Menu Close
Siapa yang memantau bagaimana Facebook memantau Anda? alphaspirit/Shutterstock.com

Setelah denda Rp70 T terkait Cambridge Analytica, mengapa polisi pengawas Facebook juga akan gagal?

Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat memutuskan denda terbesar yang pernah ada, sebesar US$5 miliar (sekitar Rp70 triliun), kepada Facebook karena melanggar satu kasus pelanggaran privasi pada 2011 pada akhir Juli.

Namun jumlah denda ini hanya bernilai sekitar satu bulan pendapatan perusahaan raksasa teknologi ini.

Ini menunjukkan bahwa denda, meskipun tampak besar, sebenarnya, tidak terlalu tinggi.

Hal yang lebih penting, Facebook diharuskan untuk memiliki “tim penilai dari luar” - semacam “polisi privasi” – untuk memantau penanganan data pengguna perusahaan, serta mengikuti beberapa persyaratan prosedural perusahaan lainnya. Tim tersebut dapat menjawab masalah mendasar pada cara Facebook beroperasi.

Namun, sebagai ahli bisnis untuk perusahaan teknologi, saya khawatir peran yang sangat penting ini berpotensi gagal.

Menurut pendapat saya, ada tiga masalah utama terkait privasi yang perlu diwaspadai agar bisa dicari pemecahannya secara efektif: potensi pelanggaran privasi pengguna; penyebaran konten berbahaya yang misalnya dapat memanipulasi hasil pemilihan umum dan menyebabkan kekerasan etnis; dan kejadian-kejadian pengumpulan data daripada yang dijamin demi menyediakan layanan kepada pengguna.

Seorang penilai independen akan kekurangan standar, peraturan dan pedoman hukum, serta wawasan yang dibutuhkan untuk benar-benar memantau bagaimana Facebook menangani ketiga masalah tersebut.

Ini membuat pekerjaan polisi privasi jauh lebih sulit daripada pekerjaan polisi biasa atau, katakanlah, seorang auditor keuangan.

Melindungi privasi pengguna

Sejarah pelanggaran privasi Facebook lebih dari kasus yang paling dipublikasikan, seperti membiarkan Cambridge Analytica mengakses data pribadi 50 juta pengguna untuk membuat kampanye iklan politik bertarget mikro.

Facebook secara diam-diam berbagi data dengan perusahaan lain selama bertahun-tahun, tanpa memberi tahu penggunanya.

Praktik itu, serta fungsi yang memungkinkan pengguna masuk ke situs web dan aplikasi lain dengan login Facebook mereka, telah membantu pengiklan mengikuti target mereka di internet.

Perusahaan ini juga telah menggunakan data pengguna untuk memperoleh keuntungan dalam negosiasi bisnis, meningkatkan keuntungannya sendiri tanpa memberi kompensasi kepada pengguna sendiri.

Putusan FTC membuat polisi privasi tidak memiliki panduan yang jelas tentang mana pengaturan pembagian data atau penyimpanan data antara Facebook dan perusahaan lain yang sah dan mana yang melewati batas.

Ini karena masih belum adanya aturan perlindungan data yang disepakati secara internasional, dan belum jelasnya beberapa peraturan di Amerika Serikat untuk menjadi acuan pertimbangan tindakan Facebook.

Komisioner FTC Rohit Chopra. FTC

Model bisnis Facebook menggunakan harta karun data pengguna untuk mendapatkan iklan. Ini merupakan sumber utama hampir semua pendapatannya.

Orang luar tidak akan dapat memberi tahu perbedaan antara praktik bisnis yang sah untuk memanen data pengguna demi meningkatkan keuntungan dan penyalahgunaan yang melanggar privasi pengguna.

Bahkan, Komisioner FTC Rohit Chopra, yang berbeda pendapat dengan keputusan itu, menyatakan bahwa penyelesaian yang baru masih “memungkinkan Facebook untuk memutuskan sendiri berapa banyak informasi yang dapat diambil dari penggunanya dan apa yang dapat dilakukannya dengan informasi tersebut.”

Memblokir konten berbahaya

Facebook telah berjuang untuk membatasi konten berbahaya di jaringannya, seperti konten yang memicu kekerasan etnis, menyebarkan informasi yang salah atau memfasilitasi adanya campur tangan pemilu.

