Menu Close

Tak cuma soal harga, persepsi konsumen soal kendaraan listrik belum cukup kuat dorong adopsi motor setrum

Motor listrik
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kanan) mengendarai motor listrik saat konvoi di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (9/6/2023). Aksi tersebut merupakan rangkaian kegiatan untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. ANTARA FOTO/Moch Asim/YU

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia terus mendorong masyarakat menggunakan kendaraan listrik. Selain karena potensi ekonomi–Indonesia adalah produsen nikel yang penting untuk baterai kendaraan listrik–persoalan lingkungan juga mendasari ambisi pemerintah untuk mencapai target nol emisi karbon.

Sektor transportasi menyumbang emisi energi kedua terbesar di Indonesia (24,64% dari total emisi gas rumah kaca), setelah industri produsen energi (43,83%). Salah satunya adalah sepeda motor, yang jumlahnya mendominasi transportasi darat berbasis bahan bakar minyak.

Hingga Desember 2022, Kepolisian Republik Indonesia mencatat, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 126,99 juta unit atau 83,27% dari total kendaraan bermotor. Jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan produktivitas masyarakat.

Indonesia telah menerapkan beberapa kebijakan agar harga motor listrik semakin murah dan makin banyak diadopsi masyarakat. Salah satunya adalah dengan memberikan subsidi pada 13 merek motor listrik, dengan kewajiban untuk memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40%.

Namun, selain subsidi, pemerintah juga perlu mempertimbangkan strategi dan kebijakan berdasarkan pola perilaku dan persepsi masyarakat terhadap motor listrik untuk mendorong adopsi. Seringnya, keinginan konsumen untuk membeli motor listrik dipengaruhi oleh persepsi seperti manfaat ekonomi, manfaat terhadap lingkungan, dan persepsi risiko.

Persepsi konsumen pengaruhi adopsi motor listrik

Pasar motor listrik di Indonesia sebenarnya berpotensi untuk tumbuh. Hal ini didukung dengan adanya 35 perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi dan penjualan motor listrik.

Presiden Joko Widodo pun menargetkan Indonesia bisa memproduksi 2 juta motor listrik pada 2025.

Sayangnya, penjualan domestik motor listrik Indonesia bisa dikatakan masih seret. Menurut Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia, penjualan motor listrik dari tahun 2019-2022 hanya mencapai 30.837 unit, sedangkan kendaraan berbasis bahan bakar pada kurun waktu yang sama, terjual sebesar 29 juta unit.

Bisa jadi, hal ini erat terkait dengan persepsi masyarakat Indonesia yang masih enggan beralih ke motor listrik.

Sebuah studi di Indonesia pada 2021, misalnya, menemukan bahwa hanya 36% dari 514 responden yang berminat untuk beralih ke motor listrik. Riset tersebut menganalisis persepsi masyarakat Indonesia terhadap adopsi motor listrik seperti manfaat lingkungan dan ekonomi, risiko dan biaya, kebijakan insentif, norma subjektif, pengetahuan masyarakat, dan perhatian terhadap lingkungan.

Berdasarkan studi tersebut, ada 3 faktor utama yang memengaruhi persepsi masyarakat terhadap motor listrik.

Pertama, faktor keamanan, jarak tempuh, dan kenyamanan penggunaan motor listrik. Masyarakat akan semakin terdorong untuk mengadopsi motor listrik jika performanya sesuai ekspektasi.

Kedua, semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat terhadap manfaat penggunaan motor listrik terhadap lingkungan, sikap mereka terhadap adopsi motor listrik akan semakin positif.

Persepsi manfaat lingkungan juga ditemui dalam studi yang dilakukan di Solo, Jawa Tengah. Penelitian tersebut menemukan bahwa responden remaja nonperokok yang memiliki perhatian terhadap lingkungan cenderung lebih menginginkan menggunakan motor listrik.

Ketiga, persepsi manfaat ekonomi. Jika penggunaan motor listrik lebih menghemat biaya berkendara dan perawatan dibandingkan dengan kendaraan roda dua konvensional, maka angka penjualan motor listrik berpeluang lebih besar.

Kebijakan insentif–seperti pembebasan pajak tahunan, pembebasan pajak pembelian, hingga subsidi harga beli–juga mampu mendorong perilaku masyarakat untuk mengadopsi motor listrik.

Selain itu, studi lainnya juga menemukan kebijakan insentif turut membentuk persepsi positif motor listrik di masyarakat. Meskipun motor listrik sudah beredar di tengah masyarakat beberapa tahun terakhir, penawaran dengan beberapa keuntungan bagi konsumen berupa insentif lebih mampu menarik intensi masyarakat untuk membeli motor listrik.

Membentuk kembali persepsi konsumen terhadap kendaraan listrik

Rendahnya pemakaian kendaraan setrum beroda dua di Indonesia tidak melulu berhubungan dengan biaya pembelian ataupun biaya perawatan. Persepsi juga turut mempengaruhi keputusan masyarakat untuk mulai mengadopsi motor listrik. Aspek ini harus dipertimbangkan oleh pemerintah dan produsen dalam perencanaan kebijakan dan strategi bisnis.

Pemerintah harus terlibat langsung untuk membentuk kembali persepsi konsumen dan menciptakan ekosistem untuk mendorong permintaan kendaraan listrik. Penyampaian informasi penting dapat dilakukan dengan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang kendaraan listrik dan manfaatnya.

Indonesia bisa mengikuti jejak negara-negara Asia lainnya, seperti Cina dalam membangun kampanye untuk membentuk perspektif konsumen terhadap kendaraan listrik. Kampanye harus menonjolkan teknologi kendaraan listrik, menekankan manfaat lingkungan dan ekonomi, dan memperkenalkan insentif yang akan diberikan pemerintah.

Salah satu contohnya adalah kampanye EV30 di Cina pada 2018 untuk mendukung pasar kendaraan listrik roda dua dan roda empat, mobil penumpang listrik, bus, dan truk – termasuk baterai listrik dan teknologi lain yang berhubungan.

Cina mendorong lebih banyak partisipan untuk bergabung dengan Program Kota Percontohan dan mendukung penerapan kendaraan listrik. Cina juga memperkenalkan berbagai insentif finansial, subsidi harga, dan pengurangan pajak untuk meningkatkan permintaan. Biaya kendaraan listrik juga ditekan ke tingkat yang sama dengan kendaraan konvensional.

Pemerintah ataupun produsen juga dapat melibatkan para pesohor (influencer) dalam kampanye untuk mengubah persepsi konsumen melalui konten media sosial.

Kolom komentar pada unggahan akun influencer TikTok @sahilmulachela.

Perusahaan otomotif asal Cina, Wuling, misalnya, menggandeng seorang influencer tiktok untuk memberikan informasi dan pengetahuan terkait kendaraan listrik.

Langkah lainnya: Pemerintah juga bisa menyediakan program tukar tambah untuk menggantikan motor lama dengan motor listrik. Program ini sebelumnya sudah pernah diterapkan oleh Pemerintah Taiwan.

Langkah-langkah untuk membentu persepsi dan perilaku konsumen ini penting untuk menjadi bagian dari fokus perhatian pemerintah dalam mendorong pembelian kendaraan listrik, alih-alih sekadar menawarkan subsidi yang belum tentu bisa menarik banyak massa.

I Dewa Made Raditya Margenta, Technical Officer di Sustainable Renewable Energy Department of ASEAN Centre for Energy, ikut berkontribusi menulis tulisan ini.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 183,000 academics and researchers from 4,949 institutions.

Register now