Menu Close
Pilih kasih dapat berdampak pada hubungan antara saudara kandung. Shutterstock

Pilih kasih orang tua terhadap anak ternyata berdampak panjang. Ini tips untuk mencegahnya

Banyak saudara kandung, ketika mereka berkumpul saat sudah dewasa, bercanda mengenai siapa yang jadi anak kesayangan. Namun, apakah ini cuma candaan semata?

Dalam satu studi, para peneliti bertanya pada orang dewasa apakah ibunya punya anak favorit ketika masih kecil. Hampir 85% responden menjawab ya.

Tapi tentu ketika kita sudah mulai dewasa, rasa sebal kita terhadap anak yang difavoritkan berkurang? Tapi ternyata tidak juga. Kekecewaan terhadap orang tua yang pilih kasih ternyata berefek panjang.

Sangat mungkin kita masih merasa kecewa hingga kita dewasa terhadap saudara kandung yang jadi anak kesayangan.

Apakah pilih kasih memang ada, atau hanya terlihat seperti itu?

Ternyata orang tua memang menunjukkan perilaku yang berbeda ke masing-masing anak-anak mereka dan, tentu saja, anak-anak memiliki standar yang berbeda untuk melihat perbedaan ini.

Perbedaan kecil dalam cara orang tua memperlakukan anak-anak mereka punya konsekuensi kecil di hubungan mereka nanti saat dewasa. (Shutterstock)

Peneliti telah mempelajari fenomena ini dengan mengamati anak-anak ketika mereka berinteraksi dengan orangtuanya. Mereka meminta anak-anak dan orang tua tersebut untuk menceritakan interaksi tersebut. Seberapa sering orang tua dan anak tertawa dan bermain bersama? Seberapa sering mereka bertengkar dan berselisih?

Penilaian mereka nantinya dibandingkan dengan saudara kandung lainnya untuk menentukan apakah satu anak mendapat perhatian positif atau negatif lebih banyak dari yang lain.

Satu temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah ketika perbedaan perlakuan orang tua kepada anak-anaknya kecil, konsekuensinya kecil hingga hampir tidak ada.

Hanya ketika perbedaan perlakukan ke masing-masing anak besar maka perbedaan ini akan berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan hubungan di antara mereka.

Masalah yang dihadapi orang tua memiliki peran

Penelitian mengenai berbagai jenis hubungan menunjukkan bahwa bagian penting dari bagaimana kita akrab dengan orang lain adalah tentang cocok tidaknya kepribadian kita dengan mereka. Dari sana, kita bisa memutuskan apakah kita bisa dekat dengan orang itu atau tidak. Hal ini juga berlaku untuk orang tua dan anak.

Walau kebanyakan orang tua mencintai dan merawat semua anaknya, mereka mau tidak mau akan menemukan anak yang lebih cocok dengan mereka. Satu anak mungkin lebih bergaul, yang lain mungkin lebih sering marah, yang ketiga lebih mudah belajar.

Perbedaan-perbedaan dalam bagaimana orang tua memperlakukan anak-anaknya dipengaruhi oleh gen anak-anak mereka. Para orang tua memperlakukan kembar identik, yang kesamaan DNA 100%, lebih setara daripada ketika mereka merawat kembar non-identik, yang kemiripan DNA-nya hanya memiliki 50%.

Semakin berbeda kepribadian anak-anak, maka semakin berbeda pula perlakuan orang tua terhadap mereka.

Pendorong lain, tentu saja, adalah umur anak. Orang tua berinteraksi dan mendisiplinkan anaknya berdasarkan perubahan umur yang menunjukkan kemampuan mereka. Perbedaan umur dan kepribadian anak-anak mendasari perbedaan perlakuan orang tua yang dilihat oleh anak-anak.

Namun, sementara umur dan kepribadian adalah alasan mengapa satu anak mendapat perhatian lebih dari orang tua dibanding yang lain, masalah yang lain adalah tekanan yang dihadapi orang tua. Ketika orang tua mengalami kesulitan finansial, masalah kesehatan mental, atau konflik pasangan, pilih kasih menjadi semakin terlihat.

Dampak terhadap kesehatan fisik dan mental

Sayangnya, sikap pilih kasih dapat memecah belah saudara kandung. Sikap pilih kasih juga membuat saudara kandung menjadi tidak dekat satu sama lain, baik di masa kecil maupun dewasa.

Ini merupakan beberapa temuan dari pilih kasih yang dirasakan, maupun yang diamati.

Menyisakan waktu untuk berduaan dengan anak tiap hari penting. (Shutterstock)

Banyak yang menganggap anak yang menjadi favorit diuntungkan karena perlakuan spesial tersebut. Walau ini memang benar jika kasus pilih kasihnya tidak begitu terlihat. Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada anak yang diuntungkan ketika pilih kasihnya terlihat mencolok. Ketika pilih kasihnya antara satu anak dengan anak yang lain cukup tak imbang, hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan mental.

Alasan untuk ini belum terlalu jelas. Bisa saja terjadi karena ketidakadilan. Atau ketika mereka difavoritkan, mereka takut untuk tidak menjadi anak favorit lagi.

Namun yang perlu diketahui dari temuan ini adalah penjelasan orang tua tentang mengapa mereka memperlakukan tiap anak berbeda dapat mengubah pandangan anak-anak. Penjelasan yang baik dari orang tua akan membuat tingkat stres anak lebih rendah.

Lima tips menjadi orang tua lebih adil

  1. Sadar. Langkah pertama adalah sadar hal tersebut terjadi, dan cari bantuan dari pasangan, anggota keluarga, teman, atau ahli—untuk mengerti mengapa itu terjadi. Sebagai pengingat, pilih kasih sangat mungkin terjadi ketika tingkat stres Anda tinggi.

  2. Dengar. Ketika anak Anda mengeluh atau Anda melihat anak-anak Anda bertengkar di mana mereka menyebut salah satu dari mereka mendapat lebih, jangan abaikan itu. Peka terhadap perasaan anak dan cari tahu mengapa mereka dapat merasa seperti itu.

  3. Berikan penjelasan. Kadang, anak-anak memang perlu diperlakukan berbeda, seperti ketika satu anak sedang sakit, terluka, atau punya kebutuhan spesial. Ketika ini terjadi, jelaskan agar tidak terjadi kesalahpahaman.

  4. Hindari membandingkan anak-anak. Walau alami untuk bilang “Kenapa kamu tidak bisa jadi lebih seperti kakakmu?”, hal ini menjadi perbandingan yang tidak adil. Coba fokus terhadap apa yang tiap anak lakukan dengan baik, tanpa mengadu mereka satu sama lain.

  5. Sisakan waktu sendiri untuk tiap anak. Sebanyak mungkin, coba cari waktu 10 menit tiap hari untuk dihabiskan berdua dengan tiap anak agar mereka punya perhatian penuh Anda. Lakukan aktivitas apa saja yang mereka sukai dengan Anda.

Reza Pahlevi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now