Menu Close
Debat kelima pemilihan calon presiden 20224 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, 4 Februari 20224. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww

Tuberkulosis tembus 1 juta kasus, seberapa serius calon presiden punya janji mengeliminasinya?

Kurang dari sepekan Indonesia akan menggelar Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) pada 14 Februari 2024 untuk lima tahun ke depan. Dalam debat terakhir calon presiden, 4 Februari, tiga capres menyampaikan janjinya termasuk bidang kesehatan, seperti penambahan dokter dan peningkatan layanan kesehatan.

Salah satu masalah yang tidak disebut dalam debat itu adalah tingginya kasus tuberkulosis (TBC/TB) di Indonesia. Padahal, masalah ini disebut dalam dokumen tertulis misi calon presiden. Lewat pendeteksian dan pelaporan yang lebih luas dan masif, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru-baru ini menyatakan kasus TBC di Indonesia tembus lebih dari 1 juta kasus, temuan tertinggi yang pernah tercatat.

Sebelum angka itu ditemukan, pada 2021 angka kejadian TB di Indonesia adalah 354 per 100.000 populasi, dengan kematian TBC mencapai 52 per 100.000 populasi. Akibatnya, kerugian ekonomi akibat tuberkulosis di Indonesia diperkirakan mencapai US$6,9 miliar (Rp107 triliun).

Indonesia punya target mengeliminasi TBC pada 2030. Pertanyaannya, apakah ketiga pasangan capres-cawapres memiliki rencana yang jelas dan terukur untuk menurunkan kasus TBC? Mari kita lihat dokumen tertulis visi dan misi mereka dan pernyataan mereka ke publik.

Melihat janji calon presiden

Kami merangkum isu kesehatan, terutama tuberkulosis, melalui dokumen tertulis visi dan misi dari pasangan calon presiden dan wakil presiden (paslon) Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo–Mahfud MD.

Dari dokumen tertulis tersebut, semua pasangan calon (paslon) mencantumkan janji mereka untuk meningkatkan kualitas kesehatan di Indonesia, dengan fokus yang beragam. Hanya pasangan Anies–Muhaimin dan Prabowo-Gibran yang mencantumkan secara jelas upaya pengendalian tuberkulosis.

Misi calon presiden dan wakil presiden yang dituangkan dalam dokumen tertulis untuk publik. Author provided, CC BY-SA

Dari tabel di atas, tujuan yang spesifik dan terukur terkait capaian program TB disebutkan pasangan Prabowo–Gibran, yaitu “menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis, menurunkan kasus TB 50% dalam lima tahun dan membangun rumah sakit lengkap dan berkualitas di kabupaten dan kota”.

Sedangkan pasangan Anies-Muhaimin menuliskan “mempercepat penghapusan penyakit menular, terutama tuberkulosis dan malaria” tanpa mengacu target berapa tahun.

Selain dokumen visi dan misi, sebuah lembaga swadaya masyarakat isu TB, Stop TB Partnership Indonesia (STPI), mengadakan diskusi publik bersama tim sukses capres–cawapres pada 31 Januari 2024 di Jakarta bertema “Estafet Akhir Menuju Eliminasi TBC 2030”.

Dari diskusi publik ini, perwakilan tim kampanye menegaskan langkah-langkah yang akan diambil oleh presiden (jika terpilih) untuk mencapai target eliminasi TB pada 2030.

Tim kampanye Anies-Muhaimin menekankan kerangka dasar yang melibatkan kepada masyarakat langsung, berbasis regulasi dan data, serta implementasi tindakan untuk kasus eliminasi TB pada 2030.

Mereka juga berupaya untuk menyampaikan pesan pentingnya kolaborasi termasuk melalui crowdsourcing dan antarlembaga, memperhatikan paradigma baru, peran tenaga kesehatan, dan memprioritaskan kesehatan dalam upaya merumuskan kebijakan untuk eliminasi TB di Indonesia pada 2030.

Tim kampanye Prabowo-Gibran menekankan pentingnya kesadaran akan memperjuangkan pasien TB, menyoroti tingginya kasus TB dan banyaknya kasus yang tidak terdeteksi dalam proses screening. Masalah seperti ini diibaratkan seperti fenomena gunung es. Hanya sebagian kecil dari masalah tersebut yang terlihat di permukaan.

