Menu Close
Shutterstock.

Perundingan iklim COP27 dimulai November: pertemuan omong kosong atau benar-benar penting?

Selama 6-18 November, delegasi dari hampir 200 negara akan menghadiri pertemuan krusial untuk menangani krisis iklim dalam konferensi antarpihak ke-27 atau COP27 di Mesir.

Anda mungkin mendengar tentang COP26 di Glasgow yang diadakan tahun lalu. COP26 sering disebut sebagai “kesempatan terbaik yang terakhir” untuk meredam pemanasan global di bawah 1.5°C.

Namun, sejak tahun lalu, emisi justru mencetak rekor tertingginya setelah sempat turun akibat pandemi. Tahun ini kita juga menyaksikan belasan bencana parah, mulai dari kekeringan di Horn of Africa atau Afrika timur hingga banjir di Pakistan, Afrika Selatan dan Australia, kebakaran hebat serta gelombang panas di Eropa, Amerika Serikat, Mongolia, Amerika Selatan, dan lainnya..

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, António Guterres, pada awal Oktober lalu menyatakan::

Di segala sektor dalam persoalan iklim, solusi satu-satunya adalah aksi nyata dalam kebersamaan. COP27 adalah sarana bagi negara-negara… untuk menunjukkan bahwa mereka berada dalam perjuangan ini secara bersama-sama.

Nah, seiring bencana yang semakin intensif dan perang yang berlangsung di Ukraina, apa yang bisa kita harapkan dari pertemuan penting ini?

Sebuah keluarga Somalia menunggu untuk diberi tempat untuk menetap di sebuah kamp bagi para pengungsi. Somalia telah lama mengalami kekeringan, tetapi guncangan iklim sekarang datang lebih sering, menyisakan lebih sedikit ruang untuk pulih dan bersiap untuk yang berikutnya. AP Photo/Jerome Delay

Apa yang terjadi dalam COP?

COP diadakan berdasarkan Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) – yang sudah berumur 30 tahun sejak didirikan pada 1992 di Rio Earth Summit. COP tahun ini akan diadakan di kota wisata Sharm el-Sheikh, Mesir.

Dalam COP, komunitas internasional akan memutuskan alokasi dan tanggung jawab yang adil bagi masing-masing peserta untuk mengatasi perubahan iklim. Misalnya, siapa yang harus memimpin dalam upaya pengurangan emisi, siapa yang harus membayar untuk proses transisi produksi energi ke bentuk yang baru, ataupun siapa yang harus membayar kompensasi pihak-pihak yang terimbas perubahan iklim.

COP juga memungkinkan negara-negara untuk menyepakati aturan untuk mencapai kesepakatan iklim, ataupun langkah-langkah pengalokasian dana dan sumber daya dari negara kaya ke negara miskin. COP turut menjadi sarana saling berbagi riset terbaru seputar perubahan iklim.

Yang tak kalah penting, COP memfokuskan perhatian dan respons masyarakat internasional terhadap krisis iklim. Acara ini menjadi ajang penekan negara-negara untuk membuat komitmen baru, atau setidak-tidaknya memegang peranan konstruktif dalam negosiasi iklim.

COP27 tak lebih penting dibandingkan COP26?

Dalam beberapa hal, COP27 memang tak terlalu signifikan dibandingkan COP26. Sebab, COP26, selain merupakan acara pertama sejak ditunda dua tahun akibat COVID-19, juga menjadi batas waktu bagi negara-negara untuk memasang target pengurangan emisi baru dalam Perjanjian Paris 2015.

Perjanjian tersebut memungkinkan negara-negara untuk membuat komitmen iklim mereka, yang semestinya bisa ditingkatkan setiap lima tahun. COP26 Glasgow pada dasarnya adalah ujian besar, apakah kesepakatan itu benar-benar berhasil meningkatkan komitmen mengatasi perubahan iklim.


Read more: Kesepakatan COP26 Glasgow memuat 4 poin penting, apakah aksi iklim Indonesia sudah sesuai jalur?


COP26 juga signifikan karena itu adalah COP pertama sejak AS kembali ke Perjanjian Paris, setelah sebelumnya negara itu menarik diri di era pemerintahan Trump.

Sebaliknya, pelaksanaan COP27 bukan lagi masa-masa “ujian”. Perundingan ini lebih merupakan kesempatan untuk memperbarui komitmen pada upaya mitigasi dan pendanaan iklim, serta memutuskan langkah selanjutnya untuk mewujudkan komitmen ini.

Sejauh ini, komitmen tersebut masih belum aman karena ada perdebatan dalam beberapa poin penting yang belum rampung.

COP26 adalah batas waktu bagi negara-negara untuk menetapkan target pengurangan emisi baru. EPA/ROBERT PERRY

Apakah akan lebih banyak negara-negara yang membuat komitmen baru?

Ujian besar pertama untuk COP27 adalah: apakah negara-negara membuat komitmen pengurangan emisi baru?

Di Glasgow, lebih dari 100 negara berkomitmen pada target pengurangan emisi baru. Tapi komitmen ini masih jauh dari apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang disepakati di Paris.

