Menu Close
Alex Yeung/Shutterstock

Tes massal COVID dan sekuensing tak berkelanjutan – bagaimana pengawasan ke depan dapat dilakukan?

Beberapa negara Eropa secara drastis mengurangi jumlah tes COVID yang telah dilakukan selama pandemi. Swedia telah membatasi tes gratis kepada staf kesehatan, pekerja sosial dan orang-orang yang rentan secara klinis, hanya jika mereka menunjukkan gejala.

Pemerintah Inggris mengumumkan bahwa tes gratis untuk orang dengan gejala dan tanpa gejala di Inggris berakhir pada 1 April, kecuali tes untuk pekerja sosial dan mereka yang paling berisiko.

Kebijakan pengakhiran tes massal sebagian berbasis dalih finansial. Tingkat pengujian saat ini secara mengejutkan telah memakan anggaran Inggris sekitar £2 miliar per bulan.

Alasan lainnya adalah untuk mengirim sebuah pesan ke publik. Dengan membatalkan pengujian massal, pemerintah bermaksud memberi sinyal bahwa pandemi akan segera berakhir untuk menuju keadaan normal pra-pandemi.

Miliaran tes COVID telah dilakukan secara global. Setengah miliar hasil tes telah dilaporkan hingga saat ini di Inggris saja. Tes cepat antigen pun lebih banyak yang belum dilaporkan. Tes diagnostik intensif terhadap orang tanpa gejala seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya – yang turut mengubah pandangan masyarakat terhadap infeksi virus pernapasan.

Dasbor nasional yang menampilkan jumlah kasus harian telah menjadi ciri khas pandemi. Banyak orang juga telah mengadopsi pengujian COVID sebagai tindakan pencegahan rutin.

Namun, dampak epidemiologis dari pengujian massal cukup beragam. Pengujian ekstensif amat bermanfaat meredam penularan ketika digabungkan dengan kemampuan pelacakan kontak dari pasien terkonfirmasi positif.

Aksi ini sulit optimal ketika virus menular begitu cepat sehingga menyebabkan banyak orang terinfeksi, seperti yang terjadi di Inggris Raya sejak musim panas 2021. Tidak ada hubungan yang jelas antara jumlah tes yang dilakukan oleh negara dan kasus COVID, angka rawat inap, dan kematian yang mereka alami.

Volume pengurutan (skuensing) genom virus corona yang dihasilkan selama pandemi juga belum pernah terjadi sebelumnya. Jumlah genom virus corona yang disimpan di Gisaid, basis data global hasil sekuens genetik virus, sudah mencapai 8,5 juta, dengan lebih dari 2 juta berasal dari Inggris. Angka ini lebih banyak daripada virus lain, termasuk flu, yang telah diurutkan secara rutin selama beberapa dekade.

Manfaat sebenarnya dari upaya pengurutan berskala besar juga masih dipertanyakan. Urutan genom pada dasarnya tidak berpengaruh dalam menginformasikan kebijakan mitigasi pandemi. Tindakan ini juga hanya berkontribusi sedikit pada deteksi dini varian yang diwaspadai (variants of concern). Varian alfa, delta, dan omicron diketahui muncul beberapa bulan sebelum teridentifikasi melalui pengurutan genom. Pengurutan hanya memungkinkan kita memantau evolusi virus dengan sangat detail hampir secara real-time.

Apakah sudah saatnya untuk mengurangi tes?

Pengujian massal dan pengurutan genom saat ini memang tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Walau begitu, tetap ada pertanyaan besar tentang kapan skema ini harus dihapus dan upaya surveilans apa yang harus dipertahankan atau diperkenalkan sebagai pengganti.

Kita mengetahui penghentian pengujian rutin salah satunya bertujuan untuk menciptakan perasaan ‘kembali normal’ sekaligus mengurangi kecemasan. Mungkin hal ini akan efektif secara psikologis bagi mereka yang percaya pada otoritas, dan tidak terlalu khawatir akan terinfeksi virus.

