Menu Close

Visi dan misi capres-cawapres soal hutan: siapa yang paling serius?

(Shinta Saragih/The Conversation Indonesia)

Pemilihan umum (Pemilu) 2024 menyisakan waktu kurang dari 30 hari. Penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana pandangan para calon presiden-wakil presiden memandang hutan dari dokumen visi-misi mereka.


Read more: Visi dan misi capres-cawapres 2024 soal transisi energi: siapa yang lebih unggul?


Hutan adalah nadi kehidupan masyarakat dan keberagaman hayati, sekaligus penghasil oksigen dan penyerap karbon yang berperan penting menstabilkan iklim Bumi.

Laporan tahunan World Economic Forum (WEF) bertajuk Global Risks Report menyatakan, setidaknya dalam tiga tahun terakhir, permasalahan lingkungan selalu muncul baik sebagai risiko jangka pendek maupun jangka panjang. Risiko-risiko ini turut terkait dengan keberadaan hutan, misalnya kerusakan maupun kebakaran hutan.

Sebagai staf pengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, saya mencoba menelaah komitmen kandidat presiden-wakil presiden terhadap pelestarian hutan berdasarkan dokumen visi-misi mereka agar hutan tak cuma menjadi target eksploitasi.

Hasilnya, masing-masing pasangan calon (paslon): Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sama-sama memiliki potensi penguatan maupun pelemahan hutan.

Seberapa serius para kandidat?

Secara umum, visi-misi seluruh kandidat telah memerhatikan hutan dan isu terkait, baik secara eksplisit maupun implisit. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 yang mencoba memberikan ikhtisar penyebutan kata kunci terkait hutan.

Jika ditinjau berdasarkan frekuensi penyebutan beberapa kata kunci dalam dokumen, pasangan Anies-Muhaimin mendominasi dibandingkan pasangan lain. Pun pada beberapa kata kunci relevan, pasangan ini memiliki frekuensi penyebutan lebih banyak. Ini terbilang wajar mengingat dokumen visi-misi Anies-Muhaimin jauh lebih tebal dibanding calon lainnya.

Secara substansi, pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menyebutkan hutan atau lingkungan hidup lebih jelas dan fokus. Anies-Muhaimin menyinggung hutan dalam bingkai keadilan ekologis. Sementara, fokus Ganjar-Mahfud dalam persoalan hutan terlihat dalam bingkai lingkungan hidup berkelanjutan dan ekonomi hijau.

Hutan sebagai aspek dalam misi mewujudkan “keadilan ekologis” versi Anies-Muhaimin terkait dengan beberapa sub-misi turunan seperti hutan dan tata kelola lingkungan hidup, pemanfaatan energi baru terbarukan, ekonomi hijau, adaptasi perubahan iklim, hutan dan keanekaragaman hayati, ketahanan terhadap bencana, dan kolaborasi pemangku kepentingan. Dokumen visi-misi juga memuat frasa penting dalam pengelolaan lingkungan, yakni “keadilan antargenerasi”.

Kandidat ini juga menyertakan target kuantitatif berupa peningkatan nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dalam rentang 73-75, meski belum terlihat apakah terdapat peningkatan nilai pada indeks tutupan lahan yang notabene terkait dengan hutan. Indeks ini mengukur kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan di seluruh provinsi di Indonesia.

Pasangan Ganjar-Mahfud 03, misi enam terkait lingkungan hidup memiliki relevansi dengan hutan. Turunan dari misi tiga mencakup lingkungan hidup berkelanjutan, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Salah satu turunannya mencakup program tentang hutan yang cukup dominan, mulai pengurangan emisi gas rumah kaca, harmonisasi hutan, pengelolaan lingkungan berkelanjutan, adaptasi perubahan iklim, hingga kampung sadar iklim.

Hal berbeda ditemui pada pasangan Prabowo-Gibran yang mencantumkan aspek lingkungan hidup pada misi 2 dan 8. Meski tercantum dalam dua misi, pernyataan misi paslon 02 memiliki spektrum cukup luas, seperti terkait pertahanan, keamanan negara, dan kemandirian bangsa, serta penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan.

