerita ini) / Inang maso semonan (Suatu hari pada masa lalu) / Manoknop sao fano (Desa kami tenggelam) / Di ne alek linon (Dimulai dengan gempa bumi) / Fesang bakat nemali (Kemudian diikuti oleh naiknya ombak ) / Manoknop sao hampong (Tenggelam seluruh desa) Tibo-tibo mawi (Segera) / Anga linon ne mali (Jika gempa bumi kuat terjadi) / Uwek suruik sahuli (Diikuti oleh surutnya air laut) / Maheya mihawali (Cepat-cepatlah) / Fano saya senga tenggi (Berlari ke tempat yang lebih tinggi).

Masyarakat Simeulue dengan cerdik menutup semua cerita dengan menempatkan kalimat berikut: Eda Smong kahanne (Itu yang kami sebut smong).

Bentuk lagu yang sangat emosional ini dinyanyikan pada pertemuan sosial dan pernikahan. Penceritaan kisah yang sama secara teratur merupakan sistem yang sangat sederhana, tapi memiliki kekuatan untuk memindahkan orang dan menyelamatkan nyawa.

Mengapa smong perlu dimasukkan ke dalam kosakata Indonesia dan sering dipakai?

Meski Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring edisi kelima telah menambahkan kata “semong” sebagai padanan kata “tsunami”, mayoritas peneliti menggunakan kata “smong” - tanpa “e” - dalam artikel mereka seperti McAdoo dkk. (2006), Syafwina (2014), dan Sany (2007). Definisi kata “semong” dalam KBBI tersebut belum menggambarkan bahwa makna “smong” lebih dari sekadar tsunami dan mengandung pesan pengurangan risiko bencana.

KBBI juga mencatat istilah Jepang “tsunami” untuk apa yang orang Simeuluean sebut smong.

Kenyataannya, di Jepang, ada variasi dalam istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena alam yang kita kenal sebagai tsunami seperti onami (gelombang besar) , shakainamisu (naik gelombang mencapai tanah) dll. Kata spesifik tsunami dalam bahasa Jepang berasal dari dua istilah: “tsu”, yang berarti pelabuhan, dan “nami” yang artinya gelombang. Yaitu sebuah gelombang pelabuhan.

Jika dilihat dari akar kata ini, seseorang memiliki pemahaman yang tidak lengkap tentang bahaya alam. Apakah gelombang ini hanya menyapu pelabuhan? Apakah saya aman di pantai? Ini tidak jelas.

Meski demikian, “tsunami” sekarang digunakan secara internasional, menggantikan kata “gelombang pasang” pada sebagian besar bahasa pada 1980-an. Tentu saja, “gelombang pasang” adalah gambaran yang lebih buruk dari fenomena gelombang raksasa, yang tidak ada hubungannya dengan pasang.

Ada beberapa alasan kuat untuk menjadikan smong bagian dari kosakata bahasa Indonesia dan perlu sering dipakai dalam bahasa formal maupun informal.

Smong menggambarkan kompleksitas bahaya alam yang selalu terjadi di Indonesia. Dengan 46% pantai di Indonesia bisa terkena gelombang begitu besar, smong secara geografis relevan.

Smong adalah simbol pengakuan internasional tentang peran pengetahuan lokal dalam mengurangi risiko bencana sebagaimana dinyatakan dalam SFDRR 2015-2030.

Smong adalah satu kata yang diketahui telah menyelamatkan banyak nyawa.

Smong telah diakui secara global dan merupakan sumber kebanggaan bagi Simeulue, Aceh, dan Indonesia.

Smong mengingatkan kita tentang pentingnya dan kekuatan pengetahuan lokal.

Smong terdengar seperti suatu kata bahasa Indonesia, cocok dan membuat pelafalan lokal menjadi mudah.

Smong lahir dari rahim orang Indonesia sendiri, jadi harus diterima sebagai kekayaan nasional.

Yang paling penting, smong memberikan basis suatu diskusi nasional baru tentang bahaya alam yang menghancurkan.

Istilah smong adalah “cantolan” yang semua orang Indonesia agar dapat menggantungkan pemahaman baru tentang cara menyelamatkan diri, anak-anak, dan cucu-cucu mereka. Pengetahuan tentang smong memiliki potensi untuk secara substansial mengurangi, dan bahkan mungkin menghilangkan, korban dari gelombang laut raksasa.

Memulai kata smong dalam kosakata bahasa Indonesia tidak berarti menghilangkan kata tsunami, yang sekarang menjadi kata internasional. Tapi penerimaan kita terhadap smong harus menjadi sumber kebanggaan dalam perlindungan kekayaan terbesar kita-rakyat kita.

Orang-orang Simeulue telah menawarkan sebuah hadiah kepada Indonesia, kata smong; Almahdi masih berharap orang-orang di Banda Aceh mengerti dia berteriak smong pada hari yang mengerikan pada 2004. Dia dan semua orang Simeulue sekarang ingin semua orang Indonesia memiliki pengetahuan, identitas dan kebanggaan smong.

Catatan Editor: Penulis telah menambahkan satu paragraf tentang kata “semong” yang dimuat dalam KBBI edisi kelima.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now