Namun, alih-alih manjur,, komitmen Glasgow justru ditaksir akan meningkatkan suhu global hingga 2,4°C pada akhir 2100. Itu pun dengan asumsi negara-negara mampu memenuhi target.

Situasi ini jelas membahayakan manusia dan ekosistem di seluruh dunia.

Menjelang COP27, sekitar hampir 20 negara telah memberikan pembaruan komitmen iklimnya. Namun hanya segelintir dokumen yang mematok target baru atau komitmen bebas emisi (net zero). Dari pembaruan komitmen yang masuk, hanya India, Indonesia, Australia yang termasuk negara dengan pelepasan emisi di atas 1% dari total emisi karbon dioksida global.


Read more: Presiden Jokowi sahkan target iklim baru yang lebih ambisius, apa saja perubahannya?


Seretnya pendanaan iklim

Ada tiga masalah besar seputar pendanaan iklim – dana untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi – yang juga tampak di konferensi Mesir.

Masalah pertama adalah kegagalan negara-negara maju memenuhi janji tahun 2009 untuk menyediakan dana US$ 100 miliar per tahun bagi negara-negara berkembang. Masalah ini sempat diangkat di COP26, tetapi pembahasannya menguap entah ke mana.

Untuk tahun ini, tampaknya juga tidak ada harapan negara-negara maju akan memenuhi janjinya.

Kedua, negara berkembang, termasuk banyak negara Pasifik, akan meminta fokus yang lebih besar pada keuangan untuk upaya adaptasi terhadap dampak pemanasan global.

Tuntutan ini disebabkan oleh mayoritas pendanaan iklim yang masih dikucurkan ke proyek mitigasi atau upaya pengurangan emisi di negara-negara berkembang. Namun, seiring perubahan iklim yang semakin terasa di negara-negara berkembang, kucuran duit untuk adaptasi juga tak kalah penting.


Read more: Titik nadir COP26: janji pendanaan iklim negara-negara kaya masih jauh dari memadai


Ketiga, Perjanjian Paris mencakup pengakuan kemungkinan “kerugian dan kerusakan atau loss and damage”.

Dua hal di atas terkait dengan fakta bahwa negara maju berkontribusi paling signifikan terhadap perubahan iklim dan berkapasitas lebih baik untuk meredam dampaknya. Sebaliknya, negara berkembang paling tidak bertanggung jawab atas emisi, tapi lebih merasakan efek perubahan iklim dan paling tidak mampu mengongkosi penanggulangannya.

Keduanya mengacu pada dampak perubahan iklim, di mana upaya mitigasi dan adaptasi saat ini tidak cukup untuk meredam bahaya itu.

Nah, dalam COP26, tidak ada komitmen untuk memberikan kompensasi atas kerugian dan kerusakan. Karena itulah, di Mesir, negara berkembang kemungkinan akan mendorong lebih keras untuk komitmen keuangan negara maju.

Semoga dengan pelaksanaan COP27 yang berlokasi di Afrika, pembahasan masalah ini bisa lebih menonjol.

Delegasi Tuvalu berbicara selama sesi pleno di COP26 di Glasgow. EPA/ROBERT PERRY

Badai politik internasional

Sejumlah “awan mendung” politik global yang terjadi baru-baru ini berisiko mempengaruhi solidaritas iklim antarnegara dalam COP27.

Pertama, invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan peningkatan inflasi global, lonjakan harga energi, dan peningkatan kekhawatiran negara-negara tentang akses energi. Persoalan tersebut menyedot perhatian komunitas global – dan bahkan urusan pendanaan potensial – dari kewajiban iklim masing-masing.

Ini juga berarti Rusia, salah satu pemain kunci dalam pembicaraan iklim internasional, bisa memainkan peran “pengganggu” jalannya perundingan.


Read more: COP26: Bagaimana dunia mengukur kemajuan aksi iklim Perjanjian Paris dan memastikan akuntabilitas setiap negara


Kedua, Cina, penghasil emisi terbesar di dunia, juga terlihat tidak terpengaruh dengan politik global saat ini. Ini terbukti dalam pendekatannya terhadap politik iklim internasional.

Misalnya, di Glasgow, Cina membuat kesepakatan terobosan dengan Amerika Serikat tentang kerja sama iklim. Namun kesepakatan ini langsung ditangguhkan begitu Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan pada Agustus 2022.

Invasi Rusia ke Ukraina membayangi COP27. AP Photo/Francisco Seco

Kita kehabisan waktu

Mei lalu, Menteri Kerja Sama Internasional Mesir menyampaikan bahwa fokus dalam COP27 harus bergerak dari “janji ke implementasi”.

Meskipun hal ini juga termasuk target untuk mengurangi emisi, pernyataan sang menteri juga masih terkait tentang pemenuhan komitmen pendanaan iklim negara-negara maju. Permulaan bencana iklim yang terjadi belakangan ini jelas membuat perubahan iklim menjadi perhatian mendesak bagi banyak negara-negara berkembang yang sudah merasakan dampaknya.

COP27 adalah momen penting bagi planet, karena kita berisiko kehabisan waktu dalam upaya bersama untuk menghindari bencana iklim.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now