Data pribadi membantu para pelaku menargetkan pesan mereka ke kelompok pengguna Facebook tertentu.

Penilai dari luar akan fokus pada privasi, yang berarti bahwa mengidentifikasi, memverifikasi, dan mengawasi konten akan berada di luar kekuasaan mereka.

Ironisnya, langkah-langkah untuk meningkatkan privasi, seperti memastikan end-to-end encryption (enkripsi ujung ke ujung) di semua platform pengiriman pesan Facebook – sebagaimana yang Mark Zuckerberg ingin lakukan – justru akan melindungi identitas penyebar pesan berbahaya, bukannya mengungkap identitas dan tindakan mereka.

Melindungi pengguna dari memberi terlalu banyak

Akses ke Facebook tampak gratis, karena tidak ada biaya, tapi sebenarnya pengguna membayar dengan data mereka.

Tim penilai seharus bertanya apakah pengguna ditagih secara wajar, dalam hal privasi, untuk layanan yang mereka terima. Itu menimbulkan pertanyaan tentang berapa harga “wajar” seperti apa yang sesuai dengan layanan yang disediakan Facebook.

Biasanya, harga ditentukan oleh pasar yang kompetitif. Dalam kondisi pasar seperti itu, pelanggan dapat memilih dari berbagai penyedia layanan. Tidak demikian halnya di Facebook, di sana ada biaya tinggi – sekali lagi, bukan finansial, tapi dalam hal waktu dan usaha – untuk meninggalkannya dengan tidak ada opsi lain yang menawarkan layanan yang setara.

Ini adalah fenomena ilmu sosial yang disebut dengan “efek jaringan”.

Jaringan apa pun semakin meningkat harganya ketika semakin banyak orang bergabung – tapi itu juga berarti semakin sulit untuk meninggalkannya.

Sekarang ada lebih dari 2,3 miliar pengguna Facebook di seluruh dunia. Bagi terlalu banyak orang, koneksi sosial online paling aktif mereka ada di Facebook.

Spotify adalah salah satu dari banyak layanan online yang memungkinkan pengguna untuk masuk dengan akun Facebook mereka. Screenshot of Spotify website, CC BY-ND

Sulit untuk meninggalkan Facebook, bukan hanya karena ada begitu banyak pengguna. Banyak pelanggan menggunakan login Facebook mereka di ribuan aplikasi dan layanan lain.

Jika mereka menghapus akun Facebook mereka, mereka juga kehilangan semua akses ke aplikasi lain itu, seperti daftar putar Spotify yang disesuaikan dan preferensi tampilan Netflix. Lebih buruk lagi, Facebook telah membeli banyak pesaingnya. Banyak orang yang beralih dari Facebook ke Instagram – yang juga dimiliki oleh Facebook.

Melihat ke masa depan, perusahaan ini membuat harga meninggalkan Facebook lebih tinggi, dengan rencananya untuk mengkonsolidasikan kekuatan pengumpulan data dengan mengintegrasikan berbagai aplikasi, termasuk Facebook Messenger, Instagram, dan WhatsApp – dan juga melalui mata uang digital yang diusulkan untuk transaksi yang dilakukan di platform Facebook.

Semua ini menciptakan kondisi yang tidak adil karena mendukung sebuah perusahaan induk yang menguasai semua, membatasi pilihan pengguna dan membuat pengguna sulit beralih. Tidak ada penilai yang dapat memperbaiki hal ini.

Jauh lebih dari sekadar denda, inti dari kesepakatan FTC adalah tim penilai berasal dari luar. Jika dirancang dengan baik, peran ini bisa benar-benar mengubah permainan – salah satu polisi privasi yang kuat yang menetapkan standar untuk bagaimana kekuatan perusahaan teknologi besar dikelola mulai dari sini.

Namun, denda hanya tamparan di pergelangan tangan, dan lengan polisi seakan terikat dan tidak dapat mencapai cukup jauh. Ini menjadi preseden yang sangat buruk: Baik FTC dan Facebook dapat menyatakan mereka menang, meski sesungguhnya konsumen yang kalah.

Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 191,000 academics and researchers from 5,057 institutions.

Register now