A man holding a lateral flow test
Bagi banyak orang, tes gratis memberikan kepastian – terutama saat bertemu dengan teman atau kerabat yang rentan. Kauka Jarvi/Shutterstock

Tapi, ada juga pihak-pihak yang mengkhawatirkan bahwa penghapusan tes massal secara prematur dapat meningkatkan rasa takut. Sebab, akses tak terbatas ke tes memberikan rasa aman, tanggung jawab, dan pemberdayaan masyarakat.

Tes cepat juga penting untuk keberhasilan pengobatan. Kita telah memiliki obat COVID yang manjur yang bekerja optimal ketika digunakan pada awal masa infeksi. Kita perlu memastikan bahwa kita tidak kehilangan cara untuk melindungi orang dari penyakit parah atau menabur kepanikan.

Penghapusan tes massal juga berisiko memicu anggapan bahwa pemerintah tengah menyembunyikan situasi wabah yang sebenarnya lantaran alasan ekonomi. Oleh karena itu, pengujian massal semestinya dapat dibatalkan ketika kasus COVID telah menurun rendah, dan tingkat kecemasan publik terhadap pandemi telah surut. Sulit untuk memprediksi apakah pada bulan ini di Inggris kondisi itu akan terpenuhi.

Tindakan pengawasan di masa depan

Secara realistis, mengurangi pengujian dan pengurutan adalah masalah ‘kapan’. Walau demikian, bukan berarti tindakan surveillance atau pengawasan COVID seharusnya dihentikan. Elemen-elemen pengawasan perlu dipertahankan untuk memungkinkan pemantauan jumlah kasus, idealnya dengan kapasitas yang meningkat secara cepat jika diperlukan.

Survei Infeksi Kantor Statistik Nasional Inggris Raya menyediakan pengawasan prevalensi COVID yang andal dan tidak memihak. Studi ini telah terbukti sangat berharga dan dianggap sebagai standar emas dalam surveilans epidemiologi. Saat ini studi tersebut dapat disimpan, setidaknya sampai musim dingin berikutnya, dengan kapasitas yang bisa sedikit dikurangi.

A toilet in a home
Setiap rumah dan tempat kerja dilengkapi dengan alat pendeteksi virus. New Africa/Shutterstock

Pengawasan juga dapat memanfaatkan pemantauan air limbah dari virus corona. Surveilans limbah adalah metode yang andal, praktis dan non-invasif untuk memantau prevalensi virus di masyarakat. Pengurutan genom dari air limbah bahkan memungkinkan karakterisasi varian virus yang efektif.

Pemantauan yang cermat juga sangat penting untuk melihat evolusi virus dan menjadi bekal bagi pembaruan vaksin pada masa depan. Penandaan awal varian baru yang muncul bisa bermanfaat untuk peningkatan pengawasan internasional. Skema pengurutan galur virus baru setiap pekan dari setiap negara nampaknya mencukupi untuk deteksi dini varian baru.

Kita sebenarnya membutuhkan kerangka kerja pengawasan global yang merata. Sebab, meski pengurutan genom sudah dilakukan besar-besaran, mayoritas masih berasal dari segelintir negara kaya. Akibatnya hanya ada sedikit data genom yang tersedia dari sebagian besar kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Ketimpangan tersebut menciptakan titik buta dalam pengawasan varian virus yang muncul.

Sebagai alternatif, pengawasan global dapat dilakukan dengan berbasiskan pengurutan genom dari jenis virus yang dibawa oleh pelancong internasional yang masuk ke suatu negara.

Pandemi dari penyakit infeksi pernapasan dianggap berakhir, bukan karena virusnya hilang, tapi karena angka kesakitan serta kematian turun di bawah ambang batas yang dapat diterima, sehingga masyarakat sudah tak terlalu peduli.

Penghapusan pengujian massal menjadi langkah besar dalam transisi dari pandemi COVID menuju ‘keadaan normal’. Saat ini bisa saja kita memasuki tahap terakhir dari pandemi. Karena itu, sebaiknya kita mengawal proses transisi dengan cermat dibandingkan dengan fase awal wabah sebelumnya, sehingga pandemi bisa diakhiri dengan mulus.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now