Alih-alih mendorong ASN berwirausaha, pemerintah harusnya menggarap serius isu penghasilan yang menjadi salah satu faktor utama mengapa reformasi birokrasi seperti jalan di tempat.
Benarkah dosen bukan buruh? Apakah tepat jika kita geram apabila pengelolaan kampus dianggap disamakan dengan lembaga politik atau korporasi? Bagaimana komunitas akademik perlu menyikapinya?
Polemik yang sering terjadi terkait administrasi karier dosen hanyalah gunung es dari dominasi instansi pemerintah dan logika birokrasi yang telah mengakar di Indonesia sejak zaman penjajahan.
Desain kelembagaan BRIN yang tertuang dalam landasan hukumnya sejak awal sudah memuat karakter birokratisasi, sentralisasi dan kendali yang meredupkan upaya penguatan riset dan ekosistem pengetahuan.
Ketika berbicara layanan publik, birokrasi seakan didorong untuk menciptakan sesuatu yang bisa dihitung, disajikan secara visual dan diseremonikan, seperti aplikasi digital.
Apa urgensi Kemdikbud memakai model kemitraan vendor ala “shadow organisation”, dan apakah produk-produk teknologi mereka sudah benar-benar berdampak bagi dunia pendidikan?
Rencana kebijakan WFA bagi ASN masih minim penilaian secara menyeluruh. Rencana ini juga tidak didukung sistem agile ASN. Kolaborasi dinamis diperlukan agar WFA tidak menjadi bumerang kebijakan.
Menjadi PNS ternyata cukup menarik minat anak muda Indonesia namun manajemen birokrasi nampak masih terjebak dalam paradigma orde baru khususnya yang menekankan pada konsep “pengabdian”.
Sebagai mesin suara, ASN bukan hanya sekedar dihimbau untuk memilih, melainkan dirayu dengan hadiah tertentu, bahkan tidak sedikit dari mereka yang diancam.
Perampingan belum dilakukan berdasarkan kinerja dan belum menciptakan struktur birokrasi yang lebih sederhana. Akibatnya, cara kerja birokrasi Indonesia belum berubah.
Rangkap jabatan di BUMN adalah masalah moral dan ekonomi. Masalah ini akan bersama kita sampai Kementerian BUMN bisa melihat ini sebagai masalah bagi keadilan sosial.
Di tengah wabah, birokrat di Indonesia semakin terjepit di bawah sistem yang ketat, mengeksploitasi, dan mendiskriminasi. Saatnya birokrat bersikap kritis dan melawan ketidakadilan.
Pengalaman WFH bagi ASN selama tiga pekan terakhir bisa dipelajari oleh para aparatur dan pemimpin birokrasi di Indonesia untuk menyiapkan transisi kerja konvensional ke kerja digital.
Banyak pemimpin lokal berinovasi untuk menyiasati birokrasi yang lamban dan berbelit, menerabas aturan agar program bisa cepat terwujud. Namun kepentingan warga kadang terabaikan.
Lecturer at the Faculty of Politics and Governance; and Researcher at Lembaga Riset dan Kajian Strategis Pemerintahan, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Institut Pemerintahan Dalam Negeri