Menu Close
Ketika remaja tidak bisa tidur, mereka sering menelusuri internet hingga larut malam, yang hanya memperburuk masalah. Bbernard/shutterstock.

‘Screen time’ akibatkan anak kurang tidur, padahal tidur penting bagi kesehatan mental anak

Dengan dimulainya tahun ajaran baru, muncullah perjuangan yang tak terhindarkan untuk mengembalikan anak-anak ke rutinitas tidur yang sehat. Dalam banyak kasus, hal ini mungkin berarti mengatur ulang batasan penggunaan layar, terutama di malam hari. Namun menerapkan dan menegakkan aturan-aturan tersebut lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Semakin banyak penelitian yang menemukan hubungan yang kuat antara tidur, kesehatan mental, dan waktu menatap layar pada remaja dan pra-remaja di sekitar usia 10 hingga 12 tahun. Di tengah krisis kesehatan mental yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana 42% remaja di Amerika Serikat (AS) menderita masalah kesehatan mental, remaja juga terlalu sedikit tidur.

Dan ini adalah lingkaran setan: baik kurang tidur maupun peningkatan aktivitas konsumsi media sosial dan video game sebelum tidur dapat memperburuk atau bahkan memicu kecemasan dan depresi yang memerlukan intervensi.

Saya adalah dokter utama di pusat tidur di Rumah Sakit Anak Seattle, AS, tempat saya mempelajari berbagai gangguan tidur anak. Tim dokter dan penyedia layanan kami secara rutin mengamati langsung dampak negatif dari penggunaan layar yang berlebihan, khususnya media sosial, yang keduanya tidak hanya memengaruhi tidur, tetapi juga kesehatan fisik dan mental pasien kami.

Hubungan antara kesehatan mental dan kualitas tidur yang buruk

Penelitian telah lama menunjukkan hubungan yang jelas antara kesehatan mental dan tidur: kurang tidur dapat menyebabkan buruknya kesehatan mental dan sebaliknya. Orang dengan depresi dan kecemasan umumnya mengalami insomnia, suatu kondisi di mana orang mengalami kesulitan untuk tertidur atau tetap tertidur, atau keduanya, atau mendapatkan tidur yang menyegarkan. Kurang tidur yang terus-menerus ini semakin memperburuk depresi dan kecemasan yang menyebabkan insomnia.

Kesehatan, pertumbuhan, dan stabilitas emosi remaja terkait dengan kualitas dan kuantitas tidur.

Terlebih lagi, insomnia dan kualitas tidur yang buruk juga dapat menumpulkan manfaat terapi dan pengobatan. Yang terburuk, kurang tidur kronis meningkatkan risiko bunuh diri. Sebuah studi menemukan bahwa kurang tidur satu jam saja selama seminggu dapat dikaitkan dengan “peluang yang jauh lebih besar untuk merasa putus asa, serius mempertimbangkan bunuh diri, upaya bunuh diri dan penggunaan narkoba.”

Dan apa yang dilakukan kaum muda ketika terbaring di tempat tidur dalam keadaan terjaga, frustrasi dan tidak bisa tidur? Kamu dapat menebaknya dengan mudah, mereka menggunakan perangkat pintarnya.

Penelitian terhadap lebih dari 120.000 remaja di seluruh dunia, yang berusia 6 hingga 18 tahun dan menggunakan media sosial apapun, telah berulang kali menunjukkan memburuknya kualitas dan penurunan kuantitas tidur.

Kuatnya daya tarik layar dan media sosial

Meskipun media sosial memiliki beberapa manfaat, saya yakin penelitian memperjelas bahwa terdapat lebih banyak kerugian dalam konsumsi media sosial dibandingkan keuntungannya.

Pertama, menelusuri media sosial mengharuskan kita tetap terjaga, dan karenanya, menggantikan tidur.

Kedua, cahaya yang dipancarkan dari sebagian besar perangkat genggam, bahkan dengan filter malam, filter cahaya biru, atau keduanya, sudah cukup untuk menurunkan kadar melatonin , hormon utama yang menandakan permulaan tidur.

Ketika pelepasan melatonin terhambat karena menatap perangkat yang menyala menjelang waktu tidur, tertidur menjadi lebih sulit. Bagi sebagian orang, suplemen melatonin dapat membantu mendorong tidur. Namun, suplemen tidak dapat mengatasi kekuatan konten dan cahaya internet yang sangat merangsang.

Yang ketiga, dan mungkin yang paling bermasalah, adalah konten yang dikonsumsi oleh generasi muda. Mengambil gambaran cepat seperti yang ditemukan di TikTok atau video game sebelum waktu tidur mengganggu karena otak dan tubuh sangat terstimulasi oleh paparan ini, dan memerlukan waktu untuk kembali ke keadaan yang kondusif untuk tidur.

Remaja sering kali menjadi ‘orang yang suka tidur malam’, sehingga menambah kurang tidur.