Mereka menyoroti stigma kepada para pasien TB, terutama bagi mereka yang berusia di atas 50 tahun yang mungkin lebih rentan terhadap penyakit ini. Mereka juga mencatat bahwa TB adalah penyakit jangka panjang yang memerlukan perawatan yang khusus, seperti sanatorium.

Tim kampanye Ganjar-Mahfud menekankan pentingnya kesehatan sebagai asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi, dibarengi pertumbuhan ekonomi yang perlu meningkat secara signifikan, minimal 7% per tahun.

Selain itu, mereka menekankan pentingnya peningkatan dan keberlanjutan dalam mencapai target-target terkait eliminasi TBC, serta transfer teknologi untuk mendukung upaya tersebut. Mereka juga menekankan pentingnya data yang akurat, dan keterlibatan penuh tenaga kesehatan dalam upaya eliminasi TB untuk semua sektor kesehatan.

Pernyataan mereka menunjukkan mereka memiliki komitmen untuk memperkuat eliminasi TB walau masih perlu kita uji jika kelak mereka terpilih.

Kondisi terkini TBC di Indonesia

Tuberkulosis layak dijadikan misi calon presiden karena, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global Tuberculosis Report 2023, Indonesia menempati urutan kedua setelah India sebagai negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Indonesia memiliki sekitar 10% kasus dari 10,6 juta total kasus TB di dunia.

Peta jalan eliminasi TB di Indonesia pada 2030 menargetkan penurunan kejadian TB sebesar 80% dan penurunan kematian akibat TBC hingga 90%.

Berdasarkan Laporan Program Penanggulangan TBC di Indonesia tahun 2022, insiden TB dan angka kematian TB di Indonesia sempat turun meskipun tidak drastis. Namun, pada 2020–2021 insiden TB naik sebesar 18% dan angka kematian TBC juga naik sebesar 55%.

Besarnya kesenjangan antara kasus yang dilaporkan dan perkiraan kejadian TB menjadi kasus TB positif menjadi tantangan dalam penanggulangan TB di Indonesia. Hal ini dikuatkan oleh data pada 2022 yang menunjukkan hanya 63% dari 22.430 fasilitas kesehatan di Indonesia baik milik pemerintah maupun swasta yang melaporkan kasusnya ke Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB).

Apa yang perlu dilakukan?

Kita dapat merujuk pada rekomendasi dari evaluasi Expanded Programme on Immunization (Epi) Review dan Joint External Monitoring Mission (JEMM) WHO untuk menuju eliminasi TBC di Indonesia. Presiden terpilih perlu:

Pertama, memperbaiki dan memulihkan program penanggulangan TBC setelah pandemi dan penguatan pemberitahuan kasus TBC baru.

Kedua, mengintegrasikan sistem informasi kesehatan dalam konteks transformasi digital.

Ketiga, meningkatkan penemuan orang dengan TBC secara aktif dengan melakukan screening populasi berisiko tinggi.

Keempat, mengatasi kendala sumber daya manusia di semua tingkat sistem, termasuk pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan fasilitas kesehatan.

Kelima, melibatkan pihak yang dapat mendorong agenda transformasi kesehatan digital.

Selain itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2020-2024 dan Rencana Interim 2025-2026 menuju eliminasi TBC pada 2030.

Tujuan besar itu bisa dicapai dengan penerapan enam strategi, yaitu (1) penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; (2) peningkatan akses terhadap layanan TBC bermutu; (3) optimalisasi upaya promosi dan pencegahan; (4) pemanfaatan hasil riset dan teknologi untuk screening TBC; (5) peningkatan peran serta komunitas, mitra, dan multisektoral lainnya, serta (6) penguatan manajemen program melalui penguatan sistem kesehatan.

Semua strategi di atas membutuhkan komitmen politik yang kuat, anggaran, kebijakan, dan implementasi yang serius dan terukur. Dan itu ada di tangan presiden terpilih dan parlemen, siapapun dia.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now