Prabowo-Gibran memandang hutan masuk dalam subkategori swasembada pangan. Sementara itu, misi 8 pasangan ini tidak menyinggung secara jelas bagaimana harmonisasi lingkungan alam terkait dengan hutan, hanya menyebut metode pertanian tumpangsari untuk merevitalisasi hutan yang rusak pada sub-misi swasembada pangan.

Paparan risiko

Masing-masing pasangan calon memiliki perhatian terhadap hutan. Meski demikian, bukan berarti masa depan hutan tanpa risiko. Setidaknya, Indonesia menghadapi dua potensi risiko kelangsungan hutan yang tinggi antara lain:

1. Masalah ketahanan pangan

Saat ini hutan memiliki relasi yang cukup kuat dengan isu ketahanan pangan. Terlebih ketika narasi food estate (lumbung pangan) atau produksi pangan massal di suatu kawasan menjadi narasi utama dalam penanganan ketahanan pangan dengan pembukaan hutan. Namun pelaksanaan food estate justru masih menemui kegagalan, meskipun hutan terlanjur dirambah.

Lahan proyek ‘food estate’ di Kalimantan Tengah. (Antara)

Pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama tidak mencantumkan food estate dalam dokumen visi-misi. Hanya Prabowo-Gibran secara jelas akan melanjutkan program Presiden Joko Widodo ini. Mereka bahkan menyebutkan program ini akan mencapai target empat juta hektare pada 2029.

Prabowo-Gibran juga menyebutkan rencana revitalisasi hutan dan lahan menjadi lahan produktif pangan. Kondisi tersebut memerlukan perhatian secara khusus apabila pasangan ini terpilih. Pasalnya, pembukaan hutan secara masif tapi gagal mendongkrak produksi pangan bukan hanya menyebabkan kerentanan pangan, tapi juga memicu kerawanan terhadap krisis iklim seperti banjir, kebakaran hutan, maupun kekeringan.

2. Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)

Tantangan selanjutnya adalah pada bidang pembangunan yang seringkali berhadapan kelangsungan hutan. Salah satu contohnya, pemerintah melalui Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) telah memulai pembangunan dengan konsep Forest City di Kalimantan.

Presiden Joko Widodo saat meninjau area pembangunan IKN. (Sekretariat Kabinet)

Konsep ini sekilas menjamin keberadaan hutan di kawasan IKN. Namun, tetap saja, pembangunan IKN memerlukan pemantauan untuk memastikan perencanaannya sejalan dengan gagasan. Perhatian publik terhadap pembangunan IKN juga diperlukan, karena pelaksanaannya memiliki potensi risiko terhadap kerusakan hutan di lokasi lain sekitar IKN.

Pasangan Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud menyatakan akan melanjutkan pembangunan IKN. Hanya pasangan Anies-Muhaimin yang mengatakan bakal meninjau kembali megaproyek ini.

Narasi pembangunan Anies-Muhaimin lebih mengarah pada pembangunan kota-kota lain setara Jakarta. Namun, arah pembangunan tersebut juga membutuhkan perencanaan yang kuat agar hutan di kota-kota lainnya tetap terjaga.

Menjaga komitmen para kandidat

Secara umum, komitmen keberpihakan terhadap hutan para kontestan terlihat pada masing-masing dokumen kandidat dalam wujud yang beragam. Mereka tak lagi memandang hutan hanya sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi.

Sejalan dengan hal tersebut, Paslon 01 secara eksplisit menuliskan “insentif untuk yang jaga hutan” untuk menilai yang selama ini tidak ternilai. Paslon 02 menunjukkan relasi yang kuat antara hutan dengan ketahanan pangan melalui agroforestry (tumpangsari). Sementara, Paslon 03 mengusung narasi harmonisasi dan keberlanjutan.

Namun begitu, kita masih perlu melihat cara para kandidat menjalankan pandangan ini apabila mereka terpilih. Siapapun yang menjadi presiden dan wakil presiden nantinya perlu menjaga kelestarian hutan Indonesia yang tersisa melalui kebijakan yang didasarkan pada sains.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now