Tapi ini bukan hanya kecepatan gambar yang berlalu begitu saja. Konten media dapat mengganggu tidur bahkan ketika bermimpi. Pernahkah kalian tertidur saat menonton film thriller atau horor yang mengganggu dan melihat adegan dari film tersebut masuk ke mimpi? Dan bukan hanya mimpi yang terpengaruh – otak juga mungkin tidak dapat mempertahankan tidur nyenyak karena masih memproses gambar-gambar yang bergerak cepat tersebut. Gangguan pada tidur bisa sangat mengganggu kualitas dan kuantitas tidur secara keseluruhan.

Yang terburuk, media sosial dapat berkontribusi terhadap fear of missing out (FOMO) – singkatan dari rasa takut ketinggalan. Hal ini dapat terjadi ketika seorang remaja terjerat oleh influencer atau panutan melalui feed, reel, dan story, yang semuanya dibuat untuk mencerminkan kesempurnaan yang tidak realistis.

Selain itu, penelitian telah menemukan hubungan yang jelas antara konsumsi media sosial dan citra tubuh yang buruk pada anak-anak dan remaja, serta secara keseluruhan kesehatan mental yang lebih buruk dan masalah tidur yang memburuk.

Masalah-masalah ini cukup meresahkan sehingga pada bulan Mei 2023, ahli bedah umum mengeluarkan pernyataan peringatan bahaya media sosial dan mendorong pengasuh, guru, dan pembuat kebijakan untuk bekerja sama menciptakan lingkungan online yang lebih aman.

Keadaan kurang tidur kronis

Menjadikan tidur sebagai prioritas utama adalah landasan kesehatan mental dan kesehatan secara keseluruhan, dan juga merupakan kunci untuk tetap waspada dan penuh perhatian selama hari sekolah.

Berbagai tenaga medis profesional dan organisasi ilmiah merekomendasikan agar remaja tidur delapan hingga 10 jam per malam. Namun hanya 1 dari 5 siswa sekolah menengah yang mendekati angka tersebut.

Beberapa di antaranya disebabkan oleh waktu mulai sekolah yang tidak sejalan dengan ritme alami kebanyakan remaja, sehingga mereka tidak tertidur cukup awal di hari kerja.

Remaja yang kurang tidur mungkin mengalami kinerja akademis yang lemah, kurangnya keterampilan berorganisasi, dan pengambilan keputusan yang biasa-biasa saja. Remaja belum memiliki lobus frontal, bagian otak yang mengontrol impuls dan penilaian, yang terbentuk sempurna. Kurang tidur semakin memperburuk keadaan tersebut. Hal ini, pada gilirannya, dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang buruk terkait penggunaan narkoba dan alkohol, mengemudi di bawah pengaruh alkohol, pergaulan bebas, perkelahian atau penggunaan senjata, dan banyak lagi. Perilaku ini bisa dimulai di sekolah menengah, atau bahkan lebih awal.

Selain itu, kurang tidur berhubungan langsung dengan tekanan darah tinggi, serangan jantung dan perkembangan diabetes di masa dewasa. Kurang tidur yang cukup juga dikaitkan dengan obesitas pada masa kanak-kanak dan remaja. Kenaikan berat badan yang tidak diinginkan terjadi karena kurang tidur melalui serangkaian mekanisme yang kompleks, termasuk pergeseran metabolisme, gaya hidup yang lebih tidak aktif, dan pilihan pola makan yang buruk

Apa yang bisa dilakukan?

Jadi apa yang bisa dilakukan untuk menjauhkan remaja dari layar? Menjaga tujuan tetap realistis adalah kuncinya, dan terkadang ada baiknya untuk memulai dengan fokus pada satu tujuan.

Orang tua perlu memprioritaskan tidur untuk seluruh anggota rumah tangga dan mencontohkan kebiasaan waktu menatap layar yang baik. Pengasuh terlalu sering mengirimkan pesan yang tidak konsisten terkait penggunaan waktu layar, karena kebiasaan buruk mereka sendiri.

Pada akhirnya, orang tua dan pengasuh perlu mengenali tanda-tanda peringatan kurang tidur dan suasana hati progresif dan gangguan kecemasan. Carilah bantuan profesional untuk gangguan tidur, masalah kesehatan mental, atau keduanya, ingatlah bahwa menemukan ahli kesehatan mental memerlukan waktu.

Terkait media digital, American Academy of Pediatrics merekomendasikan untuk menghindari layar setidaknya satu jam sebelum tidur dan tidak tidur dengan perangkat di kamar tidur.

Untuk anak-anak yang lebih besar yang mempunyai pekerjaan rumah yang harus dikerjakan secara online, menghindari penggunaan layar sebelum tidur bisa terasa hampir mustahil. Terlebih lagi, aturan ini cenderung mengarah pada penggunaan perangkat elektronik secara terselubung.

Jadi jika satu jam sebelum tidur terasa terlalu ketat, mulailah dengan menghindari layar selama 15 atau 30 menit sebelum tidur. Atau jika beberapa media diperlukan sebagai kompromi, cobalah menonton sesuatu yang pasif, seperti TV, daripada menggunakan aplikasi media sosial seperti Snapchat.

Ingatlah bahwa tidak semuanya harus dilakukan sekaligus – perubahan bertahap dapat membawa perbedaan besar seiring berjalannya waktu.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now