Menu Close

Ulat grayak jagung ancam panen di Asia, tapi peneliti punya strategi melawan hama ini

Ulat yang sangat lapar sedang menyerang tanaman di seluruh dunia, meninggalkan jejak kehancuran di belakangnya. Ulat grayak jagung (fall armyworm), juga dikenal sebagai Spodoptera frugiperda (penghancur buah) ini senang memakan jagung, meski juga menjadi hama bagi banyak tanaman lain yang penting bagi ketahanan pangan manusia, seperti padi dan sorgum.

Hama invasif ini berasal dari Amerika, tempat pertama kali ulat didideskripsikan pada 1797, tapi dalam beberapa tahun terakhir mereka telah tersebar secara global.

Ulat tersebut dilaporkan berada di Afrika pada 2016 dan sekarang telah mencapai Cina, menyebar ke dua benua, barat ke timur, hanya dalam tiga tahun.

Masuknya hama ini ke kawasan Asia menjadi isu yang penting. Ini karena begitu banyak orang yang tinggal serta sudah adanya tekanan besar pada sistem produksi pangan di wilayah tersebut.

Tapi ada harapan. Saya dan rekan-rekan saya sedang meneliti cara untuk menghentikan hama yang tidak bergantung pada pestisida yang merusak dan dapat diimplementasikan di seluruh dunia.

Ulat grayak jagung melintasi Atlantik dari daerah asalnya di daerah tropis dan subtropis Amerika dengan mekanisme yang belum diketahui.

Mungkin mereka menyebar melalui ngengat yang bermigrasi jarak jauh sehingga mungkin diterbangkan angin dan kemudian bertelur di Afrika. Mungkin juga melalui perdagangan produk yang terkontaminasi yang sudah mengandung telur dan ulat kelaparan ini.

Meski cara mereka masuk belum diketahui, dampaknya jelas terlihat. Tanaman dan mata pencaharian warga hancur. Ulat grayak dapat menghancurkan sebanyak 50% dari tanaman produsen, dan efeknya pada petani kecil yang menanam tanaman untuk memberi makan keluarga mereka sangat mengerikan.

Terlebih lagi, karena ngengat dewasa dapat melakukan perjalanan ratusan kilometer, hama ini menyebar dengan cepat di sebagian besar sub-Sahara Afrika dan mendatangkan malapetaka ketika mereka datang. Diperkirakan bahwa kehilangan panen di 12 negara Afrika dapat mencapai US$6,1 miliar (sekitar Rp113 triliun) per tahun.

Tidak hanya sampai di situ. Pada Juli 2018, ulat ini ditemukan di negara bagian Karnataka di India, serangan pertama yang dilaporkan di Asia.

Pada Desember 2018, penyebarannya meluas hingga ke Thailand, dan masih berlangsung, sekarang juga dilaporkan ada di lebih dari separuh provinsi Cina .

Ulat grayak jagung dikenal karena ketahanannya terhadap pestisida. Tong Stocker/Shutterstock

Ulat grayak jagung telah berhasil melintasi dua benua dalam waktu yang singkat, ini merupakan hal yang menakjubkan. Ada sejumlah besar tanaman yang sekarang rentan terhadap hama. Mengingat ulat ini sekarang telah menyebar terlalu banyak untuk diberantas, populasinya kini harus dikelola.

Di banyak tempat, respons pertama yang dilakukan adalah melawannya dengan pestisida, tapi ulat grayak jagung terkenal karena kemampuannya untuk yang kebal terhadap pestisida. Sedangkan insektisida yang lebih kuat secara umum dapat membunuh serangga bermanfaat yang merupakan musuh alami hama. Justru, menggunakan lebih banyak pertahanan alami sebenarnya bisa menjadi strategi yang dapat dilakukan serta lebih ramah lingkungan.

Solusi empat bagian

Dalam penelitian kolaboratif dengan International Centre of Insect Physiology and Ecology atau Pusat Fisiologi dan Ekologi Serangga Internasional di Kenya, rekan saya dan saya sedang mengembangkan empat cara untuk meningkatkan ketahanan terhadap hama. Pertama, kami menilai tingkat ketahanan alami tanaman untuk menentukan varietas mana yang lebih kuat terhadap serangan hama. Hasil awal menunjukkan bahwa kerusakan dapat dikurangi sebagian dengan cara ini.

Kedua, kami berusaha mengusir hama dari tanaman utama dengan menyelinginya dengan tanaman yang tidak mereka sukai karena mengeluarkan bau yang tidak enak yang diasosiasikan dengan tanaman yang sudah rusak.

Ketiga, kami menanam apa yang dikenal sebagai tanaman perangkap yang memancing ulat ke lokasi alternatif. Teknik ini dikenal sebagai sistem tanam pendamping “dorong-tarik” dan saat ini berhasil digunakan melawan hama penggerek batang padi. Hasil awal menunjukkan pengurangan serangan ulat grayak yang substansial pada sawah dengan sistem dorong-tarik ini.

Keempat, kami berusaha menarik predator lokal hama, seperti tawon parasit yang akan membunuhnya dengan bertelur di dalam ulat. Untuk melakukan ini, kami menggunakan tanaman pendamping yang bisa mengeluarkan sinyal yang meminta pertolongan - sebuah bau yang dikeluarkan oleh tanaman ketika diserang untuk memanggil “serangga pengawal”.


Read more: Hasil riset: Jokowi perlu ubah prioritas Dana Desa ke SDM dan sektor informal pedesaan


Penelitian kami membutuhkan pemahaman rinci terhadap predator dan parasit yang merupakan musuh alami utama dari ulat grayak jagung. Jadi, bagian utama dari proyek kami adalah untuk mencoba memahami hubungan hama dan predator saat ini di tempat tanaman ditumbuhkan. Kami bekerja sama dengan petani setempat untuk mengembangkan sistem ini.

Harapan kami, strategi yang menggabungkan upaya untuk melawan, mengusir, menjebak dan membunuh ulat grayak jagung ini bisa menyediakan sistem penanaman baru yang dapat menahan serangan ulat tersebut. Sementara ini proyek kami masih berbasis di Kenya, namun kami berharap bahwa pendekatan yang sama dapat digunakan di Asia dan di seluruh dunia.

Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 191,300 academics and researchers from 5,063 institutions.

Register now